Ilustrasi

Serikat Pekerja Rokok menggugat klaster ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi 

(SPNEWS) Jakarta, UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini yang mengajukan gugutan adalah Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM SPSI).

Dalam permohonannya, PP FSP RTMM SPSI mempemasalahkan Bagian Kedua Bab IV UU Cipta Kerja.

“Terfokus pada ada Bagian Kedua Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta kerja yaitu Pasal 59, Pasal 61 Ayat 1 huruf c, Pasal 61 a, Pasal 154, Pasal 156,” demikian yang tercantum dalam surat permohonan yang dilansir dari laman resmi www.mkri.id, (17/12/2020).

Para pemohon menilai, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28, Pasal 28D Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28H Ayat 4, Pasal 28I Ayat 2, Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945.

Baca juga:  RAPAT KERJA DPD SPN DKI JAKARTA KE IV

Selain itu, mereka menilai, berlakunya UU Cipta kerja, baik secara langsung mau pun secara tidak langsung sangat merugikan hak-hak konstitusional pekerja atau buruh yang diatur dalam UUD 1945, diantaranya pengurangan upah, penghapusan lama kontrak atau hubungan kerja dalam pola perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Kemudian, perluasan outsourcing, pengurangan pesangon, ketakutan pekerja atau buruh menjadi bagian dari serikat pekerja atau buruh dan atau menjalankan kegiatan serikat pekerja.

Adapun alasan pasal-pasal yang dimohonkan untuk diujikan dianggap melanggar UUD 1946 yakni karena muatan materinya mengurangi hak-hak dasar pekerja buruh atau serikat pekerja dari apa yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Kemudian, muatan materinya bertentangan dengan filosofi Pancasila, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pekerja atau buruh.

Baca juga:  PPKM DARURAT BERAKIBAT PHK PEKERJA MAL DI MALANG

Materinya juga dinilai menimbulkan kekosongan hukum di bidang hubungan industrial, bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang memberi mandat kepada pemerintah untuk mengatur lebih lanjut sejumlah norma dalam tingkat atau hierarki peraturan pemerintah. Selain itu, muatan materinya bertentangan dengan hak asasi manusia, dan bertentangan dengan sejumlah instrumen hukum internasional seperti konvensi ILO dan Duham.

SN 09/Editor