Pesangon buruh PT Sandratex Rempoa yang tutup tersebut jauh dari aturan yang berlaku
(SPN News) Tangerang Selatan, sekitar 530 buruh PT Sandratex, perusahaan tekstil yang terletak di Jalan Ir H Juanda, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal sejak tanggal 1 Desember 2018. Para buruh tersebut baru mengetahui pabrik akan tutup seminggu sebelumnya dan uang pesangon yang akan dibayarkan jauh di bawah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan serta Peraturan Pemerintah lainnya.
Ratusan buruh PT Sandratex tersebut melakukan aksi unjuk rasa di halaman Kantor Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Tangsel, Jalan Maruga, Ciputat, (12/12/2018) untuk menuntut Wali Kota Airin Rachmi Diany dan jajaran membantu agar PT Sandratex menunaikan kewajibannya.
“Saya bekerja sejak tahun 1974, tapi kemarin tanggal 1 Desember 2018 di PHK semua, katanya perusahaan tutup. Masalahnya enggak ada kejelasan uang pesangon, jadi selama belum ada kesepakatan, saya siap demo terus meminta Pemkot menjembatani aspirasi ini,” tutur Maswiyah salah seorang buruh PT Sandratex.
Maswiyah bercerita, saat menjadi pekerja PT Sandratex dirinya bertugas di bagian Inspecting, bagian yang memastikan hasil produksi tak terdapat cacat. Meski telah memasuki usia renta, tiada kata lelah bagi ibu beranak 1 itu melakoni pekerjaannya setiap hati.
“Saya tugasnya di bagian Inspecting, melipat bahan juga, itu setiap hari. Biar usia sudah tua, tapi namanya yang cari nafkah tinggal saya sama anak saya, maka nya saya bertahan kerja di sini walaupun gajinya pas-pasan. Saya berharap perusahaan mempertimbangkan juga pengabdian kita puluhan tahun bekerja di sini,” kata Maswiyah.
Maswiyah bukanlah buruh lansia yang harus menerima kenyataan pahit seorang diri. Ratusan mantan buruh PT Sandratex sebayanya mengalami nasib serupa, di PHK dengan uang pesangon yang dianggap tak sesuai dengan aturan yang ada.
“Saya di bagian gudang, sudah kerja 38 tahun di sana. Gajinya enggak seberapa, tapi yang penting bisa buat makan sehari-hari, bayar kontrakan, sama buat kebutuhan lain. Maka nya kalau sampai di PHK begini, saya berharap perusahaan memperhatikan juga kondisi kita kedepannya, paling enggak hak pesangon kita dibayarkan sesuai aturan,” ujar Eyang Uti (62).
Para buruh menuntut, uang pesangon yang dibayarkan harus sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 1981, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015, Permen Nomor 04/MEN/1994, Permen Nomor 6 tahun 2016, serta ketentuan lainnya.
“Pesangon yang ditawarkan hanya Rp 35 juta, padahal menurut UU jika produksi perusahaan ditutup semua, maka buruh mendapat 2 kali sesuai ketentuan pasal 156 UU No 13/2003, yaitu sekitar Rp 114 juta perorang, tentu semua ada rinciannya sesuai regulasi ketenagakerjaan,” ucap Supriyadi (45).
“Ini kan alasannya perusahaan nggak sanggup bayar karena bangkrut, tapi jika diukur dari aset pabrik jauh melebihi nilai PMTK, harusnya bisa dibayar tuntutan kita itu. Maka nya kami meminta Wali Kota dengan kewenangannya, tidak memberi ijin penggunaan atau pengalihfungsian tanah maupun gedung bekas pabrik PT Sandratex sebelum dipenuhi tuntutan kami,” tegas Supriyadi.
Shanto dari berbagai sumber/Editor