SPN News – Gig economy adalah fenomena pekerjaan berbasis tugas jangka pendek yang dimediasi oleh platform digital. Gig economy menawarkan fleksibilitas dan semangat wirausaha bagi para pekerjanya, yang disebut juga sebagai gig worker. Gig worker dapat bekerja di berbagai bidang, mulai dari ojek daring, penerjemah, penulis, hingga influencer.

Di Indonesia, gig economy mulai ramai diperbincangkan sejak kehadiran platform pengemudi ojek daring Gojek pada 2015. Sejak itu, banyak platform digital lain yang menyediakan layanan serupa atau berbeda, seperti Grab, Shopee, Tokopedia, dan lain-lain. Menurut data BPS, pekerja lepas di Indonesia sudah mencapai 46,47 juta orang atau sekitar 32% dari total angkatan kerja yang mencapai 146,62 juta jiwa pada Februari 2023.

Baca juga:  NSB/NBH DAPAT DIDUGA PENGGELAPAN DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG

Gig economy dipandang sebagai salah satu solusi di tengah resesi ekonomi global yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Banyak pekerja yang terkena PHK atau mengalami penurunan pendapatan dapat beralih menjadi gig worker untuk tetap berpenghasilan. Selain itu, gig economy juga dianggap sebagai pekerjaan masa depan, yang sesuai dengan gaya hidup dan minat generasi milenial dan Gen Z.

Namun, di balik kegemilangan gig economy, terdapat juga problematika yang perlu mendapat perhatian. Salah satunya adalah ketiadaan payung hukum yang mengatur hubungan kemitraan antara gig worker, platform digital, dan pihak ketiga yang menggunakan jasa mereka. Akibatnya, gig worker sering mengalami ketidakpastian, kerentanan, dan ketidakadilan dalam hal upah, jam kerja, perlindungan sosial, dan hak-hak lainnya.

Baca juga:  SPN KOTA MAKASAR TOLAK OMNIMBUS LAW RUU CIPTA LAPANGAN KERJA

Selain itu, gig economy juga berpotensi menjadi ruang bagi praktik eksploitasi neoliberalisme, yaitu pemilik modal yang mengendalikan para pekerja secara tidak langsung dengan memanfaatkan kerancuan istilah “kemitraan”. Dalam hal ini, platform digital dapat memaksimalkan keuntungan dengan meminimalisir tanggung jawab terhadap gig worker, yang dianggap sebagai mitra, bukan sebagai karyawan.

Oleh karena itu, diperlukan kejelasan dan kesepakatan bersama mengenai status, hak, dan kewajiban gig worker dalam ekosistem gig economy. Hal ini penting untuk menjaga kesejahteraan dan keberlanjutan gig worker, sekaligus mengembangkan potensi gig economy sebagai sektor yang berkontribusi bagi perekonomian nasional.

SN-01/Berbagai Sumber