PERNYATAAN SIKAP

PERWAKILAN PEREMPUAN PENGURUS SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

TINGKAT PABRIK GARMEN, TEKSTIL, DAN ALAS SEPATU DI WILAYAH DKI

JAKARTA, BANTEN, JAWA BARAT, DAN JAWA TENGAH

PENUHI TANGGUNG JAWAB NEGARA PADA PENGHAPUSAN KEKERASAN DAN PELECEHAN BERBASIS GENDER DI DUNIA KERJA

Jakarta, 27 November 2023

Pada hari ini, kami perwakilan perempuan pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) tingkat pabrik tekstil, garmen, dan alas sepatu (TGSL) dari 4 (empat) wilayah yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah melakukan audiensi ke Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk mendiskusikan serta memberikan informasi kepada Komisioner Komnas Perempuan mengenai data dan berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender, serta ragam pelanggaran hak maternitas yang terjadi di dunia kerja di pabrik-pabrik sektor TGSL.

Data yang kami bawa adalah data Survei Kelayakan Kerja yang berhasil dikumpulkan oleh program inisiatif yang bernama Makin Terang: Meningkatkan Pekerjaan dan Keterwakilan Pekerja di Indonesia. Program ini dijalankan oleh SP/SB kami yaitu Serikat Pekerja Nasional (SPN), TSK SPSI, dan GARTEKS KSBSI, serta organisasi pendukung gerakan SP/SB di Indonesia yakni Trade Union Rights Centre (TURC), Gajimu.com, WageIndicator Foundation, dan FNV Mondiaal.

Survei Kelayakan Kerja tahun 2022 dari program ini, memperoleh hasil survei dari sebanyak 4.529 responden pekerja di 149 pabrik sektor TGSL di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Adapun temuan survei pada berbagai pelanggaran dan ketidakpatuhan aturan ketenagakerjaan terkait Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender di Dunia Kerja adalah sebagai berikut:

Laporan Pelecehan Seksual dalam 1 tahun terakhir 1.    Dari 149 pabrik yang disurvei, pada 6 pabrik dilaporkan pernah terjadi kasus pelecehan seksual di tempat kerja. 1 pabrik di Banten dan 5 pabrik di Jawa Barat.

2.    Berdasarkan jumlah responden 194 dari 3.819 responden (atau artinya 1 dari 20 responden) melaporkan pernah terjadi kasus pelecehan seksual di tempat kerja.

Pemenuhan Cuti Haid Dari 149 pabrik yang disurvei, 44 pabrik dilaporkan tidak memberikan cuti haid untuk pekerja. perempuan. 7 pabrik di Banten, 1 di DKI Jakarta, 20 di Jawa Barat, 11 di Jawa Tengah, dan 5 di DI Yogyakarta
Pemenuhan 3 Bulan Cuti

Melahirkan

62 dari 4.388 responden (1,4%) menyatakan perusahaan tidak mematuhi ketentuan cuti melahirkan
Pembayaran Upah Penuh selama Cuti Melahirkan 252 dari 4.181 responden (6%) melaporkan perusahaan tidak membayar upah penuh selama cuti melahirkan
Pemenuhan Cuti Ayah selama 2 hari 195 dari 4.081 responden (4,8%) menyatakan perusahaan tidak menyediakan cuti ayah (cuti bagi pekerja yang istrinya melahirkan atau gugur kandungan)
Pembayaran Upah Penuh selama Cuti Ayah 208 dari 3.988 responden (5,2%) melaporkan perusahaan tidak membayar upah penuh selama cuti ayah
Penyediaan Fasilitas Ruang Menyusui 998 dari 3.861 responden (25,8%) menyatakan bekerja di perusahaan yang tidak menyediakan fasilitas ruang menyusui
Pemenuhan Waktu Istirahat untuk Menyusui 601 dari 3.792 responden (15,8%) melaporkan perusahaan tidak memberikan waktu istirahat untuk menyusui

Sementara berdasarkan pengalaman yang kami alami di tempat kerja, bentuk-bentuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender, berupa:

  1. Diskriminasi; perbedaan struktur dan skala upah antara pekerja laki-laki dan perempuan, kenaikan jabatan hanya untuk laki-laki, karena jabatan/posisi yang rendah perempuan rentan mendapat sanksi, dan kesulitan mendapat dispensasi mengikuti kegiatan serikat bagi perempuan pengurus SP/SB.
  2. Hak kesehatan reproduksi; persyaratan cuti haid dipersulit, haid dikategorikan sebagai penyakit sehingga harus ada surat dokter, karena dianggap terus-menerus sakit pekerja diwajibkan memeriksakan diri ke dokter kandungan, terjadi pemeriksaan dengan cara pelecehan seksual, cuti haid diganti uang, cuti haid memotong cuti tahunan, premi hadir dipotong karena mengambil cuti haid dan dipersoalkan karena tidak memenuhi target.

