Sudah jelas bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari ketetapan upah minimum yang sudah ditentukan.

(SPN News) Jakarta, Merujuk pada judul di atas bahwa ada dua istilah yaitu upah dan upah minimum. Pengertian upah menurut UU No 13/2003 pasal 1 angka 30 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Sedangkan upah minimum menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 15/2018 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah berupa upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman.

Pada prinsipnya, setiap perusahaan dilarang membayarkan upah karyawan lebih rendah daripada upah minimum. Karena pemerintah telah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas serta pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi (UMP) atau kabupaten/kota (UMK), dan upah minimum berdasarkan sektor (UMS) pada wilayah provinsi atau Kabupaten/Kota.

Dalam hal perusahaan tidak mampu membayarkan upah minimum, Pasal 90 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa:
1. Perusahaan dilarang membayar upah karyawan lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 89.
2. Bagi perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
3. Tata cara penangguhan sebagaimana yang dimaksud di dalam ayat (2) telah diatur dengan Keputusan Menteri.

Larangan tersebut menyangkut beberapa aspek hukum, baik perdata maupun pidana, dan bahkan aspek hukum administrasi.

Baca juga:  UMK KABUPATEN JEPARA BELUM MENEMUI TITIK TEMU

Dari aspek hukum pidana, kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk membayar upah di bawah upah minimum (tanpa adanya persetujuan penangguhan dari yang berwenang) sehingga pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum merupakan tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta (Pasal 185 UU No 13/2003)

Dari aspek hukum perdata, kesepakatan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian kerja, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Atau dengan perkataan lain, kesepakatan (konsensus) para pihak kausa-nya harus halal. Dengan demikian, memperjanjikan upah di bawah upah minimum adalah null and void atau batal demi hukum.

Dari aspek hukum administrasi, apabila pengusaha tidak mampu membayar upah minimum dan ada kesepakatan untuk membayar menyimpang/kurang dari ketentuan upah minimum, maka kesepakatan tersebut (antara pekerja/buruh dengan pengusaha) harus didasarkan atas persetujuan penangguhan dari pihak yang berwenang. Dengan kata lain, walau telah ada kesepakatan, apabila tidak/belum mendapat persetujuan, penangguhan tidak dapat diterapkan. Namun, selisih kekurangan pembayaran upah minimum tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan (judicial review Mahkamah Konstitusi).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka atas dasar kesepakatan saja (antara pekerja/buruh dengan pengusaha) tidak cukup sebagai dasar untuk membayar upah menyimpang dari ketentuan upah minimum yang ditentukan. Sekedar untuk dipahami, bahwa pada prinsipnya besaran upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur untuk suatu periode tertentu bukanlah merupakan dasar pembayaran upah untuk seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan, akan tetapi hanyalah merupakan standar upah untuk pekerja/buruh tertentu yakni pada level jabatan atau pekerjaan terendah, masa kerja 0 tahun atau masa kerja tahun pertama dan/atau masih lajang. Dengan demikian, bagi pekerja/buruh yang level jabatannya lebih tinggi (di atas level jabatan yang terendah), masa kerjanya lebih dari 1 (satu) tahun, dan/atau telah mempunyai tanggungan (tidak lagi lajang), maka besaran upahnya tentu bukan lagi standard upah minimum, akan tetapi harus disesuaikan berdasarkan struktur dan skala upah.

Baca juga:  MEMBANGUN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG HARMONIS DAN BERKEADILAN

Terkait upah yang tidak dibayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap karyawan dapat memperkarakan perusahaan menggunakan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana  telah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dengan prosedur sebagai berikut ini:

1. Mengadakan perundingan bipartit antara perusahaan dengan karyawan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

2. Apabila dalam kurun waktu 30 hari setelah perundingan dimulai tidak tercapai kesepakatan, maka upaya selanjutnya adalah perundingan tripartite. Yaitu dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi terkait. Pada tahap ini, setiap karyawan perlu mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, tetapi gagal mencapai kesepakatan.

3. Apabila perundingan tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak baik perusahaan maupun karyawan yang bersangkutan dapat mengajukan perselisihan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Yang menjadi poin paling penting adalah perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari ketetapan upah minimum yang sudah ditentukan. Namun, pada kenyataannya hingga kini masih ada beberapa perusahaan yang memberikan upah dibawah UMR yang telah ditentukan oleh wilayah setempat. Dan calon karyawan rela dibayar dengan upah dibawah upah minimum dengan alasan sulit mencari pekerjaan.

SN 07/Editor