Dalam hubungan kerja, terkadang terjadi situasi yang tidak diharapkan dalam berbagai hal. Ada suatu kondisi dimana perusahaan harus bertindak tegas dengan memberikan hukuman kepada karyawan yang tidak disiplin. Hal ini bertujuan untuk memberikan contoh sehingga karyawan lain lebih berhati-hati dalam pekerjaannya.

Pasal 151 Ayat 1 UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”

Maka dari itu, adanya surat peringatan (SP) membantu agar PHK tidak terjadi secara mendadak, atau bahkan karyawan memperbaiki kinerjanya dan mencapai standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Aturan surat peringatan untuk karyawan sendiri diatur pada Pasal 161, dengan bunyi sebagai berikut:

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Baca juga:  PEREMPUAN HARUS BERANI MENUNTUT HAKNYA

Berdasarkan peraturan di atas, jangka waktu berlakunya surat peringatan adalah 6 (enam) bulan, yang dianggap cukup dalam menilai apakah karyawan sudah melakukan perbaikan atas kesalahannya. Akan tetapi, semisal karyawan telah mendapatkan SP pertama dan perilakunya membaik. Lalu ia melakukan kesalahan lain setelah lewat 6 (enam) bulan dari surat peringatan pertama, maka surat peringatan (yang kedua) tersebut tetap dianggap sebagai surat peringatan pertama.

Sebaliknya, pengusaha diperbolehkan memberikan surat peringatan kedua atau ketiga, jika memang karyawan melakukan pelanggaran berbeda sebelum masa SP pertama berakhir. Pengusaha baru dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah surat peringatan ketiga, artinya karyawan dianggap tidak melakukan perbaikan sama sekali atau justru perilakunya semakin buruk. Langkah ini dapat diambil sekaligus untuk memberikan pelajaran kepada karyawan lainnya.

Baca juga:  25 KASUS PERSELISIHAN KETENAGAKERJAAN TERJADI DI KALTIM DI AWAL 2019

Namun begitu, sudah merupakan tugas Divisi HR untuk mencari solusi atas turunnya produktivitas karyawan. Dengan penanganan yang tepat, Divisi HR tidak perlu mengeluarkan SP karyawan atau memberlakukan PHK. Barangkali karyawan membutuhkan motivasi kerja, atau perlu diajak berdiskusi tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.

Shanto dikutip dari berbagai sumber/Editor