​Tempat kerja yang tidak menyediakan ruang laktasi dapat dikenakan sanksi.

Merujuk, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, tempat kerja (perusahaan, kantor pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta) harus mendukung program Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dengan memberikan fasilitas ruang laktasi dan memberikan kesempatan ibu bekerja untuk menyusui atau memompa ASI, diberikan kepada bayi sampai usia enam bulan.

Sanksi pun diberikan, di Pasal 36 menyebutkan, jika tempat kerja tidak menjalani peraturan tersebut, diekanakan sanksi sesuai Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 dalam Pasal 200 dan 201, ancaman pidana kurungan paling berat selama 1 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Untuk perusahaan, denda menjadi maksimal 3 kali lipat atau Rp 300 juta dan ancaman pencabutan badan izin usaha.

Dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 tahun 2013, diatur tatacara penyediaan ruang ASI. Ruang laktasi bisa disesuaikan dengan jumlah pekerja hamil atau menyusui di perusahaan tersebut. Pendanaan ruang laktasi dilarang bersumber dari produsen susu bayi dan produksi lainnya.
Beberapa kasus ditemui, ibu/ pekerja perempuan terpaksa memompa ASI di pojokan ruang kerja, toilet, ruang ganti satpam, gudang, hingga mushala. Dan sering kali dilanda perasaan tidak tenang/ tidak nyaman karena harus memompa ASI bukan di ruangan khusus/ laktasi.

Baca juga:  UMK 2019 DI 11 DAERAH DI PROVINSI RIAU

Ketersediaan ruang laktasi merupakan salah satu bentuk kepedulian bagi para pekerja perempuan yang telah menjadi ibu. Terlebih ASI (Air Susu Ibu) ekslusif merupakan hak anak yang harus diberikan ibu, meski dalam kondisi bekerja dan tidak perlu lagi keluar uang untuk membeli susu.

Keberadaan fasilitas laktasi, memberikan kenyamanan bekerja bagi para pegawai perempuan. Secara tidak langsung meningkatkan konsentrasi, etos dan produktifitas kerja. Maka, fasilitas tersebut pun meningkatkan kualitas hubungan industrial antara pekerja dan perusahaan.
Meski bekerja, kodrat perempuan sebagai ibu yang harus hamil, melahirkan, menyusui dan membesarkan anaknya juga patut diberikan perlindungan fungsi reproduksinya.

Perlindungan bagi pekerja perempuan dibutuhkan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki kaum perempuan agar mereka dapat melaksanakan perannya secara maksimal. Dengan memperhatikan berbagai keistimewaan khas yang menjadi hak dasar pekerja wanita seperti cuti hamil, cuti melahirkan dan cuti tertentu lainnya.
Upaya perlindungan khusus kepada pekerja perempuan , diperlukan sebagai salah satu bentuk perwujudan kesetaraan gender dan disesuaikan kekhususan yang dimiliki kaum perempuan.

Baca juga:  TRAGIS, KERJA 10 TAHUN KEATAS TIDAK ADA BPJS DAN GAJI PUN DIBAWAH UMK

Abdul Munir Banten 2 Editor