VERSI KEPPRES 2016, MEMBEDAKAN ANTARA KONSENSUS DAN USULAN

Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945, RUU HIP Sesungguhnya dinamika ideologis ataukah suatu gerakan politik Yang dapat mengkaburkan sejarah atau justru memperjelas Pancasila

Oleh Ari Hidayat, SE.

Sejak ditetapkannya Keppres nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, konflik tentang tafsir dan pemaknaan Pancasila tidak berkesudahan, meresahkan dan menimbulkan kecemasan, karena Keppres begitu pelik, jika menilik dari berbagai literasi dokumen bersejarah aktivitas BPUPKI-PPKI, yang begitu sengit, namun narasi dalam keppres 24/2016 BPUPKI – PPKI seolah menjadi forum legitimatif saja. Pada hal para tokoh BPUPKI, memiliki platform Perjuangan Kemerdekaan yang sangat mengagumkan,  hingga diperjuangkan berpuluh puluh tahun dalam berbagai medan perjuangan, baik perjuangan politik ataupun perjuangan bersenjata, Sebelum Jepang datang ke Indonesia, sebut saja Serikat Dagang Islam, Kongres Pemuda yang menghasilkan Sumpa Pemuda dll, bahkan dikisahkan dalam berbagai literasi sejarah, jika BPUPKI di selenggarakan untuk meredam gejolak perjuangan Gerilya yang dilakukan berbagai organisasi perjuangan kemerdekaan Pemuda di Indonesia. BPUPKI muncul sebagai forum yang strategis, sehingga peperangan yang berkecamuk di berbagai wilayah Indonesia mulai meredah, dengan keterlibatan para tokoh pejuangnya terlibat dalam BPUPKI. Di dalam BPUPKI terdapat dua faksi yang sulit menemukan titik kompromo, yakni faksi Islam dan Kebangsaan.

Dalam Keppres 24/2016 terlihat jelas, bahwa peranan para tokoh pendiri Negara, yang begitu banyak, seolah lenyap hanya disinggung diawal awalnya saja berupa tanggal 29, 30, 31 mei 1945 dan 1 juni 1945, tokoh tokoh yang pemikirannya dan kontribusi besarnya dalam kemerdekaan Indonesia dalam BPUPKI seperti KH. Wahid Hasyim, Ki Bagoes Hadikusumo, Moh. Yamin, Bung Hatta, KH. Agus Salim, KH. Kahar Mudzakkir, Soepomo, Ki Hajjar Dewantara, KH. Sanusi, maramis dll. Dan menjadi kontradiktif terhadap eksistensi dan kwalitas forum BPUPKI dan PPKI, yang diselenggarakan oleh para pendiri Negara bersama dengan pemerintah Jepang.

Analisis Keppres 24/2016 Dari sisi filosofis

bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

Keinginan mendalam dari keppres ini sangat mulia, karena berupaya untuk mengurai “benang kusut” sejarah, tentang asal usul Dasar Negara Indonesia Merdeka, sebagai suatu Negara besar, Indonesia memiliki kewajiban, untuk selalu menjaga kelestarian dan memegang teguh Tujuan bernegara, dengan Dasar Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Dasar Negara Indonesia merdeka, yang di sahkan oleh PPKI sejak tanggal 18 Agustus 1945, memang tidak pernah menyebut Pancasila, bahkan berpuluh puluh tahun Indonesia Merdeka, tidak ditemukan penyebutan nama Pancasila dalam dokumen hukum, hingga Tap MPR VIII tahun 1998 pertama kali peraturan Hukum Indonesia merdeka menyebut dengan jelas, bahwa Dasar Negara Indonesia disebut Pancasila.

Begitu lamanya Negara Indonesia dan segenap rakyat Indonesia, dalam berbagai aktivitas formal, seperti Upacara Bendera di berbagai lembaga Negara, dan Kegiatan Pendidikan formal, Selalu terdapat Pancasila yang menyebut Lima Sila secara berurutan sesuai Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1968. Meski demikian intruksi presiden Republik Indonesia yang ditanda tangani oleh Presiden Soeharto tanggal 13 April 1968, langsung berkaitan dengan Pancasila agar seragam, maka sila-sila yang ada diputuskan untuk bernomor dari sila satu KeTuhanan yang Maha Esa, dua kemanusiaan yang adil dan beradab, tiga persatuan Indonesia, empat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan; dan lima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dasar filosofi b menyebutkan bahwa Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat telah menyelenggarakan sidang yang pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dengan agenda sidang membahas tentang dasar negara Indonesia merdeka;

