Formula penghitungan yang dianut sekarang sangat tidak adil bagi daerah. Ketimpangan upah akan semakin tinggi.

(SPN News) Jakarta, Dalam sistem pengupahan, konsep Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai proteksi sosial bagi standar upah pekerja perlu ditetapkan. Cara perhitungan dengan menggunakan PP No 78/2015 ini sudah ditentang para kelompok buruh, pun untuk kenaikan pada 2020. Pasalnya, penentuan UMP tidak berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), tapi inflasi tahunan dan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Faktanya survey KHL yang dilakukan saat ini hanya menjadi formalitas dan pembanding atau pun hanya menjadi rujukan yang sia-sia saja.

Ketua Umum SPN, Djoko Heryono, S.H pada suatu kesempatan menyampaikan menolak kenaikan upah yang diseragamkan ini, “Upah Minimum Provinsi (UMP) secara otonom berlaku di provinsi setempat maka indikator nilai kecukupanya adalah dengan mengukur nilai kebutuhan buruh setempat dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas setempat (inflasi daerah setempat dan PDRB) dengan menggunakan rumus upah lama ditambah Inflasi nasional dan PDB maka penyesuaian upah minimum tidak bisa dipertanggung jawabkan sebagai nilai batas minimum sebagai jaring pengaman di satu tempat yang otonom di satu daerah”.

Baca juga:  KENAPA MASIH DILAKUKAN SURVEI KHL UNTUK PENETAPAN UMP 2020

Berdasar hal tersebut jelas sangat tidak adil bagi daerah. Analoginya pekerja/buruh di daerah baik daerah industri ataupun bukan,  setiap hari mengonsumsi harga-harga bahan pokok dengan harga yang sama dengan pusat (Jakarta). Sebagai gambaran kondisi misalkan saja, UMP D.I Yogyakarta yang hingga kini masih terpaku pada angka Rp 1.704.607,-. Sangat timpang dengan UMP DKI Jakarta yang sudah mencapai Rp 4.276.349,- di tahun 2020 nanti dan akan mulai ditetapkan pada 1 November 2019 ini. Artinya, kenaikan sebesar 8,51 persen bagi Yogyakarta tidak ada pengaruh yang signifikan, sebab tidak sesuai dengan KHL yang melihat berdasarkan komponen kebutuhan dasar yang dikonsumsi setiap pekerja/buruh setiap bulannya di wilayah tersebut.

Baca juga:  UMK KABUPATEN JEPARA BELUM MENEMUI TITIK TEMU

Permasalahan kunci dalam skema penentuan upah di Indonesia sebenarnya ada pada dua hal, Pertama, penentuan upah yang didasarkan pada standar kebutuhan hidup layak (KHL) dan Formula kenaikan upah tahunan yang ditentukan berdasarkan pertumbuhan dan inflasi. Kemenaker sejak 2012 menentukan setidaknya ada 60 komponen dasar yang menjadi standar perhitungannya (Kepmenaker No 13 tahun 2012).

Penentuan KHL memang diharapkan memberikan proteksi pada kalangan pekerja agar dapat mempertahankan kehidupannya secara layak, dimana perhitungan KHL sendiri dijadikan patokan standar batas bawah upah, yang perhitungannya ditentukan bagi pekerja lajang dengan masa kerja 0 (Nol) tahun, tetapi kenyataanya upah minimum ini menjadi upah yang efektif berlaku di banyak perusahaan dan industri. Hal tersebut artinya batas minimum upah yang ditetapkan akhirnya menjadi pedoman maksimum dalam memberikan upah.

SN 07/Editor