Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Para pekerja meminta pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP serta upah minimum kabupaten/kota atau UMK yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak dan kenaikan kebutuhan hidup sehari-hari. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan, UMP ditetapkan paling lambat pada 21 November dan UMK paling lambat 30 November.

Finda Alexandra Lenggu (33), karyawan swasta di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (19/11/2023), berharap UMP bisa naik secara signifikan mengingat harga kebutuhan pokok juga naik dari hari ke hari. ”Tetapi mungkin pemerintah bisa menghitung juga kenaikan UMP ini baik-baik karena ditakutkan jika UMP naik terlalu tinggi, maka akan ada banyak PHK,” kata Finda.

Menurut dia, kenaikan UMP tahun 2023 kurang memadai karena dengan gaji yang saat ini ia terima, ia tidak bisa menabung terlalu banyak karena harus menyisihkan uang untuk orangtua. Selain itu juga untuk kebutuhan sehari-hari, ongkos transportasi ke kantor, makan, belanja bulanan, membayar Wi-Fi, membayar iuran BPJS, dan untuk keperluan hiburan.

Adapun Rukati (53), pekerja pabrik garmen di Tangerang, Banten, mengatakan, kebutuhan rata-rata rumah tangga di Banten sudah Rp 1,7 juta lebih. Harga barang pokok mengalami tren kenaikan. Harga sewa kontrakan juga naik.

Adapun formula penghitungan upah minimum yang memasukkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tidak ia mengerti. Apalagi, rentang nilai alfa dalam indeks tertentu yang sudah ditetapkan pemerintah tidak dijelaskan dasarnya apa.

Baca juga:  MUTASI MASSAL DAN TUTUP PABRIK, PEKERJA PT SIANTAR TOP TBK MAKASAR UNJUK RASA

Ia juga berharap pemenuhan hidup layak tidak disamakan antara orang tidak bekerja, lajang bekerja, apalagi sudah berumah tangga.

Sebelumnya, pemerintah mengklaim Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 memberikan kepastian upah minimum naik setiap tahun. Kepastian ini diperoleh melalui penerapan formula upah minimum yang mencakup tiga variabel, yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

Indeks tertentu yang disimbolkan dengan α (alfa) yang merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota. Simbol itu berada dalam rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30. Simbol alfa ini ditentukan nilainya oleh dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata/median upah.

Lilis Siregar (29), karyawan swasta ritel di Medan, Sumatera Utara, mengatakan, dirinya malah baru tahu ada rencana kenaikan upah minimum untuk tahun depan yang akan ditetapkan November ini. Soalnya, selama ini, belum ada obrolan soal kenaikan upah dari kantor ataupun di pergaulan sesama pekerja.

”Kalau memang betul akan naik, ya, tentu saja saya senang. Tapi, kalau infonya kenaikan sekarang lebih kecil dari sebelumnya, sih, artinya kami mau tidak mau harus menyesuaikan. Harus dicukupkan, harus disikapi dengan hidup sederhana, pisahkan betul mana kebutuhan dan keinginan,” kata Lilis yang masih lajang itu,

Baca juga:  MUDIK HARUS, TAPI JANGAN BANGKRUT

Namun, ia berharap kenaikan upah bisa lebih besar, apalagi di sektor ritel, pekerja memiliki kebutuhan penampilan. Tahun ini, upah minimum Medan Rp 3,62 juta, naik 7,52 persen dari tahun lalu Rp 3,37 juta.

Walau gaji pokok saya rasa cukup, saya tetap waswas. Maka, saya cari pemasukan tambahan. (Ariska Agustiani)

Adapun Ariska Agustiani (23), pekerja staf marketing di Solo, Jawa Tengah, mengatakan, besaran UMP Jateng saat ini untuk dirinya yang belum punya tanggungan mencukupi kalau sekadar untuk biaya hidup dan menabung. ”Gaji di tempat saya bekerja saat ini menyesuaikan UMR Solo, dengan uang transpor dan uang makan di luar gaji pokok,” kata karyawan yang baru bekerja selama 1 tahun 5 bulan itu.

Saat ini gajinya cukup untuk biaya hidup dan menabung. Namun, harapannya sebagai karyawan, ia ingin agar UMP bisa naik karena dampak inflasi sangat terasa. ”Walau gaji pokok saya rasa cukup, saya tetap waswas. Maka, saya cari pemasukan tambahan,” katanya.

Menurut dia, ada faktor lain yang perlu diperhatikan di Surakarta. Banyak perusahaan curang. Mereka memberikan gaji sesuai UMP/UMR, tetapi di dalamnya sudah termasuk uang makan, transpor, dan kehadiran. ”Jadi, kayaknya ini juga harus dibereskan,” kata Ariska.

Editor