(SPN News) Jakarta, Laporan World Development Report 2019 : The Changing Nature of Work menyebutkan, nyaris semua negara berkembang, termasuk Indonesia, produktivitasnya rendah. Banyak ditemukan pemberian upah informal, tanpa kontrak atau perlindungan tertulis.

Laporan yang diterbitkan Bank Dunia itu menyebut, perundang-undangan perburuhan tidak jelas dalam mengatur peran dan tanggung jawab pelaku usaha dan buruhnya. Bahkan, kerap kali buruh tak diberi akses tunjangan pensiun, asuransi kesehatan, dan tunjangan kehilangan pekerjaan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, upah minimum di Indonesia tak terlalu rendah, juga tak terlampau tinggi. Berbeda dengan di Vietnam dan beberapa negara lainnya, UMP di Indonesia dikategorikan sebagai upah layak. Enny menekankan, seharusnya peran pemerintah dalam urusan upah ada pada upaya menggaransi UMP.

Baca juga:  ALIANSI TOLAK UPAH MURAH TOLAK PP NO 51 TAHUN 2023

“Sebaiknya pemerintah bukan membuat regulasi yang kompleks menyangkut pengupahan, melainkan memastikan rambu-rambu perjanjian kerja sama bersama antara buruh dan perusahaan. Intinya, pemerintah menjamin hak-hak pelaku usaha dan buruh,” Enny menambahkan (16/10).

Bila semua sektor memberlakukan hal itu, kata dia, akan terjadi keterbukaan. Berpijak dari sana, menurutnya, tingkat upah bisa ditentukan berdasarkan produktivitas, keterampilan, dan pengalaman pekerja.

Sebab, menurutnya, formula kenaikan upah buruh di masing-masing daerah dan sektor perusahaan takbisa digeneralisir berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015.

“Ada beberapa daerah seperti DKI, yang sekarang level UMP-nya tinggi. Jadi, begitu ada kenaikan dalam formula itu, di satu sisi buat pekerjanya happy, tetapi di sisi lain ketika terjadi tekanan ekonomi seperti sekarang, perusahaan atau pabrik intensif padat karya di sekitar DKI sudah pasti get out. Sudah pasti menyerah dan relokasi ke daerah-daerah yang UMP-nya masih rendah,” kata Enny.

Baca juga:  UMK MAJALENGKA NO 4 TERBAWAH DI JAWA BARAT

Terkait investasi, Enny berpendapat, kenaikan upah buruh bukan faktor tunggal penghambat. Menurut dia, hal yang utama dikeluhkan investor adalah regulasi ketenagakerjaan di Indonesia.

Demi meningkatkan daya saing, Enny menyarankan pemerintah untuk menyederhanakan regulasi ketenagakerjaan. Ia mengaku, menemukan sekitar 10 peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih.

“Kalau faktor lain belum diselesaikan, upah akan dirasa membebani investor, pasti akan membuat mereka semakin tidak berminat memasuki sektor padat karya,” ujar Enny.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor