Ilustrasi DPR RI

Anggota Badan Legislasi DPR Taufik Basari memastikan informasi mengenai karyawan kontrak seumur hidup seratus persen tidak benar. 

(SPNEWS) Jakarta, DPR RI membantah adanya aturan pegawai kontrak seumur hidup dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Anggota Badan Legislasi DPR Taufik Basari menegaskan UU Ciptaker dibuat untuk melindungi rakyat, bukan justru sebaliknya.

“Pemerintah berulang kali menyatakan bahwa tidak ada satu pemerintahan pun yang memiliki niat untuk menyengsarakan rakyatnya. Jadi oleh karena itu ketika kemarin pembahasan setiap hal yang diajukan pemerintah, pemerintah selalu memberikan alasannya,” kata Taufik dalam pernyataannya, (6/11/2020).

Taufik Basari memastikan informasi mengenai karyawan kontrak seumur hidup seratus persen tidak benar. Dia meminta publik jangan sampai termakan hoaks mengenai Undang-Undang Cipta Kerja.‎

“Jadi enggak perlu takut. Dan saat pembahasan di Badan Legislasi, pemerintah dan DPR tidak membuka ruang bagi kontrak seumur hidup,” katanya.

Tobas mengatakan‎ Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tetap dibatasi waktunya. Nantinya dari UU Cipta Kerja itu akan diturunkan lewat Peraturan Pemerintah (PP).

‎”Jadi seluruh ketentuan PKWT sama ketentuannya tidak ada yang berubah dikembalikan lagi ke undang-undang eksisting. Hanya soal jangka waktu yang diatur di peraturan pemerintah,” ujar Tobas.

Sementara itu pemerintah juga membantah adanya penerapan karyawan kontrak seumur hidup dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Baca juga:  INDONESIA DAN HONGKONG SEPAKAT MENINGKATKAN PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN

Dalam Pasal 56 ayat 4 UU Cipta Kerja disebutkan PKWT masih dibatasi waktunya. Dalam Pasal tersebut dijelaskan, ketentuan lebih lanjut mengenai PKWT berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

“PKWT masih dibatasi waktunya dan akan ditentukan melalui PP,” kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden Fajar Dwi Wisnuwardhani, melalui siaran pers yang diterima wartawan.

Fajar menambahkan, dalam hal pembatalan PKWT karena adanya masa percobaan, selain batal demi hukum, Undang-Undang Cipta Kerja juga melegalkan penghitungan masa kerja yang sudah dilakukan.

Penjelasan ini bisa dilihat pada Pasal 58 ayat 2 yang berbunyi: Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.

Di sisi lain, Pemerintah juga meminta masyarakat tidak khawatir terhadap persoalan pesangon. Undang-Undang Cipta Kerja juga tetap menerapkan sistem pesangon bagi masyarakat pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Fajar mengungkapkan, dalam Pasal 61A Undang-Undang Cipta Kerja dijelaskan bahwa pekerja PKWT bisa mendapatkan kompensasi yang perhitungannya mirip dengan pesangon. Seperti pada Pasal 61A ayat 1 yang berbunyi: Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/ buruh.

Baca juga:  SPN JAKARTA KECEWA DENGAN KEBIJAKAN KARTU PEKERJA

Hal itu juga ditegaskan kembali pada Pasal 61A ayat 2 yang berbunyi: Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, pada Pasal 61A ayat 3 menjelaskan bagaimana uang kompensasi tersebut akan diatur kembali dalam Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang Cipta Kerja juga menjadi payung hukum untuk memberikan sanksi bagi pemberi kerja yang tidak membayar pesangon pekerjanya. Dalam Pasal 185 Undang-Undang Cipta Kerja dijelaskan akan ada pidana bagi yang tidak membayar pesangon. Bahkan, pekerja bisa meminta PHK dengan pesangon jika ada masalah dengan pelanggaran norma kerja oleh pengusaha. Hal ini diatur dalam Pasal 154A ayat g.

Selain itu, Fajar menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja menjamin masyarakat yang kehilangan pekerjaan dapat segera masuk lagi dalam dunia kerja.

“Ini dilakukan melalui pelatihan dan konseling, serta tentu saja cash benefit yang nilainya diperhitungkan berdasarkan upah terakhir,” imbuh Fajar.

Menurut  Fajar, struktur dan skala upah menjadi hal yang wajib dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kompetisi yang sehat di antara pekerja sesuai dengan Pasal 92 Undang-Undang Cipta Kerja.

SN 09/Editor