​Kami atas nama DPC dan PK FSB Garteks SBSI Tangerang Raya khususnya PK FSB Garteks SBSI PT INDAHJAYA TEXTILLE INDUSTRY menyatakan dengan tegas Menolak dan kecewa masuknya PT Indahjaya Textille Industry pada sektor V (lima) sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.496-Huk/2017 tentang Penetapan Upah Minimum Sektoral Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan Tahun 2018 tertanggal 29 Desember 2017.

Bahwa PT Indah Jaya Textille Industry adalah perusahaan yang bergerak di bidang Textile dimana perusahaan Textile untuk wilayah Kota Tangerang masuk pada sektor 2 (dua) sebesar 10 % berdasarkan Rekomendasi Walikota Tangerang, namun faktanya Gubernur Banten memasukan PT Indah Jaya Textille Industry ke sektor V (lima) dimana diberlakukan kepada perusahaan yang telah melakukan kesepakatan dengan serikat pekerja/serikat buruh tentang upah minimun sektoral, dimana yang berlaku adalah upah berdasarkan kesepakatan sedangkan PK FSB Garteks SBSI PT Indah Jaya Textille Industry tidak pernah melakukan kesepakatan dengan perusahaan terkait UMSK Tahun 2018.

Sebagai bentuk penolakan PK FSB Garteks sudah mengirimkan surat Dengan Nomor 129/PK/fsbgarteks/SBSI/TNG/2017 perihal Keberatan dan Penolakan PT Indah Jaya Textile Industry dimasukan ke Sektor V (lima) tertanggal surat 21 Desember 2018. Yang ditujukan kepada Wahidin Halim Gubernur Banten dimana surat tersebut di tembuskan kepada Kepala Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Provinsi Banten disertai dengan lampiran lampiran antaranya bukti bahwa anggota Garteks SBSI PT Indah Jaya Textille Industry berjumlah mayoritas dibandingkan dengan anggota serikat yang lain, pernyataan bersama yang ditandatangani seluruh anggota FSB Garteks SBSI PT Indah Jaya Textille Industry untuk kenaikan UMSK Tahun 2018 sebesar 0,2%.

Baca juga:  ANTISIPASI MENINGKATKANNYA KASUS COVID-19, PERUSAHAAN DIMINTA AWASI PEKERJANYA

Garteks SBSI Tangerang Raya menilai bahwa praktik upah murah telah merambah ke provinsi banten, masih hangat Upah Minimum Padat Karya sudah berjalan di 4 (empat) daerah Provinsi Jawa Barat dan ini sangat merugikan kaum buruh.

Upah Sektoral yang di keluarkan oleh Gubernur Banten menurut pemahaman yuridis kami sudah cacat hukum, karena dalam proses penetapannya Dewan Pengupahan tidak melalui mekanisme yang ada, yaitu Permenakertrans No  7 tahun 2013 tentang Upah Minimum, dimana dalam menetapkan UMSK harus melakukan penelitian dan kajian serta mengumpulkan data terkait seperti yang termaktub dalam Pasal 13 Permenakertrans No 07/2013 Tentang Upah Minimum

(1) Untuk menetapkan UMSP dan/atau UMSK, Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota melakukan penelitian serta menghimpun data dan informasi mengenai:

a. homogenitas perusahaan;

b. jumlah perusahaan;

c. jumlah tenaga kerja;

d. devisa yang dihasilkan;

e. nilai tambah yang dihasilkan;

f. kemampuan perusahaan;

g. asosiasi perusahaan; dan

h. serikat pekerja/serikat buruh terkait.

(2) Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penelitian untuk menentukan sektor unggulan yang selanjutnya disampaikan kepada asosiasi perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan untuk dirundingkan.
Namun untuk mengetahui secara pasti upah minimum yang seharusnya digunakan di perusahaan, maka buruh maupun serikat buruh dapat meminta Disnaker setempat untuk menentukan upah mana yang digunakan, dengan mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang ada pada Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan).

Baca juga:  MODUS PHK RIBUAN KARYAWAN, KEMUDIAN REKRUT PEKERJA BARU

Layangkan surat dengan perihal permohonan penetapan upah sektoral PT (perusahaan) tempat bekerja. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum dari pemerintah sehingga buruh memiliki landasan yuridis-konkret dalam menuntut di perusahaan.

Tapi untuk sektor V yang terjadi adalah manipulasi hukum yang sarat dengan kepentingan pihak-pihak tertentu demi memperkaya diri sendiri, penentuan Sektor V untuk Kota Tangerang tidak ada di KBLI namanya “Sektor Kesepakatan” sehingga hal itu merupakan “Pemerkosaan Hukum” yang dilakukan oknum sehingga menjadi “Cacat hukum”.

Pemaksaan memasukkan Kesepakatan ke dalam Sektoral di duga hanya untuk menghindari tuntutan “pidana” atas tidak dilaksanaknnya upah Sektor, secara prinsip hukum kesepakatan tentang upah jika nilainya lebih kecil maka kesepakatan tersebut batal demi hukum sehingga dapat mengakibatkan adanya klaim kekurangan upah dan jika tidak dibayarkan dapat dikenakan pidana.

Dalam waktu dekat kami akan lakukan konsolidasi dengan PK PK FSB Garteks SBSI Tangerang Raya untuk mengambil sikap atas SK UMSK Tahun 2018 di Provinsi Banten, pada dasarnya kami secara tegas menolak dan menyatakan perlawanan segala bentuk praktik upah murah tanpa terkecuali sebagai mosi tidak percaya atas steatmen pegawai Disnaker Kota Tangerang yang menjamin bahwa PT Indah Jaya Textile Industry masuk sektor V (lima) tidak ada gejolak oleh karenanya Garteks SBSI tegas akan mengajukan gugatan SK UMSK Tahun 2018 di Provinsi Banten ke Pengadilan Tata Usaha Negara Serang – Provinsi Banten.

Tri Pamungkas (Ketua DPC FSB Garteks SBSI Tangerang Raya)/Editor