Dalam dasar filosofis b, tidak disebutkan dengan detail, bahwa pada tanggal 29 terdapat 11 anggota BPUPKI yang menyampaikan pendapat dan gagasannya tentang Dasar Negara, tanggal 30 terdapat 10 anggota, tanggal 31 terdapat 6 anggota dan 1 juni terdapat 5 anggota, maka yang menyampaikan pandangan umum atau pendapatnya dengan pidato tentang Dasar Negara sebanyak 32 orang, jika dasar filosofi ini dijadikan dasar menetapkan hari lahir Pancasila 1 juni 1945, maka pada tanggal tersebut terdapat 5 anggota hal ini sesuai penyampaian ir. Soekarno pada sidang BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945. Bahkah keberadaan naskah pandangan umum atau pendapat para tokoh yang sejumlah 32 dan 8 anggota yang menyampaikan pendapatnya dalam bentuk tertlis, dokumen dokumen pendapat para tokohpun raib, tidak pernah ada upaya untuk menyampaikannya pada segenap rakyat Indonesia, sebagai dokumen negara tentang dasar negara, agar semakin tua Republik ini tidak semakin pikun terhadap gagasan dan historis dari Dasar Negara Indonesia Merdeka, sedangkan mengapa dokumen Ir. Soekarno banyak beredar, hal ini karena diantara dokumen tersebut dipinjam Moh. Yamin dari pringgodigdo untuk kepentingan riset, yang kemudian dipublikasikan terdapat 3 pidato yakni Pidato Prof. Moh. Yamin, Prof. Soepomo dan Dr. Ir. Soekarno.

Baca juga:  PENGANGGURAN DI JAKARTA SELATAN MASIH TINGGI

Dasar filosofis c bahwa untuk pertama kalinya Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Ir. Soekarno, Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 1 Juni 1945;

Hal inilah mulai kerumitan dari Sejarah Dasar Negara, bertabrakan dengan Istilah Pancasila,  mengabaikan 75 anggota BPUPKI dan 21 anggota PPKI dalam peranannya, menyusun dasar Negara telah diabaikan dan dilenyapkan, karena Ir. Soekarno telah mengusulkan istilah dasar negara Pancasila, Trisila dan Ekasila, menjadi justifikasi bahwa Soekarnolah yang melahirkan Pancasila, namun sesungguhnya adalah Ir. Soekarno merupakan anggota BPUPKI dari 76 anggota BPUPKI, sebagai perwakilan berbagai kelompok Rakyat Indonesia, sehingga istilah Pancasila yang diusulkan bungkarno dalam 1 juni 1945, saat ini dalam Keppres 24/2016 seolah mengabaikan dari kata perkata yang diperoleh dari musyawarah, BPUPKI sebagai kutipan dan pengamalan dari ayat 38 surat Assyura’(buat anggota yang beragama Islam), bahkan diantaranya adalah persatuan Indonesia merupakan sila yang diperoleh dari hikma bermusyawarah, karena dari berbagai anggota BPUPKI yang diketahui penulis pendapatnya tidak pernah mengusulkan tentang persatuan Indonesia.

Tentang sistem politik dan pemerintahan berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, merupakan suatu sistem politik dan mekanisme politik, yang jelas dan lugas, hal inipun merupakan tatanan redaksi yang diperoleh dari musyawarah Tim sembilan, dengan berbekal 40 pendapat para anggota BPUPKI seperti yang di sampaikan Bung Karno dalam sidang tanggal 10 Juli 1945.

Dengan demikian, jika yang dijadikan argumentasi adalah Nama Pancasila, atau yang mengusulkan istilah Pancasila, maka sesungguhnya PPKI tanggal 18 agustus 1945 telah menetapkan UUD 1945 yang termaktub didalam alenia keempat pada pembukaan UUD 1945 yakni Dasar Negara, maka tidak ada istilah Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI.

Namun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat nomor VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan ketetapan MPR nomor II/MPR/1978 Tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dalam pasal 1 menyebutkan Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 adalah Dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

bahwa sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan disepakati menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia;

Konsistensi dasar filosofis bukan pada pelurusan sejarah bahwa dalam BPUKI terdapat 40 Pandangan umum tiap anggota atau pendapat anggota BPUPKI, namun justru hendak memenggal sejarah BPUPKI pertama, dengan berbagai dinamika dan naskah otentiknya, jika demikian jelas Keppres ini sungguh telah berdampak mengkaburkan kebenaran sejarah. Karena tidak benar jika hanya 1 Juni 1945 (yang terdapat 5 anggota saja yang menyampaikan pendapatnya), hal ini dapat di ketahui dari Notulensi Sidang BPUPKI kedua pada tanggal 10 Juli 1945, dimana Ir. Soekarno selaku ketua Tim sembilan menyampaikan laporan hasil kerja Tim Sembilan, menyiapkan Naskah Proklamasi yang disebut Piagam Jakarta.

