Ilustrasi

Ada beberapa poin dari UU perpajakan baru yang harus diketahui masyarakat

(SPNEWS) Jakarta, Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) telah disetujui DPR RI menjadi UU. Dengan begitu, segala aturan yang berada di dalamnya bisa dijalankan pemerintah mulai tahun depan.

Berikut poin-poin dalam UU HPP yang harus kamu tahu:

1. Nomor Induk Kependudukan (NIK) resmi ditambah fungsinya untuk keperluan perpajakan. Dengan begitu KTP bisa menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi.

Meski begitu, adanya NIK sebagai pengganti NPWP bukan berarti masyarakat 17 tahun sudah harus bayar pajak. Kriteria wajib pajak akan tetap memperhatikan syarat-syarat tertentu yang berlaku saat ini.

“Penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak, yaitu apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak) atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI.

2. Tarif PPh 35% Bagi Pendapatan di Atas Rp 5 M.
Pemerintah menambah layer baru untuk tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi. Salah satu ketentuan ini adalah pengenaan tarif PPh sebesar 35% bagi orang yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar.

Tarif PPh itu naik 5% dibanding yang berlaku saat ini yakni sebesar 30% untuk penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun. Selain itu, penghasilan kena pajak untuk lapisan pertama yang dikenakan tarif 5% diubah, dari tadinya hingga Rp 50 juta per tahun menjadi Rp 60 juta per tahun.

Baca juga:  AUDENSI ALIANSI BURUH JABAR KE DPRD JAWA BARAT

Di sisi lain, penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak berubah yaitu sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang. Sementara untuk wajib pajak yang sudah menikah Rp 4,5 juta per tahun, ditambah Rp 4,5 juta per tahun untuk setiap tanggungan, maksimal 3 orang.

“Ini artinya masyarakat dengan penghasilan sampai Rp 4,5 juta per bulan tetap terlindungi dan tidak membayar pajak penghasilan sama sekali,” tuturnya.

3. PPh Badan Tetap 22%.
Pemerintah batal menurunkan tarif PPh Badan atau perusahaan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) menjadi 20%. Tarif PPh Badan di tahun depan akan sama seperti tarif tahun ini yakni sebesar 22%.

“Sejalan dengan trend perpajakan global yang mulai menaikkan penerimaan dari PPh namun tetap dapat menjaga iklim investasi, maka tarif PPh Badan tetap akan sebesar 22% untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya,” tutur Yasonna.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022. Pada 2025 tepatnya 1 Januari, PPN akan kembali naik jadi sebesar 12%.

“Kenaikan tarif PPN menjadi 12% disepakati untuk dilakukan secara bertahap yaitu 11% mulai 1 April 2022, dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025 dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi COVID,” imbuh Yasonna.

5. Denda Pengemplang Pajak Dikurangi.
UU HPP juga memberikan keringanan bagi para pengemplang pajak. Keringanan pertama, diturunkannya sanksi administrasi dari 50% menjadi 30% bagi wajib pajak yang tidak patuh. Ini berlaku bagi pengemplang pajak yang diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan langsung membayar pajaknya.

Baca juga:  DERITA BURUH HANYA DIUPAH RP 100.000 SEMINGGU

Keringanan kedua, sanksi administrasi pajak bagi wajib pajak yang ditemukan oleh DJP tidak patuh dan tidak langsung membayarkan, sehingga dilanjutkan ke tahap pengadilan. Sanksi untuk pengemplang pajak ini diturunkan menjadi 60%.

“Sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100% menjadi 60% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar,” tuturnya.

Pemerintah juga tak akan mempidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup hanya mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

6. Tax Amnesty Jilid II
Program pengampunan pajak (tax amnesty) akan diberlakukan lagi mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022 dengan nama pengungkapan sukarela. Ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan secara sukarela atas harta yang belum dilaporkan dalam program pengampunan pajak 2016-2017 maupun dalam SPT Tahunan 2020.

7. Pengenaan Pajak Karbon
Pemerintah bakal mengenakan pajak baru yakni berupa pajak karbon mulai 2022. Sebagai tahap awal, penerapannya akan dikenakan terlebih dahulu di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

“Untuk tahap awal, mulai tahun 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor PLTU batu bara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi atau cap and tax. Tarif Rp 30 per kilogram CO2e diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan,” jelas Yasonna.

Pajak karbon merupakan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan Internasional pada 2030.

SN 09/Editor