Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa produktivitas perempuan menurun selama 9 hari dalam setahun akibat menstruasi

(SPN News) Jakarta, hasil studi terbaru menunjukkan, rasa sakit akibat gejala menstruasi berujung pada menurunnya produktivitas kerja perempuan selama sembilan hari dalam setahun. Para peneliti melakukan jajak pendapat secara daring terhadap 32.748 wanita Belanda usia 15-45 tahun. Peneliti mengukur waktu cuti, bekerja, atau bekerja seraya menahan rasa sakit menstruasi.

Penelitian yang diterbitkan pada akhir Juni ini menemukan, sekitar 1 dari 7 wanita–di bawah 14 persen–tak masuk bekerja selama periode menstruasi. Sebanyak 3,5 persen di antaranya mengaku bahwa hal tersebut terjadi pada hampir setiap siklus menstruasi. Sekitar 81 persen perempuan Belanda mengaku kurang produktif saat gejala menstruasi datang. Para peneliti menghitung, rata-rata dari mereka kehilangan produktivitas setara dengan 8,9 hari per tahun.
“Para wanita mengaku tak produktif saat menstruasi datang. Mereka harus pergi ke toilet setiap jam. Mereka juga sulit untuk berkonsentrasi,” ujar penulis studi, Theodoor Nieboer, yang merupakan ahli ginekologi dari Radbound University Medical Center, Belanda.

Baca juga:  KSPI TUNTUT PENCABUTAN UU CIPTA KERJA, UU KESEHATAN DAN KENAIKAN UPAH 15 PERSEN

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis BMJ Open ini merupakan yang terbesar dari studi lain sejenis. Penelitian juga menemukan, hanya 1 dari 5 perempuan yang memberi tahu atasan mengenai alasan sebenarnya tak masuk bekerja. Sebanyak 68 persen responden berharap memiliki pilihan jam kerja yang lebih fleksibel selama periode menstruasi.
“Hampir dua dekade setelah memasuki abad ke-21, diskusi tentang gejala menstruasi masih tabu,” kata Nieboer. Dia mengatakan, dibutuhkan adanya keterbukaan yang lebih besar mengenai dampak gejala menstruasi pada perempuan terhadap produktivitas. “Perusahaan harus lebih terbuka tentang hal ini.”

Sebanyak 1,8 miliar perempuan di dunia mengalami menstruasi. Namun, Nieboer mengatakan, dampak nyata dari menstruasi masih kurang menjadi perhatian. Kendati demikian, Nieboer mengatakan bahwa hasil studinya masih memiliki beberapa keterbatasan. Tak ada ukuran kerugian yang digunakan. Para responden juga hanya direkrut melalui media sosial yang memungkinkan terjadinya bias. Pasalnya, tak semua perempuan mengalami gejala menstruasi yang sama. Cuti menstruasi sesungguhnya telah hadir sebagai solusi. Jam kerja yang lebih fleksibel dan memungkinkan perempuan untuk bekerja di rumah saat gejala muncul.

Baca juga:  SERIKAT PEKERJA NASIONAL PEDULI AIDS

Pada beberapa negara di Asia, cuti haid untuk mengatasi gejala menstruasi telah ditawarkan kepada para pekerja perempuan. Beberapa negara di antaranya Jepang, Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, dan China.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor