(SPNEWS) Sebuah video adu argumen antara buruh perempuan dan Factory Manager Tenaga Kerja Asing (TKA) yang terjadi di PT Sai Apparel Industries Grobogan, mendadak viral di media sosial Tiktok dan Instagram (Tempo.co, 5 Februari 2023). Video tersebut diunggah ke media sosial pada 1 Februari 2023. Dalam video tersebut, terdengar suara seorang perempuan yang mendesak manajer produksi, berjenis kelamin laki-laki, untuk mengucapkan kembali perkataan kasar di hadapan kamera telepon genggam. Si perempuan mempersoalkan tindakan kekerasan verbal, berupa perkataan ‘gila’ yang dilayangkan oleh si manajer pabrik.

Selain kekerasan verbal, dalam video tersebut suara si perempuan juga mempersoalkan upah lembur yang tidak dibayarkan oleh manajemen pabrik. Padahal, setiap hari buruh diminta untuk lembur dua sampai tiga jam. “… Ada rahasia di dalam perusahaan ini? Kerja paksa, sampai selesai, tidak dibayar begitu? Perusahaan baru sudah molor dua jam, tiga jam?” Desak perempuan dalam video. Sementara itu, wajah dan gerak tubuh si laki-laki manajer pabrik tampak kelabakan. Seolah tidak sanggup membantah pertanyaan konfirmatif dari si perempuan.

Beredarnya video adu argumen tersebut merupakan puncak kemarahan buruh kepada manajemen pabrik PT Sai Apparel Industries Grobogan. Lantaran, sejak pabrik beroperasi di awal 2022 hingga awal Februari 2023, praktik kerja paksa terus-menerus terjadi. Kasus kerja paksa yang berujung dengan video viral, bukanlah faktor tunggal yang memantik kemarahan buruh. Beberapa rangkaian kasus pelanggaran ketenagakerjaan telah lebih dahulu terjadi.

Tulisan ini akan menjelaskan proses dan mekanisme pemberangusan serikat buruh SP SPRING yang dilakukan oleh manajemen PT Sai Apparel Industries Grobogan. Pada kasus ini praktik pemberangusan serikat buruh juga terhubung dengan bentuk-bentuk ketidakadilan gender. Sehingga, praktik pemberangusan juga harus dilihat sebagai bentuk kekerasan berbasis gender.  Kasus pemberangusan serikat buruh maupun kekerasan berbasis gender merupakan peristiwa struktural yang dapat dilakukan oleh otoritas pemilik modal dan negara.

Pemberangusan Hak Berunding, Kontrol, Pemalsuan Tanda Tangan dan Kekerasan

Sebelum kasus video viral tersebut, salah seorang pengurus SP SPRING (Serikat Pekerja Sai Apparel Grobogan) mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan habis kontrak pada 6 Januari 2023. Pihak manajemen pabrik tidak bersedia memperpanjang status hubungan kerja buruh, yang sekaligus pengurus serikat buruh tersebut, tidak memiliki perilaku yang baik.

Beberapa kali pengurus mencoba untuk melakukan perundingan bipartit dengan manajemen pabrik. Namun, manajemen selalu mengemukakan alasan yang sama; si pengurus dianggap tidak memiliki attitude kerja dan menunjukan performa kerja yang kurang baik. Pengurus yang dimaksud adalah Muhammad Rosidi.

Setidaknya telah dilakukan dua kali perundingan bipartit. Perundingan pertama dilakukan atas permintaan serikat buruh sebelum adanya video viral. Setelah itu, perundingan kedua yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan setelah video viral.

Jumat, 3 Februari 2023, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Grobogan dan Pengawas Ketenagakerjaan (Satwasker) Provinsi Semarang datang menemui manajemen PT Sai Apparel Industries Grobogan dan para pengurus SP SPRING. Dalam pertemuan itu, tidak hanya kasus jam molor yang menjadi topik pembahasan. Namun, pembahasan juga mengarah tentang alasan pemecatan Muhammad Rosidi. Momentum ini merupakan perundingan bipartit yang kedua setelah video viral tersebar di jagat media sosial.

Hari itu, debat alot antara pengurus SP SPRING dengan manajemen Sai Apparel Industries Grobogan tak terelakan. Para pengurus SP SPRING tetap menuntut manajemen pabrik untuk mempekerjakan kembali Muhammad Rosidi. Sementara, manajemen tetap bebal dengan keputusan memecat Rosidi. Dalihnya tetap sama, yakni tentang attitude dan performa kerja buruk. Perdebatan tersebut disaksikan di hadapan Satwasker Provinsi Semarang dan Disnaker Kabupaten Grobogan.

Sayangnya, kehadiran perwakilan pemerintah pada hari itu tidak memberikan pernyataan yang mampu menguatkan posisi para pengurus SP SPRING. Ketimbang memeriksa sifat dan jenis pekerjaan yang dikerjakan Muhammad Rosidi, Satwasker malah menyudutkan dan melemahkan posisi tuntutan pengurus SP SPRING. Untuk diketahui, Mohammad Rosidi bekerja di bagian cutting, jenis dan sifat pekerjaan yang bersifat tetap namun hubungan kerjanya dalam ikatan waktu tertentu.

“Iya pengurus serikat memang punya hak. Tapi, dia tidak bisa kebal hukum. Absensi juga harus bagus. Disiplin juga harus bagus,” tiru Mala, pengurus SP SPRING, kala mengingat pernyataan salah seorang Satwasker. Merasa pernyataan Satwasker menyudutkan SP SPRING, membuat Mala tidak tinggal diam. Ia kembali membandingkan pernyataan attitude dan disiplin buruk yang kerap kali dilakukan oleh perusahaan. Salah satu contoh yang digunakan oleh Mala tentang praktik jam molor kerja yang kerap dilakukan oleh perusahaan.

Tidak hanya mengembalikan pernyataan Satwasker dan manajemen PT Sai Apparel Industries Grobogan, Mala juga mendesak alasan pemecatan Rosidi yang terkesan dibuat-buat.

“Rosid juga sudah dihukumkan? Sudah pula diberikan Surat Peringatan Satu (SP ke-1). Itu sudah selesai. Lalu kenapa masih dipermasalahkan kontraknya?” Tuntut Mala di dalam perundingan saat itu.

Pernyataan Mala tidak digubris. Singkat cerita perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan.

Sore hari di waktu yang sama. Chanchal Gupta yang merupakan Factory Manager PT Sai Apparel Industries meminta Mala berunding bipartit kembali. Mala menolak tawaran manajemen untuk berunding. Lantaran, ia dalam kondisi sakit dan memilih untuk beristirahat di rumah.

Di hari Sabtu, pada keesokan harinya, telepon Mala berdering. Sebuah panggilan suara melalui Whatsapp. Chanchal Gupta tiba-tiba saja menelpon Mala.

“Mbak Mala tanda tangan Bipartit kemarin ya, karena ini ditunggu pihak pengawas dan buyer, Mbak Mala kontrakmu tinggal beberapa hari lagi ya! Kontraknya belumku tandatangani Mbak. Mbak Mala tanda tangan bipartit dulu ya, nanti saya tandatangani itu kontraknya Mbak Mala,” ucap Mala menirukan suara bernada ancaman yang dilayangkan melalui saluran elektronik tersebut. Tampak bahwa perwakilan pabrik sedang menggunakan kekuasaannya untuk mengintimidasi Mala. Perwakilan pabrik pun menggunakan jenis hubungan kerja untuk mengendalikan Mala agar tunduk pada kehendak manajemen.

Mendengar ancaman tersebut Mala tak gentar. Sejak awal Mala sudah tahu bahwa ada risiko yang akan menimpanya. Salah satunya adalah soal pemecatan. Segera Mala mematikan telepon tersebut.

Setelah telepon dimatikan, Mala diminta untuk datang ke ruangan manajemen. Tiga orang jajaran manajemen hadir. Tiga di antaranya Saji Sebastian yang menjabat sebagai Factory Manager, Wiji sebagai Kepala Human Resource Development (HRD), dan Chanchal Gupta sebagai General Manager. Ketiga orang meminta Mala untuk segera menandatangani tujuh poin hasil perundingan.

Rumusan tujuh poin ini diaku sebagai hasil perundingan yang dilakukan pada 3 Februari 2023, sewaktu Mala menolak hadir. Ketujuh poin tersebut (Lampiran 1):

Ketika terjadi permasalahan dan kejadian di perusahaan, antara karyawan dan pihak perusahaan seharusnya melakukan penyelesaian secara bipartit dan tidak langsung menyebarluaskan ke jejaring media sosial.

Perusahaan akan menilai kinerja karyawan sesuai dengan efisiensi atau performa karyawan, apabila karyawan belum mencapai efisiensi maka akan diberikan training secara teori dan praktik selama 7-10 hari sampai karyawan memahami sepenuhnya. Selanjutnya akan ada evaluasi terhadap karyawan tersebut.

Demi menjaga produk safety dan menjaga kerahasian perusahaan kami memberlakukan peraturan “Tidak Boleh Mengambil Dokumentasi berupa Foto atau Video di dalam Area Produksi” tanpa izin dari pihak perusahaan.

Serikat SPRING meminta karyawan atas nama “Muhammad Rosidi” dari bagian Cutting untuk diberikan kontrak kembali dari PT SAI APPAREL GROBOGAN, namun dari manajemen tidak dapat memenuhi permintaan tersebut karena attitude dan performa kerja yang tidak baik. Untuk penerimaan karyawan/karyawati di perusahaan adalah hak sepenuhnya dari perusahaan sedangkan serikat atau pihak lain tidak boleh memaksa perusahaan untuk penerimaan karyawan tersebut.

Manajer produksi yang melakukan kelakuan buruk terhadap karyawan pada waktu itu sudah meminta maaf dan tidak akan mengulangi lagi.

Perusahaan akan mengumpulkan data dan akan cek kembali/hitung ulang jika ada selisih lembur yang belum dihitung. Pihak perusahaan akan membayar dalam waktu 5-6 hari.

Meeting bipartit pada tanggal 03 Februari antara pihak manajemen dan pihak serikat dilaksanakan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Dengan ini masalah antara pihak manajemen dan serikat sudah selesai, untuk kedepannya kami sepakat kerja mitra dan saling kerjasama untuk perusahaan lebih maju.

Mala menduga bahwa tanda tangannya dibutuhkan untuk pelaporan kepada auditor brand AEO (American Eagle Outfitter). Auditor membutuhkan hasil perundingan bipartit tersebut sebagai bentuk pernyataan bahwa manajemen PT Sai Apparel Grobogan telah menyelesaikan segala kasus yang terjadi. Selain dikirim kepada auditor, dokumen perundingan bipartit juga akan diserahkan kepada Disnaker Kabupaten Grobogan.

Manajemen terus memaksa Mala memberikan tanda tangan. Karena terus didesak akhirnya Mala merencanakan pelarian. Caranya dengan mengajukan izin meninggalkan ruangan untuk ke toilet. Di saat itulah Mala berlari meninggalkan tempat pertemuan. Ia lalu bersembunyi di antara lini produksi departemen cutting. Beberapa satuan pengamanan (Satpam) dikerahkan untuk mencari Mala. Mereka diperintah oleh manajemen untuk mencegat Mala. Sayangnya upaya perburuan itu sia-sia. Mala berhasil keluar dari ruang produksi dan mendarat di rumah dengan aman.

Baca juga:  MENCARI PEMECAHAN UMSK KABUPATEN BOGOR

Teror belum berhenti. Tiba-tiba sebuah pesan singkat mendarat di ponsel genggam Mala. Pesan itu dikirim melalui media sosial whatsapp oleh Chanchal Gupta. Ia mengaku dongkol dengan Mala, sebab telah jauh-jauh datang dari Semarang ke Grobogan untuk mendapatkan tanda tangan. Namun, Mala pergi meninggalkannya. Drama perburuan Mala berakhir. Jajaran manajemen gagal mendapatkan tanda tangan Mala. Esok harinya SP SPRING menggelar aksi massa di depan kantor Disnaker Kabupaten Grobogan.

Saat itu Senin, 6 Februari 2023. Pengurus SP SPRING bersama aliansi Persatuan Buruh untuk Grobogan (PUBG) melakukan aksi massa di depan kantor Disnaker Kabupaten Grobogan. Aksi massa tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap SP SPRING dan mendesak manajemen Sai Apparel Grobogan membayarkan kasus upah lembur.

Setelah berorasi di depan gedung Disnaker Kabupaten Grobogan, massa aksi diminta memasuki ruangan untuk bermediasi dengan Kepala Disnaker bernama Teguh Harjokusumo. Ketika sesi pembahasan kasus pemecatan Muhammad Rosidi, pihak Disnaker mengatakan bahwa SP SPRING telah menyepakati ketujuh poin perundingan bipartit yang dibuat oleh manajemen PT Sai Apparel Grobogan. Mendengar pernyataan itu, Mala sontak kaget. Mala membantah informasi tersebut.

“Waktu itu mediasikan, sama SP PUBG. Pihak Disnaker bilang Mbak Mala itu sudah tanda tangan rapat bipartit. Saya kaget, bahwa tujuh poin itu berkasnya sudah sampai ke Disnaker Provinsi Semarang dan juga Disnaker Kabupaten Grobogan. Lalu, saya utarakan di depan umum ketika audiensi. Saya bilang, saya tidak pernah tanda tangan. Ini namanya pemalsuan. Saya akan bawa ini ke Provinsi Semarang,” ingat Mala sewaktu kejadian perundingan dengan pihak Dinasker Kabupaten Grobogan.

Namun, pernyataan Mala tidak dianggap serius oleh Teguh Harjokusumo. Kepala Disnaker justru mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan Mala. “Mungkin Mbak Mala lupa. Coba diingat-ingat,” kata Mala menirukan ucapan Teguh yang berusaha membela perusahaan.

Mala pun geram. Pernyataannya dianggap seperti igauan oleh Kadisnaker. Padahal, manajemen PT Sai Apparel Grobogan telah melakukan pemalsuan tanda tangan. Tidak tinggal diam, Mala melakukan konfirmasi ulang kepada Satwasker Provinsi Semarang mengenai berkas bipartit yang dikirimkan oleh manajemen Sai Apparel Grobogan. Pihak Satwasker membenarkan mengenai pengiriman berkas tersebut. Mendengar itu, Mala kembali menepis kebenaran informasi dan menekankan bahwa manajemen Sai Apparel telah melakukan pemalsuan tanda tangan. Namun pihak Satwasker hanya memberikan usulan seperti wejangan kepada Mala.

“Oke nanti kami juga bantu komunikasi. Tapi urusan seperti ini antara pengurus serikat dengan perusahaan, jadi pengaduannya harus ke Dinas Ketenagakerjaan Grobogan,” ucap Mala mengutarakan ucapan Satwasker yang terkesan melemparkan tanggung jawabnya.

Satwasker tidak memberikan sikap tegas, apalagi melakukan upaya pemeriksaan secara langsung. Sebaliknya, Satwasker melempar pengaduan kepada Disnaker Kabupaten Grobogan. Mala pun menyudahi pelaporan. Hasil mediasi dengan Disnaker Kabupaten Grobogan menghasilkan empat poin perjanjian bersama

Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Grobogan harus menjamin secara keseluruhan kelayakan kerja bagi para pekerja.

Untuk menjamin asas kebebasan berserikat bagi buruh.

Bayarkan upah lembur bagi pekerja/buruh PT. Sai Apparel Industries Grobogan.

Hapuskan sistem kerja kontrak di Kabupaten Grobogan.

Keempat poin tersebut lalu ditandatangani oleh pihak Disnaker dan perwakilan PUBG sebagai dokumen perjanjian bersama. Massa aksi kemudian pergi meninggalkan ruang pertemuan.

Esok harinya, 7 Februari 2023 Mala kembali dipanggil oleh tiga manajemen pabrik Sai Apparel grobogan. Ketiga orang tersebut merupakan orang yang sama kala mengajak Mala untuk berunding pada 4 Februari 2023. Para manajemen kembali menekan Mala untuk memberikan tanda tangan sebagai bentuk persetujuan hasil perundingan bipartit. Tidak hanya menekan Mala, Chanchal juga memberikan pernyataan ancaman kepada Mala.

“Mbak Mala kenapa tidak mau tanda tangan bipartit?” Tanya Chanchal Gupta. “Ya saya enggak setuju. Rosid harus kembali,” jawab Mala. “Ya enggak bisa Mbak Mala! Rosid enggak bisa kembali. Ya udah kalau gitu, saya tidak akan tanda tangan kontrak Mbak Mala,” ancam Chanchal Gupta. “Iya, silahkan Pak. Kalau tidak mau tanda tangan,” balas Mala.

Ancaman tidak memperpanjang kontrak kerja membuat Mala berpikir ulang. Bukan karena Mala takut dipecat, melainkan ancaman Chanchal Gupta membawa ingatan Mala melihat nasib anggota dan pengurus lainnya yang kontrak kerja mereka akan segera habis pada waktu yang sama. Mala dalam situasi dilema. Ia lalu meminta jeda kepada manajemen untuk berpikir ulang. Waktu jeda lalu dimanfaatkan Mala untuk menemui para anggota yang akan habis kontrak.

Mala dengan cepat menyebar informasi kepada seluruh anggota. Ia hendak melakukan pendataan siapa saja anggota dan pengurus yang akan habis kontrak. Totalnya sebanyak delapan orang buruh yang kontraknya akan segera habis. Satu per satu anggota tersebut ia temui untuk memastikan informasi. Semua orang mengatakan, bahwa mereka telah mengumpulkan seluruh berkas perpanjangkan kontrak pada tiga minggu sebelum waktu habis kontrak. Namun, menurut para anggota mereka tidak mendapatkan informasi gamblang tentang kejelasan status perpanjangan kontrak.

Semua informasi telah Mala kumpulkan. Ia pun kembali memasuki ruangan pertemuan. Kini giliran Mala yang memberikan desakan kepada manajemen.

“Bapak kenapa pengurus saya tidak diperpanjang? Padahal sudah dikumpulkan tiga minggu sebelumnya?” Tanya Mala kepada Chanchal.

“Kamu mau diperpanjang semua pengurusmu? Ya udah sini mana? Mana berkasnya?” Cecar Chanchal.

Saat itu Mala mengaku tidak membawa berkas para anggota. Sebab, berkas tersebut telah diberikan kepada salah seorang bagian recorder–bagian kerja yang bertugas melakukan pencatatan terkait administrasi perpanjangan kontrak dan pencatatan lembur. Mendengar jawaban Mala, Chanchal segera memerintahkan untuk mencari orang tersebut.

Butuh waktu beberapa jam untuk mencari berkas tersebut. Singkat cerita, dokumen tersebut berhasil ditemukan. Semua dokumen berada di atas meja kerja Pak Saji. Segera, Chanchal memberikan tanda tangan perpanjangan kontrak kerja kepada delapan anggota SP SPRING, termasuk juga perpanjangan kontrak kepada Mala. Setelah semua dokumen ditandatangani, Mala akhirnya menandatangani kesepakatan tujuh poin perundingan.

Malam itu saat pertemuan dengan kami, tiba-tiba suara Mala terbata-bata dan napasnya mendadak tersengal-sengal. Kedua tangan Mala sibuk mengusap pipi kiri dan kanan. Air yang semula bertengger di kelopak mata mengalir. Tak lama kedua tangan Mala menutupi wajahnya. Malam itu Mala menangis. Sepanjang jalan menuju rumah Mala menangis, setelah menandatangani hasil perundingan bipartit sepihak itu. Mala dihantui rasa bersalah karena tidak mampu mempertahankan Muhammad Rosidi. Berkali-kali ia juga meminta maaf kepada Rosidi dalam setiap potongan cerita yang disampaikan.

Cerita intimidasi Mala berkelindan dengan praktik kekerasan ekonomi yang dialami oleh Muhammad Rosidi. Sebab, keputusan manajemen Sai Apparel Industries Grobogan untuk memecat Rosidi berdampak terhadap sumber pendapatan. Lantaran, Rosidi merupakan pencari nafkah bagi keluarganya.

Selain bentuk kekerasan ekonomi, status kerja kontrak buruh PT Sai Apparel Industries Grobogan merupakan bentuk kontrol terhadap buruh yang tengah memperjuangkan hak untuk perbaikan kondisi kerja. Penaklukan atau kontrol pada cerita kasus Mala hanya bisa berjalan dalam relasi kuasa yang timpang dan kultur patriarki yang diwakili oleh manajemen pabrik. Oleh karena itu, kasus ini juga merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh Mala. Faktor penyebab tersebut juga berdampak terhadap proses perundingan bipartit di tingkat pabrik yang tidak akan pernah berjalan setara.

Selain praktik ketidakadilan gender, cerita Mala juga merupakan wujud pemberangusan serikat buruh (union busting) terhadap hak kebebasan berserikat dan hak berunding bersama sesuai dengan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 dan Konvensi ILO Nomor 98 tahun 1949.

Manajemen Pabrik Antiserikat Buruh

PT Sai Apparel Industries merupakan pabrik garmen yang berlokasi di jalan Semarang – Godong km 39, Desa Harjowinangun, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, 58162. Pabrik ini merupakan perluasan bisnis (ekspansi) dari PT Sai Apparel Industries yang berlokasi Semarang. Sai Apparel Grobogan berdiri di tahun 2021 dan memulai aktivitas produksinya pada Desember 2021.

Di PT Sai Apparel Grobogan terdapat dua serikat buruh. Serikat pertama Kesatuan Serikat Pekerja Sai Apparel (KSPS) yang berafiliasi dengan Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN). Sedangkan serikat yang kedua bernama SP SPRING (Serikat buruh Sai Apparel Industries Grobogan) yang merupakan serikat tingkat pabrik yang belum berfederasi. SP SPRING tercatat di Disnaker Kabupaten Grobogan pada 19 Desember 2022, dengan nomor bukti pencatatan 01/Pct/Op/XII/2022.

Meskipun SP SPRING belum berfederasi, mereka telah menyatakan diri bergabung ke dalam Persatuan Buruh untuk Grobogan (PUBG). Status PUBG hari ini, masih berbentuk aliansi serikat buruh lintas pabrik di Kabupaten Grobogan. Setelah nantinya terpenuhi syarat dan prosedur pendirian federasi, PUBG menyatakan akan melegalkan PUBG sebagai federasi yang tercatat di kantor Dinas Ketenagakerjaan.

Komposisi keanggotaan dan pengurus serikat KSPS, sebagian besar merupakan buruh dengan jabatan: supervisor, feeder, dan recorder (admin pendataan karyawan). Berbeda dengan keanggotaan dan kepengurusan SP SPRING, yang seluruhnya merupakan tingkatan operator. Perbedaan komposisi kepengurusan serikat yang signifikan pada akhirnya juga menunjukan pola-pola diskriminasi terhadap kebebasan berserikat, khususnya bagi SP SPRING.

Baca juga:  JAKARTA KEMBALI TERAPKAN PSBB, PHK MASSAL MEMBAYANG DI DEPAN MATA

Kendati serikat buruh SP SPRING telah berdiri di tingkat pabrik, bukan berarti masalah kebebasan berserikat selesai. Justru, kini persoalan lainnya datang dari pihak manajemen pabrik PT Sai Apparel Industries Grobogan. Pihak manajemen pabrik tampak membatasi aktivitas serikat SP SPRING di dalam pabrik. Sikap tersebut ditunjukkan dalam beberapa bentuk.

Pertama, pengurus tidak diberikan fasilitas kantor. Sementara, serikat buruh lain yakni KSPS mendapatkan fasilitas kantor di dalam pabrik. Padahal, pengurus SP SPRING sudah mengajukan permintaan fasilitas kantor serikat buruh melalui mekanisme perundingan bipartit. Namun, pihak manajemen meminta kepada para pengurus SP SPRING untuk menunggu, karena manajemen pabrik sedang melakukan pembangunan gedung baru. Anehnya, pihak manajemen tidak menjelaskan secara pasti kapan proses pembangunan selesai. Sebaliknya, pihak manajemen menawarkan kepada pengurus SP SPRING untuk menggunakan ruang yang sama dengan serikat KSPS. Ruang tersebut nantinya akan disekat menjadi dua. Pengurus SP SPRING menolak tawaran tersebut.

Kedua, pihak HRD pernah mengatakan kepada Ketua SP SPRING Mala bahwa buruh tidak diperbolehkan untuk melakukan aksi demonstrasi di dalam pabrik. Pihak manajemen melarang tindakan demonstrasi lantaran dikhawatirkan akan mengarah kepada tindakan perusakan.

Ketiga, pengurus SP SPRING dilarang untuk mengikuti kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh organisasi sipil TURC pada 12 November 2022 di kota Pekalongan. Alasan pihak manajemen, bahwa pengajuan surat dispensasi mepet. Padahal, pengurus mengaku sudah mengajukan surat izin tiga hari sebelum acara kegiatan.

Keempat, pihak HRD juga pernah mengatakan, bahwa Mala dan pengurus serikat lainnya boleh mensosialisasikan kegiatan serikat buruh di line produksi. Namun, setelah pengurus melakukan sosialisasi di line produksi, justru supervisor dan feeder, malah melarang buruh yang belum ikut serikat bergabung ke dalam SP SPRING. Tidak hanya melarang kegiatan sosialisasi, bahkan jajaran supervisor dan feeder, juga menyebarkan isu-isu yang tidak sesuai: “SP SPRING adalah serikat palsu, SP SPRING merupakan organisasi ilegal, dan serikat buruh yang diizinkan dari perusahaan hanyalah KSPS”.

Kelima, selain praktik-praktik diskriminasi yang dilakukan oleh para supervisor dan feeder, tindakan mengeksklusi anggota SP SPRING juga dilakukan. Beberapa bentuk-bentuk tersebut, yaitu: pertama, sebagian anggota tidak diperpanjang kontrak kerjanya karena diketahui bergabung menjadi anggota SP SPRING. Kedua, buruh dibuat tidak nyaman dalam bekerja dengan cara disuruh mengerjakan pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan uraian penugasan dalam kontrak kerja atau dipindahkerjakan ke posisi yang lebih rendah, seperti yang terjadi pada Muhammad Rosidi.

Keenam, pihak HRD bernama Wiji melarang SP SPRING melakukan sosialisasi serikat buruh ketika jam kerja. Sementara serikat lain yang diwakili oleh supervisor dan feeder boleh melakukannya ketika jam kerja.

Ketujuh, manajemen pabrik kerap menggunakan praktik mutasi dan demosi kepada para pengurus SP SPRING. Mutasi dan demosi digunakan sebagai kontrol kepada buruh yang terindikasi atau terbukti bergabung dengan SP SPRING. Praktik mutasi dilakukan dengan cara memindahkan seseorang dari satu lini produksi atau ke departemen lainnya yang tidak sesuai dengan kontrak kerja. Praktik ini dilakukan untuk membuat buruh menjadi pasif atau alienasi dari relasi sosial yang sudah terbentuk. Sehingga, buruh hanya akan fokus bekerja untuk mencapai target produksi.

Disnaker Mengintervensi SP SPRING

Selain kasus pemutusan hubungan kerja sepihak dengan alasan yang terkesan dibuat-buat oleh manajemen pabrik, kasus lainnya juga terjadi sewaktu SP SPRING hendak mendirikan serikat buruh di pabrik. Dalam proses pengurusan pencatatan, ada upaya menghalang-halangi kebebasan berserikat yang dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Grobogan.

Upaya menghalang-halangi ditunjukan dari lamanya proses pencatatan yang memakan waktu kerja selama enam bulan. Padahal, dalam Keputusan Menteri Nomor 16 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat buruh/Serikat Buruh, proses pencatatan dilakukan paling lama selama 21 hari.

Peristiwa tersebut terjadi di tahun 2022 lalu. Kala itu para pengurus SP SPRING mengajukan surat pencatatan kepada Disnaker Kabupaten Grobogan pada 20 Juli 2022. Permohonan berkas pencatatan serikat diserahkan pada bagian yang berwenang di Disnaker. Saat itu petugas yang menjabat bernama Wigati. Setelah berkas permohonan masuk, tidak lama kemudian surat penangguhan proses pencatatan dikeluarkan. Wigati mempersoalkan isi kalimat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi serikat buruh. Ia mempersoalkan beberapa hal tentang: rapat pergantian antarwaktu dan rapat pengurus dua mingguan yang dilakukan melalui mekanisme rapat pleno. Sebaliknya, pihak Disnaker menyuruh agar mekanisme rapat pleno diubah dengan mekanisme musyawarah tiga tahunan.

Para pengurus SP SPRING merasa bahwa Wigati melakukan intervensi terhadap mekanisme internal organisasi. Di sisi lain, surat penangguhan yang dikeluarkan bukan karena alasan substansial seperti ketidaklengkapan berkas. Proses pencatatan pun menjadi berlarut-larut. Para pengurus SP SPRING merasa pihak Dinas memperdebatkan hal teknis. Singkat cerita, Wigati pun diganti dengan salah seorang petugas lainnya bernama Saumi. Bersamaan dengan pergantian petugas tersebut, Surat Keterangan (SK) pencatatan pendirian serikat SP SPRING pada akhirnya dikeluarkan di bulan Desember 2022.

Simpulan

Hak berserikat dan hak berunding bersama diatur dalam Konvensi International Labor Organisation (KILO) Nomor 87 Tahun 1948 dan KILO Nomor 98 Tahun 1949. Kedua konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 83 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956.

Penjelasan lebih lengkap terhadap KILO Nomor 87 dan Nomor 98 dapat dilihat dalam dokumen Kebebasan Berserikat: Intisari Keputusan-keputusan dan Prinsip-prinsip Komite Kebebasan Berserikat Badan Pimpinan ILO. Aspek terpenting dari pelaksanaan kedua konvensi tersebut adalah perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Termasuk juga kebebasan berserikat yang merupakan bentuk dari kebebasan sipil.

Kebebasan berserikat hanya dapat dilaksanakan dalam kondisi yang menghormati hak-hak mendasar: terkait dengan hidup manusia dan keselamatan pribadi. Begitu pula juga dengan hak-hak berorganisasi, yang hanya bisa dilaksanakan dalam suasana dan kondisi yang bebas dari kekerasan, tekanan, dan ancaman dalam bentuk apapun bagi seluruh anggota organisasi di dalamnya. Organisasi serikat buruh tidak akan berkembang dan maju, apabila hidup dalam suasana yang penuh kekerasan dan ketidakpastian. Hak berunding merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip kebebasan berserikat. Oleh karena itu, kebebasan berserikat merupakan prasyarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan perundingan yang sejati.

Ancaman manajemen kepada pimpinan pengurus SP SPRING dalam bentuk tidak memperpanjang kontrak kerja merupakan pelanggaran terhadap substansi kebebasan berserikat. Juga, pemalsuan tanda tangan yang dilakukan manajemen dan sikap pejabat Disnaker yang menyepelekan kasus pemalsuan tanda tangan merupakan bagian dari perampasan hak berunding secara bebas dan perampasan hak privasi.

Kasus pemberhentian Muhammad Rosidi yang merupakan pengurus serikat merupakan bentuk pemberangusan serikat. Intisari kebebasan berserikat menegaskan, seseorang yang menjabat sebagai pengurus serikat buruh tidak boleh diberhentikan atau mengalami pemecatan, kecuali dia melakukan kesalahan yang dikategorikan serius. Sementara, kasus Muhammad Rosidi tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran serius: hanya  karena dalih attitude dan performa kerja yang buruk. Kasus Rosidi lebih tepat dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin kerja.

Keengganan Satwasker dan Disnaker untuk memeriksa ketepatan penggunaan hubungan kerja waktu tertentu dalam jenis dan sifat produksi di PT Sai Apparel hingga terjadinya pelucutan hak-hak buruh merupakan bentuk pembiaran. Pejabat negara membiarkan (by omission) praktik jam molor, kekerasan berbasis gender dan hubungan kerja waktu tertentu yang menyalahi peraturan perundangan.

Terdapat aspek esensial yang menjadi prinsip di dalam perundingan kolektif: bebas dan sukarela. Perundingan bersifat sukarela artinya dilakukan atas kesepakatan dua belah pihak. Maka, seluruh pihak dianggap otonom atau berdaulat terhadap dirinya atau organisasinya masing-masing.

Pada kasus Mala, manajemen PT Sai Apparel Industries Grobogan menggunakan status kerja kontrak sebagai alat untuk melakukan penekanan terhadap pengurus serikat buruh. Manajemen pabrik hanya akan menandatangani kontrak kerja, apabila Mala–yang juga merupakan ketua serikat–mau memberikan tanda tangan kesepakatan perundingan bipartit.

Pertama, peristiwa tersebut cukup untuk mengatakan, bahwa Mala berada dalam paksaan dan di bawah ancaman pihak manajemen. Maka, dengan begitu perjanjian yang dibuat batal atau tidak berlaku. Sebab, kesepakatan yang terjadi telah melanggar salah satu asas di dalam KUHPerdata, yaitu asas perikatan dalam Pasal 1320. Perikatan hanya dapat dicapai apabila prinsip sukarela dan kebebasan dipenuhi.

Kedua, perumusan tujuh poin kesepakatan yang dibuat secara sepihak dan paksaan Mala untuk menandatangani hasil perundingan bipartit, merupakan tindakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan berserikat dan berunding. Ketiga, kasus pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh manajemen PT Sai Apparel Industries Grobogan dapat dilihat sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip kejujuran dalam proses perundingan bersama.

Penulis Syaukani Ichsan

Telah dipublish di Majalah Sedane