​Pengertian dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan Secara keilmuan adalah Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Oleh karena itu keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta menjamin : bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dalam keadaan selamat dan sehat, bahwa setiap sumber produksi dipergunakan secara aman dan efisien, bahwa proses produksi dapat berjalan lancar.

Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu setiap usaha K3 tidak lain adalah usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan dan penyakit di tempat kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu.  Praktik K3 meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.

Setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).  Demikian yang disebut dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

K3 juga diatur dalam UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan kerja.Yang diatur oleh UU ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja. Pada dasarnya ketentuan keselamatan kerja berlaku dalam tempat kerja dimana, antara lain:

Aturan K3 secara khusus juga dapat kita lihat dalam PP No 50/2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. DefinisiKeselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 PP 50/2012 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Selain itu Permenaker No 9/2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan Ketinggian telah disahkan oleh kementerian, dan didalam permenaker ini juga dijelaskan pengertian bekerja Pada Ketinggian yaitu kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja di Permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada di Tempat Kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda.

Baca juga:  SIAPKAH PEKERJA INDONESIA MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ?

Regulasi yang ada saat ini belum mampu memberikan efek jera bagi perusahaan atau orang yang melanggar norma-norma dan ketentuan K3. Bila dilihat secara menyeluruh, UU No 1/1970 itu sifatnya masih preventif. Jelas tidak cocok dengan zaman sekarang karena tidak bisa memberi efek jera.

Sementara itu, bila merujuk pada sanksi dalam UU No 1/1970, undang-undang hukum pidana lebih sering dipakai untuk menjerat pelanggar karena kelalaiannya menyebabkan orang lain celaka. Akibatnya, hanya pelanggar saja yang tersentuh hukum, namun tidak ada perbaikan pada keseluruhan sistem K3, sehingga kecelakaan kerja tetap terjadi.

Data BPJS menunjukkan, setiap tahun rata-rata terjadi kecelakaan kerja sebanyak 98 ribu hingga 100 ribu di Indonesia. Tahun 2015 lalu, tercatat 105.182 kecelakaan kerja yang mengakibatkan 2.375 orang meninggal dunia. Pemerintah yakin masih banyak kecelakaan kerja yang terjadi di luar sana, sebab banyak pula perusahaan yang tidak melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerjanya.

Di Amerika Serikat, pelanggar K3 bisa dikenakan denda maksimal $ 250.000 atau sekitar Rp 3,3 miliar untuk perusahaan perseorangan dan $ 500.000 atau sekitar Rp 6,7 miliar untuk perusahaan persekutuan. OSHA pernah menjatuhkan denda sebesar $ 1 juta atau sekitar Rp 13,2 miliar kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran hingga berulang kali, di luar denda $ 250.000. Bahkan pada tahun 2005, OSHA pernah menjatuhkan hukuman denda lebih dari $ 21.000.000 atau sekitar Rp 278 miliar kepada BP Products North America, Inc., anak perusahaan British Petroleum karena telah melakukan 301 pelanggaran K3 yang disengaja dan mengakibatkan cedera serius.

Selain itu, pelanggar juga bisa dikenakan hukuman pidana kurungan maksimal enam atau satu tahun tergantung jenis pelanggaran K3 yang dilakukan. Bila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian atau cedera, perusahaan juga wajib memberikan kompensasi kepada pekerja, namun proses hukum masih terus berlangsung.

Di Saskatchewan, Kanada, pelanggar K3 baik perusahaan perseorangan maupun perusahaan persekutuan dikenakan denda maksimal $300.000 atau sekitar 3 miliar. Bila pelanggaran mengakibatkan cedera serius atau kematian, denda yang dikenakan $500.000 untuk perusahaan perseorangan dan $1.500.000 atau sekitar 20 miliar untuk perusahaan persekutuan. Selain itu, perusahaan juga wajib memberikan biaya kompensasi untuk pekerja dengan cedera serius atau mengalami cacat.

Baca juga:  UANG JAMINAN BAGI PENGGUNA PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI SINGAPURA

Sebelum menjatuhkan hukuman, lembaga hukum berwenang biasanya mempertimbangkan beberapa faktor, seperti identitas pekerja yang mengalami kecelakaan, level perusahaan, jenis pelanggaran, hingga kondisi ekonomi perusahaan. Hukuman di atas diterapkan pemerintah setempat guna memberikan efek jera kepada perusahaan agar tidak mengulangi pelanggaran di masa mendatang. Hukuman bisa lebih berat bila pelanggaran K3 dilakukan secara sengaja.
Di Cina, UU Keselamatan Kerja menetapkan hukuman yang lebih berat bagi pelanggar K3. Pelanggar K3 akan dikenakan denda mulai dari 200.000 yuan atau sekitar Rp 406 juta hingga 20 juta yuan atau sekitar Rp 41 miliar, tergantung skala pelanggaran yang dilakukan dan besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut. Bila pelanggaran K3 mengakibatkan cedera serius atau kematian, perusahaan akan dikenakan denda antara 10 juta yuan hingga 20 juta yuan.

Sedangkan, bagi manajer yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut akan dikenakan denda antara 30%-80% dari pendapatan tahunannya. Bahkan, manajer tersebut akan diberhentikan dari pekerjaannya bila pelanggaran yang dilakukan sangat fatal.

Dibandingkan negara lain, sanksi K3 di Indonesia terbukti masih jauh dari kata “tegas dan kuat”. Lembeknya hukuman bagi para pelanggar K3 ini mengakibatkan angka kecelakaan kerja di negeri ini masih terbilang tinggi. Banyak perusahaan yang masih menganggap keselamatan dan kesehatan pekerjanya sebagai hal yang tidak penting.

Ketika terjadi kecelakaan, rata-rata dari mereka dengan mudahnya mengeluarkan uang santunan yang seolah dengan uang tersebut anggota tubuh yang hilang atau nyawa pekerja yang melayang bisa kembali. Saat terjadi pelanggaran pun, rata-rata pemerintah hanya melakukan teguran tanpa diiringi tindakan lanjut dan jarang ada perusahaan yang langsung memperbaiki sistem K3-nya setelah mendapat peringatan tersebut.

Kurangnya kesadaran perusahaan akan pentingnya melakukan implementasi K3 karena alasan biaya yang mahal plus lemahnya penegakan sanksi UU No.1 Tahun 1970 menyebabkan perusahaan semakin “bandel” untuk memberi jaminan K3 bagi pekerjanya.

Implementasi K3 merupakan suatu hal yang kompleks. Penerapan, pembinaan, dan pengawasan K3 dari pemerintah, pengusaha, profesional K3, dan buruh sangat diperlukan untuk meningkatkan harga nyawa para pekerja.

Maka, mau tidak mau, semua pihak tersebut harus segera memperbaiki penerapan K3 dan perundangan K3 yang ada perlu diperkuat untuk menjamin para pekerja dapat kembali ke rumahnya dengan selamat.

Shanto dari berbagai sumber/Editor