ILustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan pengusaha mengenai uji materiil Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2023.

Hal itu tercantum dalam putusan nomor 72 P/HUM/2022.

“Mengadili, menyatakan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon 1. Perkumpulan Asosiasi Pengusaha Indonesia, 2. Perkumpulan Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia, 3. Perkumpulan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 4. Perkumpulan Asosiasi Persepatuan Indonesia, 5. Perkumpulan Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia, 6. Perkumpulan Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, 7. Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia, 8. Perkumpulan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, 9. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia, 10. Perkumpulan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, tersebut tidak dapat diterima,” sebut putusan majelis hakim dikutip dari website direktori putusan MA, (30/3/2023).

Baca juga:  RAKORDASUS SPN PROVINSI BANTEN

Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat untuk memperoleh pemahaman yang tepat terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 (objek HUM) dibutuhkan penafsiran tidak hanya memandang Permenaker 18/2022, tetapi hal yang harus diperhatikan adalah pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Bahwa pengundangan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan terkait dengan telah diundangkan UU Cipta Kerja, yang kemudian telah dinyatakan Mahkamah Konstitusi dibekukan selama 2 Tahun untuk dilakukan perbaikan, dan diterbitkan PERPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Bahwa pada saat ini PERPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sedang dilakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

Bahwa pengujian objek HUM a quo, terkait erat dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai PERPU Nomor 2 Tahun 2022.

Baca juga:  DEKLARASI POROS BURUH UNTUK PERUBAHAN

Sehingga guna menjaga harmonisasi terkait pengujian HUM a quo, Mahkamah Agung berpendapat harus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dan diajukan belum waktunya/premature.

Sehingga permohonan keberatan HUM tidak dapat diterima.

SN 09/Editor