Ilustrasi

Apakah denda maksimal pelanggar persaingan usaha akan diakomodir dalam Peraturan Pemerintah ?

(SPNEWS) Jakarta, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Afif Hasbullah, menjelaskan ihwal penghapusan sanksi denda maksimal bagi pelanggar hukum persaingan usaha dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja atau UU No 11/2020. Afif mengatakan denda maksimal tetap akan diatur melalui peraturan pemerintah sebagai beleid turunannya.

“KPPU akan menyampaikan aspirasi kepada Mahkamah Agung termasuk soal denda maksimal yang akan diatur dalam PP (peraturan pemerintah),” tutur Afif dalam konferensi pers virtual, beberapa waktu yang lalu.

Pada UU No 5/1999 sebelumnya, batas denda maksimal bagi pelanggar peraturan persaingan usaha ditentukan sebesar Rp 25 miliar. Denda bisa dikenakan untuk tiga jenis pelanggaran, yakni perjanjian dilarang, kegiatan dilarang, dan penyalahgunaan posisi dominan. Sedangkan dalam UU baru, aturan denda hanya ditentukan batas minimalnya, yakni Rp 1 miliar.

Baca juga:  DEWAN PENGUPAHAN DKI JAKARTA SERAHKAN DUA USULAN NILAI UMP 2020

Afif mengatakan detail terkait batasan nilai sanksi denda dan jenis-jenis pelanggaran perlu diatur kembali dalam beleid turunan untuk memberikan kepastian hukum. “Tentu dengan mempertimbangkan dampak persaingan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat maupun dunia usaha,” katanya.

Sebagai acuan, tutur Afif, peraturan yang telah dilaksanakan di berbagai negara pun bisa menjadi contoh. Misalnya, denda dihitung berdasarkan persentase laba perusahaan tahun berjalan atau persentase keuntungan perusahaan dari tindakan anti persaingan atau pendekatan lainnya.

 KPPU sejatinya telah memiliki pedoman pengenaan denda yang diatur dalam Peraturan KPPU No 4/2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 UU No 5/1999. Dalam peraturan itu, salah satu aspek yang dipertimbangkan KPPU dalam pengenaan denda adalah persentase dari perputaran perusahaan.

Baca juga:  KABUPATEN BEKASI DAERAH INDUSTRI TETAPI SALAH SATU DENGAN ANGKA PENGANGGURAN TERTINGGI

Afif berharap, beleid turunan Omnibus Law terkait batas denda maksimal bisa menciptakan transparansi dalam penjatuhan sanksi. “Di sisi lain, aturan bisa tetap mendukung independensi otoritas dalam menjatuhkan sanksi administratif,” katanya.

Selain batas denda maksimal, Omnibus Law mengubah tiga klausul peraturan dalam UU yang dijalankan KPPU sebelumnya. Pertama, perubahan upaya keberatan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga. Kedua, penghapusan jangka waktu pembacaan putusan keberatan dan kasasi. Sedangkan ketiga penghapusan ancaman pidana atas bentuk pelanggaran praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

SN 09/Editor