Gambar Ilustrasi

Empat Pimpinan Komite DPD RI menolak frasa penarikan kewenangan ke pusat dalam RUU Cipta Kerja

(SPN News) Jakarta, Empat Pimpinan Komite DPD RI sepakat menolak frasa menarik kewenangan daerah ke pusat dalam RUU Cipta Kerja, karena dianggap mengembalikan sistem pemerintahan menjadi sentralistik.

“Ini bisa juga menghilangkan semangat otonomi daerah yang telah kita rintis sejak awal era reformasi,” kata Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti lewat keterangan resmi (26/7/2020).

Hal tersebut disampaikan La Nyalla kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartanto saat bertemu di Jakarta. Dalam pengantarnya, La Nyalla menyinggung bahwa DPD memandang ada frasa dalam RUU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi yakni Pasal 18 ayat 1, 2 dan 5 UUD 1945.La Nyalla menilai semangat sentralisasi perijinan dan kewenangan ke pemerintah pusat, bisa berpotensi merugikan daerah. Ia menambahkan para pimpinan alat kelengkapan DPD juga memandang hilangnya kepastian hukum terkait sanksi pidana dan administratif sebagai pengganti sanksi pidana.

Baca juga:  KOORDINASI POLRES JEPARA DENGAN ABJ

Selain itu, akan menjadi sangat gemuk delegasi pengaturan ke peraturan pelaksana di bawah UU dan kewenangan Presiden mencabut perda di Pasal 166 RUU tersebut dipandang rawan melanggar putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ada.Menanggapi hal itu, Airlangga mengatakan pemerintah memang ingin mempercepat pembahasan RUU Cipta Kerja mengingat RUU ini adalah reformasi paling positif di Indonesia dalam 40 tahun terakhir, khususnya di bidang investasi dan perdagangan.

“Apalagi, dalam resesi global, RUU ini memberikan sinyal kepada dunia bahwa Indonesia kondusif dan terbuka untuk bisnis, ini penting di tengah sumber daya fiskal kita yang terbatas,” paparnya.

Airlangga mengakui pemerintah kurang melakukan sosialisasi RUU tersebut. Sehingga menimbulkan banyak respons dari berbagai kalangan. Namun, pihaknya tetap mendengar dan berusaha mengakomodasi semua masukan dari parlemen, baik DPR RI maupun DPD RI.

Baca juga:  2,3 JUTA BURUH ANAK INDONESIA RENTAN KEKERASAN & EKSPLOITASI

SN 09/Editor