Daftar Ilustrasi
Sebanyak 15 pekerja PT Sari Rajut Indonesia diPHK karena menolak penurunan upah
(SPN News) Pasuruan, Sebanyak 15 pekerja PT Sari Rajut Indonesia (SRI) terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan mereka menolak kebijakan penurunan gaji oleh perusahaan tekstil itu. Adanya PHK tersebut terungkap saat 250 karyawan demo di halaman pabrik yang berada di Kecamatan Gempol, Kabupten Pasuruan, (21/02/2020).
Abdul Wachid, Ketua Serikat Pekerja PT SRI mengatakan, keputusan pemberhentian itu dinilai sepihak. Sikap perusahaan juga terkesan semena-mena, dikarenakan pekerja diberhentikan gara-gara enggan menandatangani perubahan kontrak kerja.
“Mereka memberi keputusan sepihak, jadi mereka disuruh menandatangani kontrak dengan gaji Rp2,6 juta. Karena gak mau, jadi diberhentikan,” ungkap Wachid.
Sebanyak 15 orang tersebut merupakan pekerja produksi. Masing-masing menempati bagian pengiriman, pencelupan dan, finishing. Sebelumnya, pekerja tersebut pada tahun 2019 oleh perusahaan diberikan upah Rp 3,8 juta. “Bukannya naik malah menurun jadi Rp 2,6 juta. Per tahun ini di bulan Januari kemarin,” ungkapnya.
Menurutnya, meskipun perusahaan tidak mampu untuk menggaji sesuai di angka Rp 4 juta, karyawan, menurutnya masih bisa memaklumi. “Kami bisa memaklumi, tapi setidaknya kan stagnan, bukannya malah menurun,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, alasan perusahaan mengurangi gaji karyawan disebabkan perusahaan mengalami kerugian. Hanya saja, apa yang disampaikan pihak perusahaan tak tak sesuai dengan kenyataan, karena sepanjang sepengetahuannya, pabrik ini masih memiliki kemampuan.
“Tapi produksi berjalan terus, bahkan bahan baku kemarin datang lagi,” sambungnya.
Terpisah, pihak perusahaan melalui kuasa hukumnya, Ahmad Shodik mencoba mengklarifikasi apa yang disampaikan para buruh. Dijelaskan, perusahaan melakukan PHK dan pengurangan gaji, sebagai langkah efisiensi, dikarenakan tidak mampu untuk membayar upah minimum Kabupaten/Kota 2020.
Ia juga mengungkapkan, persoalan gaji dan PHK ini masih dalam proses penyelesaian. Harapannya, kedua pihak bisa mendapatkan keputusan terbaik.
“Bukan saling melakukan penekanan satu sama lain. Baik antara perusahaan dan pekerja,” pungkasnya.
SN 09/Editor