Surat Edaran Mahkamah Agung yang terkait hubungan industrial, dianggap merugikan buruh dan tidak memberikan kepastian kerja
(SPN News) Jakarta, banyak aktivis dan pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh mengeluhkan keberadaan tiga Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang mengatur soal pengadilan hubungan industrial. Seperti yang diketahui Pengadilan hubungan industrial menjadi pintu terakhir bagi buruh untuk mendapatkan keadilan dan pemenuhan hak-haknya. Namun keberadaan tiga Surat Edaran MA tersebut dianggap sangat merugikan buruh bahkan tidak menjamin kepastian kerja.
Seperti Surat Edaran MA No 3/2015, yang dapat mempermudah perusahaan memecat buruhnya secara semena-mena. Sebab Surat Edaran ini membatasi pembayaran upah proses selama 6 bulan. Upah proses adalah kewajiban perusahaan untuk membayar upah sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap.
Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No 37/PUU-XI/2011 perusahaan wajib membayar upah buruh hingga keputusan perselisihan berkekuatan hukum tetap. Bahkan Surat Edaran itu juga memungkinkan perusahaan PHK dengan alasan kesalahan berat.
Salah satu aktivis buruh yaitu Nelson Saragih mengecam keberadaan tiga Surat Edaran MA tersebut tersebut karena lebih pro pada pemodal. “SEMA itu membuat orang harus untuk tidak percaya pada mekanisme pengadilan hubungan industrial. Ketika pengadilan tidak bisa lagi menjadi tempat untuk mencari pengadilan, maka kita harus mencari di tempat lain,” terangnya
Selama ini buruh berurusan dengan pengadilan hubungan industrial juga diliputi ketidakpastian. “Dalam kenyataannya, buruh bisa menghabiskan waktu hingga 2 tahun sebelum mendapat putusan MA,” ujar Nelson.
Dalam kondisi ini, serikat buruh dan buruh-buruh yang terPHK sangat berpentingan untuk membatalkan ketiga SEMA ini. Kerugian buruh akibat kehilangan upah proses sangat besar, selain tentu saja kerugian politik karena serikat dilemahkan dengan hilangnya anggota.
SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor