Ilustrasi

Dengan disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja bisa mendorong pasar kerja tidak berpihak pada nasib buruh.

(SPNEWS) Jakarta, Dalam diskusi virtual membahas hasil riset “Nasib Buruh, Pengangguran dan Program Prakerja di masa Pandemi,” Lembaga Riset Institute for Demographic and Property Studies (IDEAS) mencontohkan soal tidak ada batasnya masa kontrak kerja bagi pekerja kontrak dan outsourcing untuk seluruh jenis pekerjaan.

“Implikasinya, buruh berpotensi menjadi pekerja tetap selamanya, tanpa hak-hak yang melekat pada pekerja tetap seperti uang pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak,” ujar Ahsin Aligori, peneliti IDEAS.

Ahsin Aligori menambahkan, selain upah yang rendah  dan tanpa hak-hak pekerja lainnya, pekerja kontrak juga rentan kehilangan pekerjan. Pada tahun 2019, terdapat 2,2 juta orang menganggur  karena habis kontrak kerjanya.

Baca juga:  RIBUAN BURUH UNJUK RASA TOLAK PEMBAHASAN REVISI UU CIPTA KERJA

Saat ini jumlah pekerja kontrak (PKWT) begitu besar, yakni mencapai 17,4 juta orang dengan upah rata-rata Rp. 2,5 juta. Lebih besar dari jumlah pekerja tetap yang hanya 11,9 juta orang dengan upah rata-rata Rp. 4 juta.

Menurut Ahsin Aligori, yang harus ada perbaikan pada sistem ketenagakerjaan adalah akses pada pekerjaan yang stabil dengan pendapatan yang memadai. Jangan sampai penciptaan lapangan pekerjaan mengorbankan kesejahteraan pekerja.

“IDEAS menemukan jika RUU Cipta Kerja disahkan maka akan menekan tingkat upah pekerjayang pada gilirannya akan menurunkan kesejahteraan pekerja,” ujarnya.

SN 07/Editor