Ilustrasi Pekerja Migran Indonesia

Pemerintah Taiwan menolak warganya dibebani biaya penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) di negaranya

(SPNEWS) Jakarta, Pemerintah Taiwan menolak warganya dibebani biaya penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) di negaranya. Biaya-biaya, seperti tiket pesawat, pelatihan, dan visa bagi pekerja migran telah disepakati oleh majikan dan pekerja, bukan pemerintah asal pekerja tersebut, demikian pernyataan Badan Pengembangan Tenaga Kerja (WDA) Kementerian Tenaga Kerja Taiwan yang dikutip kantor berita setempat, (4/8/2020).

Sebagai bentuk penolakan terhadap langkah Indonesia, WDA menyatakan bahwa majikan Taiwan dapat mempekerjakan tenaga kerja migran dari negara lain.

“Selain Indonesia, majikan dapat mempekerjakan pekerja dari Vietnam, Filipina, dan Thailand untuk bekerja di Taiwan. Kontrak harus ditandatangani sesuai dengan hukum, berdasarkan hukum Taiwan, yang dengan jelas mencantumkan hak dan kewajiban kedua belah pihak,” demikian dinyatakan WDA.

Masalah tersebut muncul setelah pemerintah Indonesia menggelar konferensi pers pada 30 Juli, dengan menyatakan siap untuk mulai mengirim PMI ke sejumlah negara dan wilayah di dunia, termasuk Taiwan, setelah sempat menghentikannya selama hampir empat bulan akibat pandemi Covid-19.

Baca juga:  PENGURUS SPN DKI JAKARTA PENUHI UNDANGAN KLARIFIKASI POLDA METRO JAYA TERKAIT DUGAAN UNION BUSTING

Menurut WDA, Indonesia secara sepihak mengklaim telah mencapai kesepakatan dengan 14 negara dan wilayah, termasuk Taiwan, tentang penyaluran pekerja migran. Namun, pemerintah Indonesia dianggap tidak mendiskusikan persoalan tersebut dengan Kementerian Tenaga Kerja Taiwan (MOL) melalui saluran yang tepat.

MOL lalu mengirimkan surat kepada pemerintah Indonesia pada 26 Agustus untuk mendapatkan klarifikasi atas persoalan tersebut, namun sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan, ungkap WDA.

“MOL terus bertanya kepada Indonesia untuk mengklarifikasi masalah tersebut melalui saluran komunikasi bilateral,” kata badan tersebut.

Persoalan itu muncul setelah Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani, dalam wawancara dengan Kantor Berita CNA pada 31 Agustus, mengatakan bahwa para PMI banyak terjerat utang karena harus membayar biaya penempatan yang sangat mahal sehingga mimpi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan bekerja di luar negeri tidak menjadi kenyataan.

Baca juga:  PEKERJA GIG: ANTARA KEBEBASAN DAN KETIDAKPASTIAN, MANA YANG AKAN MENANG?

“Negara-negara yang mengimpor tenaga kerja dan para majikan harus tahu karena ini sesuai dengan peraturan di Indonesia,” ujarnya.

Benny menyebutkan bahwa biaya penempatan sebenarnya hanya Rp 14 hingga Rp 17 juta. Namun karena PMI banyak yang kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank,  mereka meminjam melalui perantara dengan bunga tinggi, bahkan ada yang harus membayar biaya tersebut hingga Rp 70 juta.

Oleh karena itu, dia menyatakan seharusnya biaya tersebut ditanggung oleh pemberi kerja di luar negeri dan sebagian lagi oleh pemerintah Indonesia.

Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan sehingga hubungan ketenagakerjaan berada dalam ranah hubungan bisnis atau “B to B”. Status tersebut membedakan PMI di Taiwan dengan di Hong Kong, Korea Selatan, Jepang, dan Timur Tengah, yang melibatkan pemerintah kedua negara atau wilayah.

SN 09/Editor