Ilustrasi

Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) lebih cocok disebut dengan RUU Investasi/Perizinan 

(SPN News) Jakarta, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM Gabriel Lele menilai Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) lebih cocok disebut dengan RUU Investasi/Perizinan ketimbang RUU Cipta Kerja. Hal tersebut, menurutnya, sangat terlihat baik di dalam naskah akademik maupun draf RUU Ciptaker.

“Itu bisa dibaca dalam draf ruu itu bagaimana bagian awal itu habis untuk membicarakan investasi baru menyisakan separuh bagian berikutnya untuk berbicara tentang  pemberdayaan atau perlindungan UKM, jadi bagian kecil saja,” kata Gabriel dalam diskusi daring, (1/7/2020).

Menurutnya, publik layak mempertanyakan tujuan sebenarnya RUU  ciptaker tersebut dibuat. Jika dikaitkan dengan investasi, menurutnya, perlu dicari tahu investasi sebagai sarana atau investasi sebagai tujuan.

Baca juga:  MENGHADAPI TANTANGAN YANG SEMAKIN BERAT DI JAKARTA 

Dia juga menilai bahwa RUU tersebut berpotensi memunculkan adanya resentralisasi. Ia menambahkan tarikan resentralisasi di dalam RUU Cipta Kerja begitu terlihat.

“Tidak hanya berhenti tarikan resentralisasi, kalau kita masuk lebih dalam maka potensi apa yang disebut institutional complexity itu akan terbuka terjadi.

Ia menambahkan, institutional complexity yang dimaksud terutama berkaitan dengan ketidakcocokan antara sistem ketatanegaraan dan cara tujuan RUU itu dibuat. Selain itu, ia juga mengingatkan kemungkinan adanya potensi ketegangan antara pusat dan daerah akibat RUU Cipta Kerja tersebut.

“Apalagi daerah yang asimetris yang sama sekali tidak disentuh dalam RUU ini. Papua dan Aceh misalnya dan juga Yogyakarta misalnya itu sama sekali luput dari pendalaman di dalam materi RUU ini. Daerah yang simetris pun akan berteriak dengan melihat kecenderungan sentralisais dan resentralisasi yang cukup kuat,” jelasnya.

Baca juga:  PENGUSAHA JATIM BERPIKIR UNTUK RELOKASI

SN 09/Editor