Dalam naskah Piagam jakarta tertanggal 22 Juni 1945 inilah pertama kali Dasar Negara Indonesia di Cetuskan, oleh Tim sembilan, sebagai suatu rumusan yang dipersiapkan untuk proklamasi, Dasar Negara yang termaktub dalam piagam Jakartapun tidak pernah disebut Pancasila, meskipun pada tanggal 18 agustus 1945, telah dilakukan penghapusan 7 kata tentang pelaksanaan syariat Islam, sehingga menjadi redaksi yang lebih universal yakni ketuhanan yang maha esa. Realitas sejarah inilah yang perlu diketahui oleh bangsa Indonesia, tentang jati dirinya sebagai manusia yang berTuhan dengan pancasilanya, dan berbagai kerendahan hati untuk sadar terhadap pluralisme yang sudah dianugrahkan Tuhan yang maha esa kepada kita semua.

bahwa rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir. Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara;  

dasar filosofis e pada keppres inilah yang mempertegas, bahwasannya sesungguhnya keppres Hari Lahir Pancasila tidak hendak mempublikasikan, dan menjabarkan asal usul Dasar Negara Indonesia, namun bersifat suatu produk hukum yang dapat berpotensi pada ambiguitas, atau Pancasila berversi versi, padahal sesungguhnya adalah istilah Dasar Negara Pancasila disampaikan oleh Ir. Soekarno dengan meniadakan 40 pendapat anggota BPUPKI, dimana pidato yang pertama dilakukan Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945, bahkan dalam pidato 1 juni Soekarno dalam pendapatnyapun mengutip pendapat beberapa anggota, seperti Moh. Hatta, Ki Bagoes Hadikusumo, dll, karena terdapat hal yang sesuai dengan pendapatnya, adapula yang karena berbeda pendapatnya.

Padahal Ir Soekarno berulangkali berpidato bahwa Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawannya. Namun dalam dasar filosofis ini, seakan akan dinamika sengitnya forum BPUPKI yang begitu menakjubkan bila disimak dari berbagai literasi dan argumentasi ilmiah para anggota BPUPKI, dengan literasi dasar keimanan dari kitab suci, sejarah kejayaan masa lampau dengan 300 Kerajaan yang masih eksis diantaranya kutibpan dari kitab negara kertagama, dan literasi revolusi negara di dunia.

Baca juga:  SPN KABUPATEN CIREBON MENOLAK REKOMENDASI UMK 2018

Hal inilah yang sangat disayangkan, karena dengan demikian, Negara berpotensi akan kehilangan blue print dari dasar Negara, mengapa kata demi kata dari dasar negara itu ada, dengan argumentasi apa, dan dalam masa mendatang yang tidak terbatas akan tetap relevan.

bahwa tanggal 18 Agustus telah ditetapkan sebagai Hari Konstitusi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008, sehingga untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia perlu ditetapkan hari lahir Pancasila;

Sungguh suatu hal yang saling bertentangan antara Hari Konstitusi, hari disahkannya Konstitusi UUD 1945, yang didalamnya terdapat Dasar Negara yang disahkan PPKI, bersama dengan penetapan Presiden RI Pertama dan Wakil Presiden RI Pertama, justru dimungkinkan akan terjadi kerancuan pemahaman tentang Dasar Negara.

Dasar Negara Pancasila yang dimaksud dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat nomor VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan ketetapan MPR nomor II/MPR/1978 Tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dengan Keppres nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945. Yang seakan akan terdapat dua pemahaman Pancasila yang berbeda, didalam UUD 1945 dan Pancasila 1 Juni 1945, jika kita menelaah sejarah berbagai dinamika perundingan yang terjadi antara NKRI dan Belanda dengan RIS buatannya, justru Pancasila 1 Juni 1945 sesungguhnya menyerupai konstitusi yang digunakan oleh RIS bentukan Belanda dengan rincian dasar Negara RIS

“…berpengakuan ketuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial,..”

