​Panja DPR RI tentang  RUU KUHP akan memasukkan korupsi pengusaha/korporasi ke dalam tindak pidana korupsi dalam KUHP

(SPN News) Jakarta, Komisi III DPR masih membahas revisi UU tentang KUHP terkait tindak pidana korupsi di sektor swasta. Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP sepakat memasukan pasal pidana koruptor di sektor swasta, sebab sejauh ini belum ada UU yang mengatur hal tersebut.

Anggota Panja RUU KUHP Arsul Sani mengatakan korupsi di sektor swasta merupakan hal baru meskipun Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC).

“Kenapa kita masukkan dalam KUHP? Karena kita tidak ada. Agenda pada saat ini revisi UU Tipikor, sehingga kita putuskan masuk di KUHP,” ujar Arsul di Gedung DPR RI, Kompleks Parlmen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/1).
Arsul menjelaskan, pasal-pasal tersebut nantinya akan berisi perihal pidana materiil, bukan terkait lembaga penegak hukum yang berwenang menangani tindak pidana korupsi di sektor swasta. Sebab masih belum diputuskan lembaga penegak hukum mana di antara KPK, Polri, dan Kejaksaan yang berhak menangani perkara tersebut.

Baca juga:  MALPRAKTEK DALAM SISTEM PENGUPAHAN

“Jadi kalau belum apa-apa kemudian sudah ditafsirkan bahwa KPK itu tidak akan bisa menangani itu (korupsi di sektor swasta), itu masih terlalu pagi,” ujar Arsul.

“Kalau kita berpijak pada UU KPK sekarang, KPK memang tidak bisa menangani sektor swasta murni yang tidak ada unsur penyelenggara negaranya. Harus terkait dengan satu tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara,” imbuh Sekjen PPP itu.

Namun yang jelas, kata Asrul, tak mungkin jika perluasan pidana di sektor swasta dilakukan melalui revisi UU KPK.

“Problem-nya kan kalau ada revisi UU KPK itu kan sudah tutup pintu. Karena dianggap pasti akan melemahkan, kalau mau memperluas kewenangan ya di UU kelembagaannya itu sendiri, jadi problem-nya itu,” jelas Arsul.

Asrul menambahkan, berdasarkan usulan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), KPK bisa mengusut tindak korupsi di sektor swasta selama hal tersebut diatur dalam UU KUHP.

Baca juga:  TERGADAINYA MAKNA MAY DAY HANYA DENGAN SELEMBAR KUPON DOORPRIZE

“Iya memang boleh, benar. Tetapi kita kan jangan juga nafsu besar tapi kapasitas kurang. Kapasitas KPK itu ya sesuai dengan ajuan anggarannya ke DPR hanya untuk penuntutan yang kira-kira hanya sekitar 85 perkara per tahun. Masih ada ribuan yang belum tertangani. Nafsu besar kapasitas terbatas itu tidak boleh terjadi,” tutup Asrul.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditargetkan pemerintah akan rampung dalam waktu dekat. Saat ini, rancangan KUHP disebut hanya tinggal finalisasi saja.

Menurut Ketua DPP SPN bidang Advokasi Djoko Heriono “SP/SB harus menyikapi wacana ini dengan sebaik – baiknya dan mempersiapkan usulan – usulan agar masalah yang selama ini terjadi antara pekerja dengan pengusaha dapat diakomodasi di RUU KUHP, sehingga dapat meminimalisir semua permasalahan yang ada”.

Shanto dikutip dari Kumparan.com/Editor