Ilustrasi

Serikat Pekerja/Serikat Buruh lahir sebagai simbul perjuangan antar kelas

(SPNEWS), Jakarta, Serikat Pekerja/Serikat Buruh pertama kali lahir di Inggris tahun 1812, sebagai wadah perjuangan melawan eksploitasi kapitalis terhadap buruh. Awalnya, perjuangan tersebut hanya pada kalangan pabrik-pabrik industri dan berkembang ke tingkat nasional bahkan dunia seturut logika perkembangan dan pergerakan arus modal. Tanpa kelahiran SP/SB, kaum buruh tidak memiliki kekuatan untuk mendapatkan keadilan sosial dan ekonomi. Keberadaan SP/SB sangat penting dalam memperjuangkan hak mereka.

Pada masa itu, sistem perpajakan dan banyak intitusi keagamaan yang memiliki berbagai program karitatif, dengan tujuan memperbaiki nasib kaum buruh. Tetapi, masih jauh dari harapan. Kesenjangan ekonomi antara pemilik modal dan kaum buruh terus melebar jauh. Ketika kelahiran SP/SB, muncullah gerakan penyadaran, pengorganisasian massa, dan opini untuk mempertanyakan keadilan sistem pendistribusian ekonomi kaum buruh.

Gerakan SP/SB tersebar ke seluruh negara, sehingga, menimbulkan berbagai pergolakan. Tragedi 1 Mei 1886 di Hay Mart, Chicago, AS menjadi satu contoh. SP/SB dituduh sebagai provokator kerusuhan dengan mengusung paham komunis. Perjuangan kaum buruh yang menuntut jam kerja 8 jam per hari, berakhir dengan provokasi kerusuhan. Sehingga, pengadilan menjatuhkan hukuman gantung kepada para pejuang buruh.

Sekalipun, beberapa tahun kemudian pengadilan menganulir hukuman tersebut, dan merehabilitasi nama baik para martir buruh yang telah meninggal, perjuangan kaum buruh di Hay Mart, menggetarkan pejuang kaum buruh di belahan dunia
lain.

Kelompok ideolog sosialis dalam Konverensi II Sosialis Internasional di Paris tahun 1889 memutuskan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Ironisnya, AS yang saat itu berupaya mengempang pengaruh sosialis menolak 1 Mei sebagai hari perayaan buruh, dengan menggantinya menjadi hari Senin pada minggu pertama September.

Baca juga:  ANTARA DARURAT SIPIL DAN KARANTINA WILAYAH

Sejarah terus bergulir karena beberapa tahun kemudian, tepatnya 1919, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan pengaturan kerja 8 jam per hari ditetapkan sebagai konvensi internasional pertama ILO. Inilah prestasi awal SP/SB, yang yang mengawali eksploitasi di tempat kerja. Konvensi ini sekarang diadopsi di seluruh dunia. Munculnya wadah SP/SB dan pengaturan jam kerja, ternyata tak otomatis menurunkan kemiskinan buruh. Ada masalah tentang upah. Upah yang diterima buruh hanya cukup menghidupi buruh itu sendiri. Tetapi, tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya.

Perjuangan buruh berlanjut ke isu upah minimum. Negara pertama yang memulainya adalah Selandia Baru (1894), selanjutnya menyebar ke Australia (1904), dan menyeberang ke Eropa melalui Inggris (1909). Melalui upah minimum, negara ingin memastikan perlindungan terhadap buruh dari eksploitasi kapitalis. Penetapan upah minimum dilakukan melalui usulan tripartit untuk kemudian diputuskan pemerintah.

Mengapa perlu keterlibatan unsur non-pemerintah dalam upah minimum? Jawabannya, untuk mencegah keberpihakan pemerintah terhadap salah satu pihak, baik buruh maupun mengusaha. Sebab, dalam pengalaman sejarah, pemerintah di mana pun memiliki kecenderungan keberpihakan subjektif.

Sistem upah minimum di Indonesia yang saat ini mengenyampingkan peran SP/SB dan pengusaha adalah penyimpangan dari kelaziman umum negara penganut sistem upah minimum. Sistem upah minimum menjadi salah satu temuan penting mencegah melebarnya ketimpangan pendapatan antara buruh dan majikan.

Baca juga:  PAMANTAPAN TIM TOF WOMAN JAMBORE NASIONAL 2017

Kelahiran beberapa institusi di atas ternyata tak bisa mengatasi keserakahan kapitalisme karena buruh terus menderita akibat ketidakadilan sistem ekonomi. Adalah Otto Van Bismarck, Kanselir Jerman tahun 1889 yang meluncurkan gagasan jaminan sosial untuk buruh. Dia sebenarnya bukan tokoh sosialis pendukung buruh, melainkan memperkirakan potensi bahaya kemerosotan ekonomi Jerman dan potensi pemberontakan buruh bila tak melahirkan sistem yang mereduksi ketimpangan ekonomi melalui jaminan sosial.

Gagasan jaminan sosial ini, selanjutnya menjadi program inti perjuangan SP/SB di seluruh dunia, yang kemudian diadopsi dalam konvensi ILO dan dipraktikkan di seluruh dunia. Konsep jaminan sosial saat ini sudah berkembang, tidak lagi sebatas pemenuhan hak asasi manusia, tetapi menjadi stabilisator otomatis untuk mencegah krisis ekonomi lebih buruk.

Tahapan terbaru dalam perkembangan hubungan industrial yang saat ini dipromosikan ke seluruh dunia adalah konsep social dialogue, atau suatu upaya untuk melakukan perundingan guna mendapatkan titik temu demi keberlanjutan pekerjaan dan usaha.

Ini adalah konsep baru yang menegasi konsep lama “perjuangan kelas”. Suatu upaya memitigasi masalah hubungan industrial melalui jalan damai ketimbang jalur konfrontasi. Produk utama dialog sosial, adalah lahirnya Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang berisi kesepakatan SB dan majikan atas hak dan kewajiban di tempat kerja.

SN 09/Editor