Sedangkan kesepakatan Luhur nan Agung, sesungguhnya berada pada rentetan Sejarah Lahirnya Pancasila sejak 29, 30,31 mei, 1 Juni 1945 (Sidang BPUPKI Pertama), 22 Juni 1945 Piagam Jakarta, tanggal 10 Juli 1945 Sidang Kedua BPUPKI tentang Laporan Tim sembilan yang disampaikan Ir. Soekarno, sampai 18 Agustus 1945 sidang PPKI pertama, oleh para pendiri Negara, dari dua lembaga yang berbeda yakni BPUPKI dan PPKI, sehingga penetapan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945 merupakan dokumen yang seakan mengesampingkan keberadaan lembaga yang berjasa memerdekakan Indonesia, yang merupakan forum musyawarah untuk mufakat yang berjasa merumuskan dasar Negara dan mengesahkan konstitusi dasar Negara Indonesia.

Namun penulis menyadari bahwa meskipun aturan hukum yang menetapkan bahwa Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila melalui Tap MPR VIII tahun 1998, meskipun urutan sila diputuskan pada masa soeharto, sesuai intruksi presiden nomor 12 tahun 1967, yang dimaksud penulis disini adalah penulisan sila satu sampai lima, dalam suatu keputusan hukum. Lambang Garuda Pancasila yang resmi dipakai sebagai lambang Negara pertama kali pada sidangKabinet RIS tanggal 11 Februari 1950 (Wikipedia)

Namun realitas dalam berbagai aktivitas Negara dan aktivitas rakyat Indonesia dalam berbagai upacara yang diselenggarakan sudah Dasar Negara adalah Pancasila, sehingga Dasar Negara memang sudah menjadi kebenaran umum buat rakyat Indonesia disebut Pancasila, meskipun jika mempelajari berbagai dinamika sejarah, istilah Pancasila muncul dalam sidang BPUPKI adalah usulan Soekarno, hal itu sebagai istilah dari dasar negara, namun bukan berarti pidato Sukarno secara serta merta, dianggap seperti Dasar Negara, hal ini dipertegas penulis sebagai suatu penegasan, sehingga jangan sampai Dasar Negara Pancasila menjadi ambigu seakan akan 1 Juni 1945 yang masih berupa suatu usulan, diperlakukan sebagai Dasar Negara, diantaranya adalah Trisila (Marhaenisme), Ekasila (Gotong Royong), meskipun penulis merupakan alumni GMNI yang mempelajari Marhaenisme, namun penulis paham jika Trisila dan ekasila bukanlah Kesepakatan forum BPUPKI dan PPKI, sehingga diharapkan narasi narasi yang disusun oleh sukarno, jangan sampai menyusup dalam narasi RUU HIP seperti halnya Dasar Negara UUD 1945, meskipun keppres 24/2016 bukanlah konsederan dari RUU HIP, namun wacana legalisasi Trisila dan Ekasila dalam Keppres 24/2016 jangan sampai menjadikan ambigu pancasila berversi versi.

Dengan demikian Tap MPR VIII/1998 dan Keppres 24/2016, sesungguhnya bisa menjadi sesuai, tidak menjadikan dasar negara berversi versi, mana kala dalam keppres 24/2016, dipertegas bahwa yang dimaksud hari lahir pancasila 1 juni 1945 adalah karena istilah Pancasila pertama kali dikemukakan oleh bungkarno, meski setelah itu lenyap dalam Piagam jakarta dan UUD 1945 tidak disebutkan, namun muncul penyebutan dasaran Negara Pancasila tanpa dasar aturan hukum namun begitu populis dimasyarakat karena Piagam Jakarta ataupun UUD 1945 tidak pernah menyebut Pancasila.

Sehingga Keppres 24/2016 bukan melegalissi usulan Bung Karno yang menjadi Dasar Negara, sebagaimana konstitusi RIS, karena Republik Indonesia memiliki konstitusi UUD 1945 yang masih berlaku hingga saat ini, pemahaman ini didukung dokumen sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang diklaim sebagai penegakan syariat Islam, menjiwai UUD 1945, karena sidang PPKI 18 Agustus 1945 terdapat kompromi kelompok kebangsaan dan Islam untuk menggunakan bahasa universal yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Dasar Negara yang disebut Pancasila adalah yang sesuai UUD 1945 alenia keempat, yang merupakan suatu kesepakatan forum BPUPKI dan PPKI, bukan karya ilmiah Bung Karno semata, karena PPKI jugalah yang menetapkan Ir. Soekarno Ketua PPKI dan Bung Hatta Wakil Ketua PPKI sebagai presiden wakil presiden pertama.

 

Editor