Pergub No 54/2018 tentang Tata Cara Penetapan Upah Minimum mengamanatkan bahwa penetapan UMSK paling lambat bulan Februari

(SPN News) Bandung, Dewan Pengupahan Provinsi Jabar mengingatkan Dewan Pengupahan tingkat Kota/Kabupaten agar segera mempersiapkan penentuan upah minimum sektoral kota/kabupaten 2019. Diharapkan UMSK 2019 bisa disahkan keseluruhannya pada Februari 2019 mendatang. Hal itu seiring terbitnya Pergub Nomor 54/2018 tentang Tata Cara Penetapan Upah Minimum. ”Pengajuan bisa dilakukan mulai Desember tahun ini, mulai sekarang sudah bisa mulai digarap kota/kabupaten,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Ferry Sofwan Arif, (28/9.2018)

Menurut dia, pada pergub itu tak berlaku lagi rapel UMSK kepada pekerja. ”Dulu, jika penetapan UMSK misalnya bulan Mei, rapel diberlakukan sejak Januari. Sekarang tidak lagi. Pemberlakukan UMSK terhitung sejak ditetapkan melalui SK Gubernur,” ujarnya. Namun, menurut Ferry, kota/kabupaten yang akan mengajukan UMSK, harus mengacu pada Permenakertrans Nomor 7/2013, tepatnya Pasal 13 (1). Bahwa, untuk menetapkan UMSP dan/atau UMSK, Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota melakukan penelitian, menghimpun data, dan informasi mengenai homogenitas perusahaan, jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, devisa yang dihasilkan, nilai tambah yang dihasilkan, kemampuan perusahaan, asosiasi perusahaan, dan serikat pekerja/serikat buruh terkait.

Baca juga:  KAPAL BALI PERMAI 169 DIDUGA TIDAK MEMILIKI ALAT KOMUNIKASI DARURAT

”Kami sudah sosialisasi ke lima wilayah di Jabar agar mereka memperhatikan delapan indikator itu sebelum mengajukan UMSK,” katanya.

Jika kedelapan hal tersebut sudah terpenuhi berdasarkan data BPS, dewan pengupahan tinggal bergerak. Lalu, diperkuat kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.

”Setelah itu baru muncul sektor, misal di Karawang otomotif jadi sektor unggulan, maka terpenuhilah UMSK. Lalu, asosiasi perusahan berunding dengan serikat pekerja dari sektor yang itu,” ucapnya.

Pada 2018, gubernur telah menerbitkan 11 SK UMSK yaitu Indramayu, Subang, Karawang, Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan Cianjur. ”Untuk Bandung Barat belum ada sektor unggulan. Baru ada sektor potensial. Itu sebabnya di sana tidak ada UMSK,” ujarnya.

Baca juga:  JATAM MENSINYALIR PENETAPAN UU CIPTA KERJA TERKAIT DENGAN KEPENTINGAN ELIT DAN PEBISNIS

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bandung Barat Yohan Octavianus mengatakan, pihaknya tak berwenang membentuk asosiasi pengusaha sektoral sebagai salah satu syarat diberlakukannya UMSK. ”Sebab, dari aturan-aturan yang ada, tidak ada yang memerintahkan soal itu,” ujarnya kepada (27/9/2018).

Yohan mengungkapkan hal itu untuk menanggapi instruksi Bupati Bandung Barat Februari 2018 lalu agar Apindo membentuk asosiasi pengusaha sektoral. ”Instruksi itu tidak serta-merta mewajibkan kami untuk menjalankannya. Apalagi, ­instruksi itu tidak mencantumkan petunjuk teknis tentang pembentukan asosiasi pengusaha sektoral. Kami tak mau salah langkah jika harus menjalankannya,” katanya.

Dia memaparkan, Apindo berpegang pada beberapa aturan seperti UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukkan PP, UU Nomor 17 /2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM, serta UU Nomor 6/2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan. ”Sesuai aturan itu, kami tak bisa mematuhi instruksi bupati yang harus membuat asosiasi pengusaha sektoral”.

Shanto dikutip dari Pikiran Rakyat.com/Editor