Gambar Ilustrasi
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan beroperasi di awal tahun depan karena pemerintah telah kucurkan modal awal
(SPN News) Jakarta, Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dipastikan akan siap beroperasi pada awal tahun depan. Kepastian itu karena pemerintah telah mengucurkan modal awal untuk kegiatan operasional.
“Pemerintah telah memberikan dana operasi kepada Tapera untuk mengelolanya, bukan diambil dari dana tabungan peserta. Hal ini menunjukkan betapa pemerintah ingin mewujudkan kebutuhan papan masyarakatnya sehingga tercapai masyarakat Indonesia yang sejahtera,” kata Deputi Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera Eko Ariantoro dalam keterangan tertulis (22/7/2020).
Eko menjelaskan pada tahap awal program ini akan diwajibkan kepada ASN aktif dan peserta eks Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Bapertarum aktif. Peserta eks Bapertarum-PNS aktif akan secara otomatis menjadi peserta Tapera, yakni seluruh dana tabungannya akan dipindahkan ke Tapera.
“Mereka pun juga dapat merasakan berbagai fasilitas Tapera, yaitu memiliki hunian pertama, pembangunan hunian pertama, serta biaya renovasi rumah,” ungkapnya.
Eko menegaskan dengan dimulainya program Tapera di awal 2021, maka terbuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk mempunyai hunian layak dan diidamkan. Maklum, angka kebutuhan perumahan (backlog) masih sebanyak 7,6 juta unit pada 2019.
Adapun operasional BP Tapera telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa pembentukan BP Tapera ditujukan untuk mengelola program Tapera di Indonesia dengan berdasarkan asas gotong-royong bagi seluruh masyarakat Indonesia, baik karyawan, ASN, pegawai BUMN/BUMD/BUMDES, TNI/Polri, pekerja swasta, maupun pekerja mandiri.
Menurutnya, program Tapera sudah lazim dilaksanakan di berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, Tiongkok, Prancis, dan Jerman. “Kalau kita bandingkan dengan negara lain, Indonesia jauh tertinggal. Singapura sudah mempunyai program ini sejak 1950, dan Tiongkok sejak 1990-an,” tutur Eko.
Di Singapura, program Tapera-nya disebut Central Provident Fund (CPF). Program ini diklaim telah berhasil membantu masyarakat dalam pembiayaan rumah sejak 1955.
CPF merupakan sebuah badan yang mengumpulkan dana kesejahteraan dengan iuran dari penghasilan masyarakat Singapura. Sebagian dari iuran tersebut diperuntukkan bagi program perumahan masyarakat, sehingga pemerintah memiliki kekuatan dan dukungan dana yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan.
Malaysia juga telah memiliki program serupa dengan nama Employees Provident Fund (EPF). Program yang telah diwajibkan sejak 1991 ini menetapkan iuran sebesar 23 persen dari gaji bulanan dengan komposisi pekerja sebesar 11 persen dan pemberi kerja 12 persen.
Bukan hanya Singapura dan Malaysia saja, beberapa negara lain seperti Tiongkok (Housing Provident Fund sejak 1991), Prancis (Compte D’epargne Logement dan Plan D’epargne Logement sejak 1965), dan Jerman (Bauspar sejak 1921).
Begitupun di Indonesia, pemerintah memberikan akses kepada masyarakat dalam program pembiayaan perumahan terjangkau yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Cakupan akses pembiayaan perumahan di Indonesia saat ini masih belum optimal, diperlihatkan dengan rasio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang masih di bawah tiga persen dan tertinggal dibandingkan Malaysia yang telah mencapai 38,4 persen.
“Selain itu, fasilitasi pembiayaan tersebut belum dapat diakses secara luas, terutama bagi pekerja informal dan masyarakat yang membangun rumah secara swadaya. Masyarakat membutuhkan pembiayaan perumahan yang berisiko rendah dengan jumlah besar, berkelanjutan, serta disalurkan oleh lembaga penyalur yang beragam,” tutup Eko.
SN 04/Editor