Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengadakan workshop dalam rangka memperingati lahirnya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)
(SPN News) Jakarta, Workshop diadakan di Ruang Tri Dharma, Kementrian Ketenagakerjaan RI pada Selasa, 31 Agustus 2018. Hadir dalam workshop ini para anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), perwakilan dari Kementerian terkait, akademisi dan tamu undangan lainnya. Bahkan kegiatan ini mengundang pula Organisasi buruh internasional (ILO) dan World Bank.
Dalam workshop ini dibahas beberapa hal terkait SJSN diantaranya ancaman program jaminan pensiun dan program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan. Dirjen Permasalahan Hubungan Industrial (Dirjen PHI) memaparkan tentang tantangan program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan dalam perspektif hubungan industrial. Sementara itu Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan tentang permasalahan dan pemikiran solusi melalui penyempurnaan regulasi kaitannya dengan penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Selain itu disampaikan pula evaluasi tentang penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan oleh Timboel Siregar sebagai Koordinator BPJS Watch dan politik Jaminan sosial yang disampaikan oleh Ahmad Ansyori S.H., M.Hum dari DJSN.
Dari workshop ini dapat disimpulkan 3 hal yaitu :
1. Bahwa implementasi UU SJSN dirasakan kurang efektif. Ketidakefektifan tersebut disebabkan oleh dua hal yaitu karena adanya dinamika yang terus berkembang sehingga membutuhkan adanya penyesuaian serta adanya beberapa kelemahan dalam regulasi UU SJSN dan UU BPJS yang membutuhkan penguatan.
2. Kebutuhan penyesuaian karena adanya dinamika yang terus berkembang meliputi beberapa hal diantaranya :
a. Penyesuaian rumusan pasal-pasal UU SJSN dan UU BPJS,
b. Penambahan manfaat kembali bekerja dalam program JKK dan penambahan Program Jaminan Sementara Tidak Bekerja,
c. Penegasan bahwa manfaat pensiun hari tua diterima pada saat pekerja berhenti bekerja karena mencapai usia pensiun,
d. Pengaturan tentang program perumahan dan manfaat lainnya sebagai pelaksanaan prinsip ke-9 SJSN
3. Kebutuhan penguatan karena adanya beberapa kelemahan dalam UU SJSN dan UU BPJS antara lain :
a. Harmonisasi materi muatan UU SJSN dan UU BPJS dengan asas-asas pembentukan dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
b. Penataan kembali ketentuan/sinkronisasi norma dalam UU SJSN dan UUBPJS yang tumpang tindih/redundant sesuai dengan urgensinya,
c. Memperjelas dan memperkuat sanksi terhadap ketidakpatuhan atas pemenuhan kewajiban yang ditentukan dalam UU BPJS,
d. Memuat ketentuan yang memberikan kepastian hukum bagi peserta sehingga kelalaian pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya tidak menyebabkan peserta kehilangan hak atas manfaat jaminan sosial,
e memuat ketentuan tentang lembaga yang berfungsi sebagai regulator dan operator serta peran stakeholder,
f. Penyempurnaan tata kelola BPJS, yang meliputi ketentuan tentang :
1. Lembaga yang : a) Berwenang memberikan persetujuan dan pengesahan serta penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban BPJS sebagai badan hukum publik b). Berhak menggugat tanggung jawab direksi c). Berwenang mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap BPJS jika terdapat dugaan bahwa BPJS melakukan perbuatan melawan hukum.
2. Tanggungjawab Dewas yang bersalah atau lalai dalam melaksanakan tugas pengawasan sehingga BPJS rugi secara finansial
3. Pembagian wewenang dan koordinasi pengawas eksternal BPJS (DJSN,OJK,BPK)
4. Mekanisme kerja antara Dewas dan Direksi, mekanisme penyelesaian masalah antara Dewas dan Direksi
5. Pihak yang hubungan antara kebijakan umum yang dirumuskan oleh JSN denga RKAT yang ditetapkan Dewas
g untuk mencegah terjadinya disharmoni regulasi, baik pada tataran Undang-undang maupun pada tataran peraturan pelaksanaan, UU SJSN dan UU BPJS, harus memuat secara tegas ketentuan tentang lembaga yang berwenang melakukan sinkronisasi regulasi penyelenggaraan SJSN.
h. Disharmoni pada tataran undang-undang terjadi antar pasal dalam undang-undang SJSN dan UU BPJS, dan UU SJSN dengan UU lainnya.
i. Harmonisasi antar pasal dalam UU SJSN yang perlu dilakukan antara lain adalah definisi operasional tentang jaminan sosial yang dimuat dalam pasal 1 angka 1 UU SJSN dan pasal 1 angka 2 UU BPJS yaitu jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak, dengan pengaturan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang kewajiban membayar iuran.
j. Harmonisasi antara UU SJSN dangan UU ASN, UU Ketenagakerjaan dan UU tentang nelayan perlu dilakukan, agar meningkatkan komitmen stake holder agar kepesertaan program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan tidak berfragmentasi, memperoleh satu skema perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja, mempermudah upaya peningkatan iuran program jaminan sosial bagi tenaga kerja.
k. Fragmentasi peserta dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai akibat dari UU yang tidak harmonis telah berakibat tidak optimalnya penerapan prinsip gotong royong antar peserta
l. Perlu ada ketentuan dalam UU SJSN dan / atau UU BPJS, jika ada kelebihan dana maka yang dibenarkan adalah meningkatkan manfaat program, bukan memberikan manfaat tambahan. Manfaat tambahan menimbulkan diskriminasi karena tidak semua peserta mendapatkannya.
m. Perlu rumusan ketentuan agar pensiunan buka PNS tetap mendapatkan sharing iuran Jaminan Kesehatan.
n. Ketentuan tentang penahapan pendaftaran PBI perlu dipertegas dalam UU SJSN dan UU BPJS, bahwa ketentuan ini berlaku untuk semua program ( agar tidak dipersepsikan hanya untuk program Jaminan Kesehatan).
o. Diperlukan penguatan organisasi DJSN yang meliputi fungsi, tugas, wewenang dan level anggotanya sebagai lembaga yang dibentuk dengan UU untuk menyelenggarakan SJSN dan penguatan Sekretariat DJSN menjadi organisasi mandiri.
Dede Hermawan/Editor