(SPN News) Pada dasarnya pemotongan upah pekerja/buruh merupakan salah satu kebijakan pengupahan yang diakui dalam sistem Hukum Ketenagakerjaan, khususnya dalam Peraturan Pemerintah No 78/2015 tentang Pengupahan. Dalam Pasal 57 PP Pengupahan dijelaskan bahwa pengusaha dibenarkan untuk melakukan pemotongan upah pekerja/karyawan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk:
a. denda;
b. ganti rugi; dan/atau
c. uang muka Upah,
d. dilakukan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama.
2. Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan apabila ada surat kuasa dari Pekerja/Buruh.
3. Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap saat dapat ditarik kembali.
4. Surat kuasa dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk semua kewajiban pembayaran oleh Pekerja/Buruh terhadap negara atau iuran sebagai peserta pada suatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk:
a. pembayaran hutang atau cicilan hutang Pekerja/Buruh; dan/atau
b. sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis atau perjanjian tertulis.
Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk kelebihan pembayaran Upah kepada Pekerja/Buruh dilakukan tanpa persetujuan Pekerja/Buruh

Baca juga:  SERIKAT PEKERJA SPN PT NEWMONT NTB MENUNTUT KEADILAN

Adapun jumlah keseluruhan pemotongan Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 paling banyak 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh.

Pengusaha dapat melakukan pemotongan upah buruh/pekerja untuk pembayaran denda, ganti rugi, maupun uang muka upah. Namun dengan syarat bahwa ketentuan mengenai pemotongan upah (denda, ganti rugi, maupun uang muka upah) tersebut telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama. Sehingga dengan demikian untuk mengetahui sah atau tidaknya pemotongan upah yang dilakukan oleh perusahaan di tempat kerja maka kita harus terlebih dahulu mencermati isi Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama.

Apabila ternyata dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama tidak diatur mengenai pemotongan upah buruh/pekerja, maka perusahaan tidak berhak untuk melakukan pemotongan upah, sehingga pemotongan gaji pekerja menjadi tidak sah. Jika perusahaan tetap melakukan pemotongan upah yang mengakibatkan timbulnya perselisihan hak, maka pekerja dapat melakukan upaya hukum.

Baca juga:  HAKIM PN BILANG AKSI PENGAWALAN BURUH DI PN ADALAH BENTUK AROGANSI

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor