Gambar Ilustrasi
Hingga batas waktu yang telah ditetapkan akhirnya terdapat 113 perusahaan di Jawa Barat yang mengajukan penangguhan UMK 2020
(SPN News) Bandung, Hingga batas waktu yang telah ditetapkan pada (20/12/2019) akhirnya terdapat 113 perusahaan di Jawa Barat yang mengajukan penangguhan UMK 2020. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, M Ade Afriandi. Saat ini, Disnakertrans Jabar masih menyusun pemisahan dokumen pengajuan penangguhan tersebut.
“Dari 113 itu, sebanyak 30 perusahaan yang sudah menyerahkan dokumen administrasi dan teknis proses penangguhan. Sementara, 83 perusahaan baru menyerahkan dokumen administrasi hasil bipartit dan dokumen lainnya akan segera dilengkapi,” ujar Ade (23/12/2019).
Ade menjelaskan, daerah yang paling banyak mengajukan penangguhan adalah Kabupaten Bogor dan Subang. Untuk Bandung Raya, ada juga yang mengajukan tapi tak terlalu banyak. Perusahaan yang mengajukan penangguhan tersebut, mayoritas adalah perusahaan garmen.
“Sementara datanya itu, saya belum membuka semua dokumen,” katanya.
Ade mengatakan, jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK 2020 memang meningkat bila dibandingkan 2019. Pada 2019, perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK ada 53 perusahaan. Sedangkan pada 2018, ada 73 perusahaan.
“Ya mungkin, karena industri garmen saat ini semakin sulit ya,” katanya.
Menurut Ade, jika melihat tren perusahaan yang melakukan penangguhan UMK dalam dua tahun terakhir memang kebanyakan perusahaan garmen. Mereka sendiri sudah melakukan pembahasan masalah dan solusinya melalui task force dalam 100 hari pertama Ade bertugas.
“Selama dua tahun hal itu terjadi, dari data ternyata selama dua tahun terjadi down size, tutup operasi ada di garmen, dan itu tidak bisa dihindari,” katanya.
Untuk penangguhan UMK, kata Ade, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon dalam hal ini perusahaan. Syaratnya berdasarkan Permenaker No 231/2003 tentang tata cara penagguhan UMK.
Perusahaan, kata dia, akan mengajukan penangguhan harus membuat kesepakatan dengan para pekerja. Berarti di sana ada perundingan. Yang kedua soal laporan finasnsial atau keuangan perusahaan hasil audit akuntan publik. Ketiga, orderan atau pesanan pembeli selama dua tahun terakhir.
“Sampai hari ini belum ada masih sosialisasi oleh Disnaker kabupaten kota sedang berjalan. Kalau tidak ada pengajuan berarti semua mampu, berharap seperti itu,” katanya.
Dalam hal pengupahan, kata dia, pemerintah ingin perusahaan dan serikat pekerja melakukan perundingan yang benar dan tepat. Sehingga, ada solusi dengan perusahan dan pekerja itu sendiri.
“Dalam rapat sudah saya tegaskan ke mereka, perundingan antara pengusaha dan buruh. Tahun ini, keterbukaan dan kejujuran sangat ditekankan dilandasi oleh keputusan antara pekerja dan buruh,” katanya.
Proses penangguhan UMK ini, kata dia, bukan hanya mengejar admnstrasi tapi prosesnya harus benar. Perusahaan yag tak mampu membayar UMK juga, harus berdasarkan kesepakatan buruh. Selain itu, harus melihat mondisi keuangan perusahaan, akuntan publik serta kinerja perusahaan dalam 2 sampai 3 tahun harus menunjukkan memang kesulitan.
“Kinerja perusahaan itu yang krusial untuk perusahaan menggunakan jalur penangguhan ini,” katanya.
Ade mengatakan, pada penangguhan 2019, sebanyak 53 perusahaan diusulkan untuk ditetapkan melalui surat keputusan Gubernur terkait dengan penangguhan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 2019. Ke-53 perusahaan yang disepakati dalam rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jabar tersebut berasal dari 56 perusahaan yang telah mengajukan penangguhan. Namun tiga di antaranya mencabut pengajuan penangguhan UMK tersebut.
SN 09/Editor