Hak maternitas; ancaman PHK karena hamil, PHK saat hamil dengan alasan kontrak habis atau melakukan pelanggaran kerja, pekerjaan berat untuk pekerja hamil, ruang laktasi sempit, tanpa fasilitas dan hanya sekedar memenuhi persyaratan, tempat penitipan anak hampir tidak ada.

3.    Kekerasan dan pelecehan

Verbal; cacian, makian, bentakan, ancaman, perundungan, intimidasi, pelecehan seksual melalui media sosial dan layanan pesan online.

Fisik; lemparan menggunakan bahan produksi, tendangan, bahkan pembunuhan karena menolak menjalin hubungan dengan atasan.

Psikologis; diancam dan diintimidasi hingga menimbulkan cemas, stres, frustasi, dan depresi.

  1. Kekerasan ekonomi; lembur tak dibayar, dipaksa lembur dan harus mengambil waktu istirahat untuk memenuhi target dan diancam dengan Surat Peringatan, upah dipotong 50% dan dirumahkan mulai sejak COVID-19 dan berlanjut hingga hari ini.

Tentu saja sebagai organisasi SP/SB yang menjadi harapan pekerja/buruh untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, kami tidak tinggal diam. Berbagai upaya dan strategi pembelaan telah kami lakukan, seperti:

  1. Membawa kasus ke perundingan bersama dengan manajemen, termasuk di beberapa pabrik berhasil diperjanjikan di dalam perjanjian bersama, risalah perundingan, dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
  2. Mendorong perusahaan untuk memberi sanksi bagi pelaku.
  3. Melaporkan kejadian kepada dinas ketenagakerjaan dan kepolisian.
  4. Mendorong Peraturan Daerah untuk pengadaan Tempat Penitipan Anak di wilayah pabrik.
  5. Mengadvokasi adanya divisi pendukung untuk mengganti pekerja inti yang mengambil cuti maternitas.
  6. Serikat aktif dalam perundingan kolektif dalam pelibatan brands/buyer untuk mendorong perbaikan kondisi kerja

Namun tentu saja, hal-hal di atas adalah upaya parsial dan sementara, yang membutuhkan penguatan sejumlah kebijakan Negara dan komitmen pemenuhan tanggung jawab Negara pada penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. Oleh karena itu, melalui audiensi ini kami meminta kepada Komnas Perempuan, lembaga Negara yang diberi mandat untuk meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan, untuk:

  1. Merekomendasikan kepada negara untuk merevisi durasi cuti melahirkan dari 12 minggu menjadi 14 minggu dan gugur kandungan dari 6 minggu menjadi 7 minggu dengan tetap menerima upah penuh, sesuai Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000 tentang Hak Maternitas.
  2. Merekomendasikan kepada negara untuk merevisi durasi cuti ayah (pekerja yang istrinya melahirkan atau gugur kandungan) dari 2 hari menjadi 7 hari untuk mendampingi, menjaga, mengasuh, untuk menjaga kondisi fisik dan mental dengan tetap menerima upah penuh.
  3. Merekomendasikan kepada negara untuk memastikan penegasan aturan larangan bagi pekerja hamil untuk bekerja pada malam hari dan melakukan pekerjaan yang berbahaya sejak masa awal kehamilan.
  4. Merekomendasikan kepada negara untuk mencabut persyaratan sakit dalam ketentuan pekerja perempuan untuk mendapat cuti haid.
  5. Merekomendasikan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi dokter lainnya agar menjamin profesi dokter memahami hak maternitas dan kesehatan reproduksi, khususnya cuti haid, untuk menjamin hak kesehatan reproduksi pekerja perempuan.
  6. Merekomendasikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI dalam hal ini Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan untuk menegakan aturan ketenagakerjaan dan memastikan sanksi pidana bagi ketidakpatuhan perusahaan pada pelanggaran terhadap norma kerja.
  7. Merekomendasikan kepada negara untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
  8. Merekomendasikan kepada Komnas Perempuan untuk melakukan pemantauan secara rutin pada kasus-kasus kekerasan dan pelecehan berbasis gender di dunia kerja.

Demikian pernyataan sikap dan sejumlah rekomendasi kepada Komnas Perempuan ini kami sampaikan demi kerja layak dan bebas dari kekerasan berbasis gender bagi semua!

Hidup Buruh!

Perwakilan Perempuan Pengurus SP/SB tingkat pabrik TGSL di wilayah DKI Jakarta,

Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah

Narahubung:

  1. Nurul Huda Yulianti (085719914260)
  2. Yanti Kusriyanti (081806667011)
  3. Rifqi Zulfikar (0895347027770)

Baca juga:  MENGENAL PERPRES NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG JAMINAN KESEHATAN