Gambar Ilustrasi

Kenaikan kekerasan dalam rumah tangga di Kalimantan Timur meningkat akibat dari banyaknya kasus PHK

(SPN News) Samarinda, Tren kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat selama pandemik virus covid-19 di Kalimantan Timur. Demikian dikatakan dosen psikologi dari Universitas Mulawarman, Ayunda Ramadhani.

“Iya memang meningkat. Sejumlah faktor mempengaruhi, salah satunya PHK (pemutusan hubungan kerja) selama pandemik ini,” terangnya saat dikonfirmasi (31/7/2020).

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat ada 252 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga Juli 2020 di Kaltim. Meski demikian dari ratusan kasus ini korbannya tak hanya perempuan, tapi juga laki-laki. Persisnya 41 laki-laki dan 237 perempuan. Ayunda pun tak menampik fakta tersebut. Pasalnya dari PHK saat pandemik Covid-19 ini kemudian berujung kepada kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga.

Baca juga:  PHK WARTAWAN TANPA PESANGON, PT PIKIRAN RAKYAT HARUS BAYAR RP 141 JUTA

“Mulanya stres karena PHK, ditambah anak yang jenuh belajar dari rumah. Ketika kuota internet habis, anak merengek, sementara uang terbatas, ujungnya amarah naik kemudian terjadi kekerasan,” tegasnya.

Masih dari data yang sama. Untuk lokasinya 147 kasus kekerasan pada perempuan dan anak sering terjadi dalam rumah tangga, sisanya sekolah, lembaga pendidikan kilat hingga fasilitas umum. Ironisnya dari rerata usia, paling banyak mengalami kekerasan ialah remaja dengan rentang 13-17 tahun sebanyak 104 kasus, disusul usia 25-44 dengan 73 perkara, kemudian 6-12 tahun sebanyak 45 kejadian. Dan dari data ini juga diketahui jika pelaku paling banyak berjenis kelamin laki-laki yakni 160 kejadian dan perempuan sebanyak 16 orang.

Baca juga:  PELATIHAN MEDIA DAN KOMUNIKASI INDUSTRIALL

“Dan tren kasus kekerasan ini naik terus. Dalam sehari saya bisa terima 4 kali konseling,” tuturnya.

Dia menambahkan, solusi dari permasalahan ini adalah kontrol dari masing-masing pihak. Entah dari bapak atau ibu sebagai orangtua. Anak tak bisa berbuat banyak kecuali sudah bisa mengerti, lazimnya remaja. Masalah tak bisa dihindari tapi ketika itu hadir selalu ada jawaban.

“Kenali sumber yang bisa bikin marah, jangan sampai persoalan sepele bikin runyam semuanya. Dan ingat tetangga juga bisa ikut mengawasi,” pungkasnya.

SN 09/Editor