Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Produsen sepatu ternama Adidas, PT Panarub Industry yang berlokasi di Tangerang, Banten, diduga melakukan diskriminasi dan eksploitasi terhadap buruhnya. Kondisi ini masif terjadi sejak covid-19 dan ramainya pemberitaan soal resesi global.

Panarub bahkan diduga memotong upah karyawan dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak.

“Sebagai contoh PT Panarub Industry yang menjadi mitra produksi (pemasok/supplier Adidas) di Indonesia telah melakukan pemotongan upah pekerja serta memberhentikan ribuan pekerja secara sepihak,” tulis Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan dalam keterangan (9/5/2023).

Berdasarkan hasil investigasi dan perhitungan serikat pekerja, PT Panarub setidaknya diduga memotong upah buruh sebanyak dua kali selama masa pandemi yakni pada Juni-Juli dan Agustus-September 2020. Rata-rata pemotongan upah sebesar Rp 800.000 hingga Rp 1.300.000 pada dua periode tersebut.

“Kami meyakini, Panarub dan Adidas mengambil banyak keuntungan dari praktik melanggar hak-hak buruh,” ujar Emelia.

Di samping itu, PT Panarub terus menggalakkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para buruh. Berdasarkan data yang dihimpun Federasi Serikat Buruh Garteks, sebanyak 1500 pekerja terkena PHK dengan alasan resesi ekonomi.

Baca juga:  BELDOG, BEL NGAJEDOG

Kemudian dari data Serikat Pekerja Nasional (SPN) setidaknya ada 360 anggota mereka yang terkena PHK pada periode 2022-2023. Dalam melakukan PHK, PT Panarub diindikasi melakukan tindakan intimidasi dan memanfaatkan kerentanan buruh. GSBI mengatakan, PT Panarub mengancam akan memotong jumlah pesangon jika surat PHK tidak ditandatangani segera.

“HRD (PT Panarub) bilang kalau ini surat ga di tanda tangan, nominal yang didapat akan jauh lebih rendah. (Buruh) nggak dikasih waktu 7 hari untuk memutuskan, langsung hari H, di-PHK, “ujarnya.

Padahal, merujuk pada ketentuan Pasal 37 Ayat (3) PP No. 35 Tahun 2021 menyebut “Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.”

Baca juga:  HASIL SURVEI, KORUPSI DI INDONESIA MENINGKAT

Selain itu, Pasal 39 Ayat (1) PP No 35 Tahun 2021 menyatakan “Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.

GSBI menambahkan PHK sepihak yang digencarkan PT Panarub telah menjadi malapetaka bagi buruh yang tetap bekerja di pabrik. Mereka yang tetap bekerja kelimpahan beban tambahan untuk mengisi tugas rekan-rekannya yang terkena PHK. Bahkan buruh di PT Panarub disebut bekerja selama 11-12 jam per hari.

“Panarub sampai hari ini masih lembur, ada videonya. PHK jalan terus, tapi lembur juga jalan terus,” lanjutnya.

“Karena PHK, kerjaan malah jadi keteteran. Orang nggak ada, kerjaan banyak, malah jadi kayak kerja rodi. 1 orang bisa mengerjakan 2-3 proses di pabrik yang tadinya hanya mengerjakan 1 proses,” jelasnya.

SN 09/Editor