​UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) : “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Dewan Majelis Umum PBB melalui sebuah resolusi yang disahkan pada 1993, secara resmi menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia dan meminta semua negara anggota untuk memperingati momen tersebut. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan tentang kebutuhan untuk memberantas kemiskinan di semua negara, khususnya negara berkembang. Saat ini,  pemberantasan kemiskinan telah menjadi sebuah kebutuhan mendesak dalam program pembangunan.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti, pangan, sandang, papan, pelayanan pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan secara umum merupakan sebuah pengertian yang kompleks, di mana umat manusia bergelut dengannya. Karena, ada banyak faktor yang melahirkan kemiskinan mulai dari faktor-faktor alam seperti, kekeringan dan bencana alam, sampai faktor-faktor manusia seperti, perang, eksploitasi sumber daya manusia, dan monopoli kekayaan semua ini dapat menjadi pemicu timbulnya kemiskinan di masyarakat.

Apa hubungannya dengan kaum buruh ?, 10 hari yang lalu dibulan yang sama kaum buruh baru saja memperingati Hari Kerja Layak sedunia. Hal ini jelas berkaitan erat dengan peringatan hari ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan juli 2017 menunjukkan bahwa 27,77 juta (10,64%)  penduduk Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan.  Para keluarga miskin menghadapi banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak mampu memberi pelayanan yang baik kepada anak-anak dan memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga serta memberi keamanan dan akses pendidikan. Keluarga miskin  termasuk kelompok yang paling rentan dalam krisis sosial dan ekonomi di sebuah negara.

Baca juga:  KEBEBASAN BERISERIKAT DI TEMPAT KERJA: HAK YANG HARUS DILINDUNGI

Kemiskinan tentu saja lebih luas bukan hanya sekedar tidak memiliki harta dan berpendapatan rendah.  Salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan di Indonesia adalah rendahnya upah buruh. Bagaimana mungkin buruh bisa beranjak dari jurang kemiskinan ketika upah minimum saja ditangguhkan (bahkan tata caranya pun diatur oleh pemerintah itu sendiri) , ketika secara bersamaan upah minimum ditetapkan maka semua harga bahan kebutuhan serentak naik.

Bagaimana ketika itu yang dinamakan jaminan sosial tapi tetap harus membayar,  bagaimana dengan berbagai subsidi (TDL, BBM, dll ) yang akhirnya harus dicabut sehingga mengakibatkan harga menjadi tinggi. Dan semua itu berdampak langsung terhadap semua warga negara tidak terkecuali BURUH. Inilah kenyataannya INDONESIA.

Baca juga:  DERITA RIANTI AKIBATNYA TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS KETENAGAKERJAAN

Beberapa hari yang lalu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendorong pihak pemerintah untuk meningkatkan  daya beli masyarakat. Padahal sadar atau tidak mereka (APINDO dan Pemerintah) adalah penyebab turunnya daya beli masyarakat itu sendiri. Pemerintah dengan berbagai kebijakannya yang pro pengusaha ternyata telah membuat susah pemerintahan itu sendiri. Dan tidak lain, yang menjadi korban adalah warga negaranya sendiri yang merupakan tanggung jawabnya.

Momentum ini harusnya menjadi titik tolak bagi pemerintah untuk berfikir bagaimana mensejahterakan rakyatnya. Mengingat hak atas pekerjaan dan upah yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak bagi seluruh rakyat Indonesia seperti tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (2) yang berbunyi  Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan .

Hari ini juga bisa dijadikan momentum bagi buruh sebagai warga negara untuk menagih haknya kepada pemerintah, setidaknya mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan politik upah murah dan menawarkan tenaga kerja murah kepada investor telah menjadikan rakyatnya hidup miskin. Yang artinya sebuah kegagalan pemerintah mensejahterakan rakyatnya.

Dede Hermawan/Editor