Foto Istimewa

(SPNEWS) Jakarta, Jika RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bisa dibahas hanya dalam waktu 4 hari dan langsung disetujui untuk masuk ke rapat paripurna DPR RI, lalu mengapa RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) harus menunggu selama 20 tahun dan hingga saat ini mangkrak, belum juga dibawa ke rapat paripurna DPR?

Pertanyaan ini menjadi kegundahan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang setiap hari melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Bagaimana perasaan para PRT tidak teriris melihat pemandangan ini, sedangkan para PRT yang tiap hari datang ke DPR, memperjuangkan selama 20 tahun, hanya menjadi penonton saja.

Senin, 18 Maret 2024 Pemerintah dan DPR telah menyepakati RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) segera dibawa ke rapat paripurna untuk segera disahkan menjadi undang-undang. Pembahasannya hanya 4 hari. RUU ini berisi ketentuan soal status Jakarta usai tak lagi menjadi ibu kota, pemilihan gubernur dan wakil gubernur, hingga kawasan aglomerasi.

Salah satu PRT, Sutinah menyatakan sakitnya melihatnya pemandangan ini, RUU DKJ hanya butuh waktu 4 hari. RUU PPRT harus mengalami waktu 20 tahun dan belum dibahas juga dalam rapat paripurna oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani.

“Kenyataan ini membuat kami tahu, bahwa mbak Puan Maharani sebagai ketua DPR mengenyampingkan nasib kami, para wong cilik, kami tak dianggap penting, selalu dilewati setiap tahun.”

Atas situasi ini, maka para PRT bersama para pemuka lintas iman di bulan Ramadan ini, mengajak publik untuk melakukan doa dan tadarusan bersama di depan Gedung DPR RI pada 21 Maret 2024. Acara ini sebagai simbol bahwa jika Ketua DPR RI terus-menerus mengabaikan para PRT, ini sama saja dengan membiarkan kekerasan terus terjadi yang tidak diperbolehkan oleh agama.

Baca juga:  DPD SPN JAWA BARAT MENYAMBUT MAJENAS II

Aksi ini bukan untuk pertamakalinya dilakukan, namun di tahun 2023, para pemuka lintas iman sudah menyelenggarakan diskusi, pertemuan dan aksi doa bersama di depan DPR untuk mengetuk pintu hati Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Doa tadarusan ini dilakukan oleh berbagai pemuka lintas iman mulai 19 Maret 2023 secara online dan Kamis, 21 Maret 2024 secara offline di DPR RI. Alisa Wahid/ Wakil Ketua PBNU, Pater Martin Jemarut Pr/ Sekretaris Komisi KPP KWI, Pendeta Gomar Gultom/ Ketua Umum PGI, Nasaruddin Umar, mendukung pengesahan RUU PPRT secara cepat.

“Undang-undang ini diperlukan agar semua tahu bagaimana memperlakukan PRT, bagaimana memperlakukan keadilan bagi PRT, karena PRT adalah orang-orang yang dilemahkan. Keluarga adalah wakil Tuhan untuk memberikan keadilan dan memperjuangkan para PRT di rumah. Semoga wakil rakyat di DPR mengesahkan ini,” kata Alisa Wahid.

Pendeta Gumor Goltam, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)  menyatakan bahwa tidak selayaknya para PRT mengalami perbudakan modern di zaman ini.

“Kami di persekutuan gereja-gereja, kami ikut tersakiti disini jika para PRT tidak mendapatkan haknya, mengalami kekerasan atau ketika mereka hidup terlunta atau mengalami hal yang tak wajar. Ini namanya merobek hati kami, karena martabat PRT harus dihargai. Kami meminta seluruh warga gereja untuk memasukkan keadilan bagi PRT di gereja-gereja di Indonesia dan mendorong parlemen sesegera mungkin untuk membahas RUU ini menjadi UU.”

Aktivis dari Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan  Indonesia (KPI) menyatakan bahwa koalisi menggunakan momentum Ramadan agar Ketua DPR RI, Puan Maharani mau melihat nasib para PRT, karena Ramadan adalah momen untuk memperjuangkan nasib pada kelompok yang kekurangan, terutama perempuan.

Baca juga:  PENCATATAN SERIKAT BURUH OJOL DITOLAK, PULUHAN OJOL DATANGI KEMNAKER

“Kami menyebut momen Ramadan ini sebagai bulan perempuan, bulan untuk memperjuangkan perempuan yang kekurangan, yang harus diubah nasibnya. Semoga mbak Puan Maharani terketuk hatinya melihat para PRT berdoa bersama di depan DPR bersama para pemuka lintas iman,” kata Eka Ernawati.

Eva Kusuma Sundari dari Institut Sarinah menyatakan, seharusnya di bulan Ramadan ini, bulan yang suci, perempuan bisa memperjuangkan nasib perempuan lain.

“Ini bulan penuh doa dan rahmat, seharusnya jadi momen untuk kita mengakhiri kekerasan demi kekerasan yang selama ini dialami para PRT.”

Maka dalam aksi di Bulan Ramadan ini, Koalisi Sipil untuk UU PPRT bersama para pemuka lintas iman menyatakan sikap:

1. Mendesak Ketua DPR RI, Puan Maharani untuk melihat nasib para PRT dan menggunakan momen Ramadan untuk memperjuangkan nasib perempuan PRT dengan mengesahkan RUU PPRT menjadi undang-undang
2. Sahkan RUU PPRT karena banyak PRT yang sudah menjadi korban kekerasan, agama tak boleh membiarkan adanya kekerasan
3. Meminta presiden untuk mendesak Ketua DPR RI agar mengesahkan RUU PPRT
Selain doa lintas iman, dalam aksi ini juga ada pembagian takjil untuk publik dan ajakan untuk mendorong pengesahan RUU PPRT menjadi UU.

Koalisi Sipil untuk UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga/ PRT

Kontak: Lita Anggraini (0812-4720-0500)
Eka Ernawati (0812-2906-8153)

SN 09/Editor