(SPN News) Jakarta, 19 Oktober 2016 massa aksi SPN yang tergabung dengan massa aksi dari federasi lain, kembali melakukan pengawalan sidang Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta. Sidang yang diselenggarakan di Kantor Disnakertrans Jalan Prapatan No 52 Jakarta Pusat ini merupakan sidang yang kedua, setelah sidang yang pertama yang berlangsung pada 12 Oktober 2015 tidak menghasilkan kesepakatan, karena anggota Dewan Pengupahan dari unsur pekerja/buruh berbeda pendapat dengan anggota Dewan Pengupahan dari pengusaha atau Apindo.

Sidang kedua ini pun berjalan dengan sangat alot dan masing-masing pihak sama-sama bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing. Dewan Pengupahan dari unsur pekerja/buruh yang salah satu anggotanya mewakili SPN yaitu bung Pandopotan Hotagaol tetap konsisten dengan tuntutan sebesar Rp 3,8 Juta, dengan kata lain penetapan UMP DKI Jakarta harus berdasarkan dengan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL),  yang mana Dewan Pengupahan dari unsur pekerja/buruh telah melakukan sejumlah survei di 1 pasar tradisional dan 2 pasar modern di DKI Jakarta. Dalam survey independen yang dilakukan pada bulan September 2016 tersebut diperoleh angka sebesar Rp 3.491.607,-. Survey ini merujuk kepada 60 komponen KHL berdasarkan Permenaker No 13 Tahun 2012. Dari nilai KHL tersebut diatas maka sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 maka kenaikan UMP DKI Jakarta setelah ditambah dengan angka inflasi dan pertumbuhan nasional menjadi Rp 3,8 juta.

Baca juga:  UMK SE- PROVINSI JAWA TENGAH SESUAI DENGAN PP NO 78/2015

Sekitar pukul 14.30 WIB, anggota Dewan Pengupahan dari unsur pekerja/buruh meninggalkan ruangan sidang. Hal ini dilakukan karena tidak ada kemajuan dalam proses perundingan dan bermaksud untuk menemui massa aksi dari pekerja/buruh yang mengawal sidang ini. Pukul 15.00 WIB, sekitar 10 orang pimpinan massa aksi bernegosiasi dengan pihak Kepolisian agar dapat bertemu dengan anggota Dewan Pengupahan dari unsur pemerintah dan akhirnya dijinkan.

Sementara 10 orang perwakilan buruh bertemu dengan Dewan Pengupahan dari unsur pemerintah, massa aksi pada pukul 15.30 WIB melakukan pembakaran keranda mayat, hal ini dilakukan sebagai bentuk sindiran kepada pemerintah yang dianggap telah mati hati nuraninya dan tidak mau berpihak kepada pekerja/buruh yang notabane adalah rakyat Indonesia. Sempat terjadi insiden dorong mendorong antara massa aksi dengan Polisi yang berniat memadamkan aksi pembakaran keranda mayat tersebut.

Baca juga:  TUNTUT PENEGAKAN HUKUM, SPN SULAWESI SELATAN GELAR AKSI UNJUK RASA

Pukul 16.30 WIB, perwakilan dari pekerja/buruh yang berjumlah 10 orang keluar dari ruang sidang dan menyampaikan hasil yang didapat dari perundingan dengan Dewan Pengupahan dari unsur pemerintah dan pengusaha. Ibu Sumirah yang menjadi juru bicara mengatakan bahwa belum ada keputusan yang dicapai dan disepakati, sementara itu Kepala Dinas akan mengeluarkan angka tetapi belum memastikan kapan angka itu dikeluarkan. Massa aksi tetap bertahan di sekitar Kantor Disnakertrans untuk mengawal sidang Dewan Pengupahan ini.

Pukul 18.30 WIB diperoleh informasi bahwa sidang Dewan Pengupahan akan ditunda sampai hari Senin 24 Oktober 2016, sementara itu tanggal 20 Oktober rencananya Dewan Pengupahan dari unsur pemerintah beserta Dinaker DKI akan berkordinasi dengan Gubernur. Aksi pengawalan sidang Dewan Pengupahan pun berakhir dan massa aksi membubarkan diri dengan tertib.

 

Mansur/Coed