Ilustrasi

Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Profesor (FH UGM) Maria Sumardjono mengingatkan, ada potensi korupsi di bidang pertanahan dalam UU Cipta Kerja.

(SPNEWS) Yogyakarta, Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Profesor (FH UGM) Maria Sumardjono mengingatkan, ada potensi korupsi di bidang pertanahan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

“Potensi korupsi itu ada di dalam pelayanan bidang pertanahan. Kenapa? Karena pelayanan di bidang pertanahan itu banyak sekali lho kemungkinan terjadinya, bertemunya hal-hal yang berakibat korupsi itu banyak sekali,” kata Maria dalam Grand Corruption Webinar Series bertajuk “Potensi Korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Tambang, Tanah, dan Lingkungan”,  (4/11/2020).

Menurut dia, dalam penyusunan UU Cipta Kerja ini kurang memperhatikan persoalan potensi korupsi dalam pelayanan bidang pertanahan.

Baca juga:  KPK MENYATAKAN BAHWA PENYIMPANGAN MENJADI MASALAH SERIUS DI BPJS KESEHATAN

Ia menyebutkan bahwa penyusunan UU Cipta Kerja ini hanya mengatur bagaimana cara mengundang investor, tetapi melupakan potensi tindak pidana korupsi.

“Padahal, hambatan utama investasi itu adalah korupsi. Ini kurang diperhatikan, sehingga ingin saya sampaikan apakah dengan adanya UU Cipta Kerja khususnya di bidang pertanahan itu terus lalu tidak ada korupsi lagi?” ujarnya.

Ia pun memaparkan, data dari survei Global Competitiveness Report 2017-2018 menurut World Economic Forum 2017 yang memperlihatkan bahwa korupsi masih menjadi hambatan nomor satu investasi.

“Tenaga kerja dan sebagainya itu enggak setinggi itu. Karena itu kita perlu bicarakan sekarang itu kan sudah ada UU Cipta Kerja. Bagaimana undang investor, kalau kita itu tidak clean atau tidak bersih,” ujar dia.

Baca juga:  GAK BISA BAYAR KONTRAKAN, BURUH NGINAP DI PABRIK

Korupsi yang masih terus terjadi itu, kata Maria, akan berdampak secara umum dan juga kepada investasi itu sendiri. Dampak korupsi secara umum, sebut dia, melambatnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, dan meningkatnya ketimpangan pendapatan.

“Lalu dampak ke investor. Ini keluhan investor lho, misalnya ketidakstabilan usaha. Kenapa sih? Misalnya ada pungli, uang pelicin, dana pengaman,” kata Maria.

Kemudian, dampak lain yang diterima investor adalah jual beli jabatan yang berdampak pula pada jabatan yang diperoleh dari hasil lobi atau suap.

Hal ini, kata dia, dapat berakibat menghasilkan abdi negara bermental bisnis, dan bukan pelayan publik.

“Begitu juga proses rekrutmen yang dilandasi KKN menghasilkan pegawai yang berkualitas rendah atau tak profesional,” tuturnya.

SN 09/Editor