Gambar Ilustrasi

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terkena bencana banjir diperbolehkan cuti khusus yang tidak akan dikenakan potongan gaji. Bagaimana dengan pekerja swasta ?

(SPN News) Jakarta, Siapa sangka di awal tahun 2020 ini Jakarta, Banten dan Jawa Barat disambut dengan hujan sampai menyebabkan banjir. Tentunya kondisi tersebut memberikan dampak negatif kepada setiap individu maupun perusahaan. Mulai dari kerugian barang-barang yang terendam air, absennya pegawai karena tidak memungkinkan untuk bekerja di lokasi perusahaan, keterbatasan listrik dan lain sebagainya.

Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) perihal bencana banjir yang melanda dinilai merupakan salah satu kriteria pengajuan cuti karena alasan penting. “Banjir dikategorikan bencana alam, sehingga pimpinan instansi dapat memberikan cuti karena alasan penting bagi pegawai yang terdampak bencana,” ujar Mantan Menteri Dalam Negeri di Kabinet Kerja periode 2014-2019 lalu itu. Tjahjo berpesan, keputusan oleh pimpinan instansinya bisa dalam jangka waktu cuti satu hari hingga maksimal satu bulan. Lalu bagaimana dengan pekerja swasta ?

Baca juga:  UPAH TELAT DIBAYAR, BURUH GARMEN UNJUK RASA DI KANTOR BUPATI

Sebagai buruh yang tidak dapat bekerja karena terjadi keadaan diluar kendalinya, apakah hal tersebut akan mengurangi hak pekerja untuk memperoleh upah kerja alias gaji ?. Seperti halnya ASN yang diatur melalui Aturan cuti karena alasan penting dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No 24/2017 Bab III Poin E, untuk buruh juga bisa mengacu pada Pasal 93 ayat (2) Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenaker) yang menyebutkan bahwa pengusaha wajib membayar upah pekerja apabila:
1. Pekerja sakit termasuk pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya.
2. Pekerja menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
3. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara.
4. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
5. Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
6. Pekerja melaksanakan hak istirahat.
7. Pekerja melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha dan
8. Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Baca juga:  UMK KOTA SURAKARTA AKAN MENGIKUTI SURAT EDARAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan 8 klasifikasi tersebut, tidak disebutkan keadaan seperti terjadinya bencana alam, huru hara, banjir dan lain-lain. Jika kita teliti penjelasan Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja. Kecuali pekerja yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya. Maka karena banjir merupakan diluar kehendak dan bukan merupakan kesalahan pekerja, oleh karenanya setiap pekerja tetap berhak untuk menerima upahnya dari pengusaha.

SN 07/Editor