(SPNEWS) Makassar, Amirullah (Ketua) dan Minggu Bulu (Wakil Ketua ) Pimpinan Serikat Pekerja (PSP) Serikat Pekerja Nasional (SPN) PT. Gunbuster Nasional Indonesia (PT GNI) ditetapkan sebagai tersangka tindak Pidana Penghasutan sebagaimana dimaksud Pasal 160 Jo. 55 KUHPidana, dengan ancaman enam tahun penjara atas peristiwa bentrokan antar pekerja yang melibatkan Tenaga Kerja Asing dan Tenaga Kerja Indonesia di Area Pabrik Smelter PT GNI pada malam hari, Tanggal 14 Januari 2023.

LBH Makassar dan PBH PERADI Makassar yang tergabung dalam Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) selaku penasehat hukum kedua tersangka menilai, penetapan tersangka Amirullah dan Minggu Bulu yang merupakan Anggota Serikat Pekerja PSP SPN PT GNI adalah bentuk Pemberangusan Serikat (Union Busting) dan Kriminalisasi terhadap Pembela HAM (Human Rights Defender) ketenagakerjaan. Sebab keduanya tidak terlibat sama sekali dalam peristiwa bentrokan yang dituduhkan.

Penetapan tersangka justru merupakan buntut dari aktivitas keduanya dalam mengadvokasi pelanggaran hak ketenagakerjaan buruh dan sejumlah kejahatan korporasi yang dilakukan oleh PT GNI. Seperti pelanggaran Hak-hak normatif pekerja, pemotongan upah secara sewenang-wenang, PHK sepihak terhadap pekerja yang berserikat (union busting), serta perusahaan yang tidak menerapkan Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti tidak menyediakan APD lengkap kepada pekerja sesuai standarisasi, jenis dan risiko kerja. Buruknya persoalan K3 bahkan telah mengakibatkan puluhan buruh meninggal akibat berbagai kecelakaan kerja seperti yang dialami oleh pekerja yakni Nirwana Selle dan I Made Defri Hari Jonathan akibat ledakan dan kebakaran tungku smelter PT. GNI.

Baca juga:  PROGRAM JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN HARUS TERDAFTAR DAN MENGIUR

Puncaknya pada 14 Januari 2023, pekerja yang tergabung dalam PSP SPN PT. GNI melakukan mogok kerja setelah PT. GNI urung memenuhi tuntutan pekerja. Mogok merupakan jalan terakhir (ultimum remedium) yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menekan pengusaha agar mau memperbaiki dan atau meningkatkan sistem pengupahan, atau kondisi-kondisi kerja dan lingkungan hidup yang lebih baik.

Penyidik terus berupaya mengaitkan bentrokan pekerja yang terjadi pada malam hari dengan mogok kerja PSP SPN PT. GNI yang telah berakhir atau selesai pada pukul 17.00 Wita. Padahal mogok kerja yang dilakukan berakhir dengan damai dan dikawal langsung oleh Kapolres dan Kasat Intel Polres Morowali Utara.

Baca juga:  KONSOLIDASI dengan BUKA PUASA BERSAMA

Mogok kerja diakui sebagai Hak Asasi Pekerja berdasar Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 dan Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 yang diikuti dengan disahkannya UU No. 21 Tahun 2002 tentang Serikat Pekerja/serikat Buruh. Dalam konteks Indonesia, mogok kerja diakui sebagai Hak Asasi Pekerja berdasarkan alasan bahwa hak pekerja untuk mogok adalah penting sebagai sarana penyeimbang dalam hubungan industrial. Sehingga semestinya Kepolisian memberikan perlindungan, bukan sebaliknya mengaitkan dengan peristiwa pidana.

“Penegakan hukum” yang dilakukan oleh aparat kepolisian justru mengindikasikan dugaan kuat ditujukan untuk meredam perjuangan buruh PT. GNI, melanggengkan pelanggaran Undang Ketenagakerjaan dan sejumlah Kejahatan Korporasi yang dilakukan oleh PT. GNI yang akan semakin berdampak buruk pada lingkungan, keselamatan dan kesejahteraan buruh.

Untuk itu, kami mendesak Kepolisian Republik Indonesia, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, dan Kepolisian Resor Morowali Utara untuk segera menghentikan kriminalisasi yang dilakukan kepada Buruh PT. GNI dan segera mencabut status tersangka dan mengeluarkan dari Tahanan Polres Morowali Utara Anggota Serikat PSP SPN PT. GNI Amirullah dan Minggu Bulu.

SN 09/Editor