SPN News – Pekerja perempuan, tulang punggung keluarga sekaligus penggerak ekonomi bangsa, kerap kali menghadapi tantangan dan risiko yang lebih besar dalam dunia kerja. Meski sejumlah regulasi telah hadir, kesenjangan dalam implementasi dan diskriminasi yang masih mengakar, membuat perlindungan pekerja perempuan belum sepenuhnya terwujud. Artikel ini menyoroti isu perlindungan pekerja perempuan di Indonesia, dengan menilik berbagai aspek dan tantangan yang dihadapi.

Landasan Hukum dan Realita Lapangan:

Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan sejumlah Keputusan Menteri Tenaga Kerja telah memberikan berbagai bentuk perlindungan khusus bagi pekerja perempuan. Hak cuti haid, hamil, dan bersalin, larangan PHK karena menikah, hamil, dan bersalin, hingga fasilitas khusus menyusui, adalah beberapa bentuk regulasi yang bertujuan menjamin kelangsungan karier dan kesehatan reproduksi perempuan.

Namun, realita di lapangan tidak selalu sejalan dengan regulasi. Keterbatasan pemahaman pengusaha, sistem pengawasan yang belum optimal, hingga norma-norma sosial yang diskriminatif, kerap menjadi hambatan implementasi. Ketidakjelasan status kerja, upah yang lebih rendah dibanding laki-laki, pelecehan seksual di tempat kerja, dan minimnya fasilitas pendukung seperti ruang menyusui, masih menjadi keluhan yang sering disuarakan pekerja perempuan.

Baca juga:  PENDIDIKAN DASAR SPN KABUPATEN MOROWALI

Dampak Kesenjangan Perlindungan:

Kesenjangan dalam perlindungan pekerja perempuan tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada produktivitas negara secara keseluruhan. UN Women atau Entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan memperkirakan, kesenjangan gender dalam dunia kerja merugikan perekonomian global hingga triliunan USD per tahun. Ketika hak dan kesehatan perempuan tidak terlindungi, maka potensi dan kontribusi mereka terhadap pembangunan juga turut terhambat.

Upaya Menuju Kesetaraan:

Untuk mencapai kesetaraan dalam dunia kerja, dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak:

  • Pemerintah: Memperkuat penegakan hukum, mendorong reformasi kebijakan yang lebih inklusif, dan meningkatkan kesadaran pengusaha mengenai pentingnya kesetaraan gender.
  • Pengusaha: Menyusun kebijakan internal yang menjamin perlindungan dan hak pekerja perempuan, menyediakan fasilitas pendukung seperti ruang menyusui dan penitipan anak, serta membangun budaya kerja yang bebas dari diskriminasi dan pelecehan.
  • Masyarakat: Menolak norma-norma diskriminatif yang menghambat kemajuan perempuan, dan mendukung peran perempuan dalam dunia kerja.
  • Perempuan Pekerja: Melengkapi diri dengan pengetahuan mengenai hak-hak dan regulasi terkait, bersuara dan melaporkan jika mengalami ketidakadilan, dan membangun jaringan solidaritas dengan sesama perempuan pekerja.
Baca juga:  KASUS COVID-19 MENINGKAT, PEMERINTAH HAPUS LIBUR NASIONAL

Perlindungan pekerja perempuan bukanlah sekedar pemenuhan hak asasi manusia, tetapi juga investasi jangka panjang bagi pembangunan negara. Oleh karena itu, perlu terus diupayakan langkah-langkah konkrit untuk menghapus kesenjangan dan mewujudkan lingkungan kerja yang adil dan inklusif bagi semua, termasuk pekerja perempuan.

Artikel ini diharapkan dapat memicu diskusi dan aksi nyata dari berbagai pihak, agar tidak ada lagi pekerja perempuan yang tertinggal dalam perjalanan menuju kesetaraan.

Ingin berkontribusi? Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan:

  • Bagikan artikel ini kepada rekan-rekan Anda.
  • Laporkan ketidakadilan yang dialami pekerja perempuan kepada instansi terkait.
  • Dukung dan ikuti organisasi-organisasi yang memperjuangkan kesetaraan gender.
  • Jadilah agen perubahan di lingkungan Anda, dengan menolak diskriminasi dan mempromosikan kesetaraan.

Bersama, kita dapat wujudkan dunia kerja yang lebih baik bagi semua.

SN-01/Berbagai Sumber