Ada suatu pengalaman menarik yang sekaligus memprihatinkan yang didapat oleh penulis. Suatu sore sepulang saya bekerja, saya melihat seorang Ibu muda naik bus dari depan Rumah Sakit Swasta di Serang, Banten. Seorang ibu muda yang tengah hamil besar. Pada akhirnya ibu muda tersebut duduk di bus di deretan kursi terdepan, tepat di samping saya.

Melihat kondisi perutnya yang sudah sangat besar, saya menebak bahwa sudah masuk Minggu Ke 36. Saya pun akhirnya bertanya kepadanya dan benar dugaan saya, bahwa ini sudah bulannya untuk melahirkan. Tentu saya melanjutkan pertanyaan saya, mengapa belum mengambil cuti hamil ?, Sekali tebakan saya tepat, bahwa sengaja mengakhirkan pengambilan waktu cuti agar bisa lama di rumah setelah melahirkan, agar bisa memiliki waktu lebih banyak bersama sang anak kelak.

Tak lama kemudian, Ibu muda tersebut turun di tol daerah Kramat Watu. Saya pribadi sangat sedih dan khawatir dengan kondisi sang Ibu dan bayi dalam perutnya. Seharusnya, sang Ibu sudah tidak boleh terlalu lelah, sudah harus menyiapkan fisik dan mental dalam menghadapi persalinan serta menghindari resiko – resiko yang dapat membahayakan Ibu dan Janinnya.

Baca juga:  PANGGILAN SOLIDARITAS UNTUK MINGGU BULU

Namun paparan di atas adalah fenomena umum yang terjadi pada pekerja wanita yang hamil. Rata – rata mengambil waktu cuti di detik – detik terakhir Hari Perkiraan Lahir (HPL). Yang semestinya minimal 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Hal ini disebabkan waktu cuti hamil dan melahirkan yang masih sangat kurang memadai. 6 minggu tidak cukup untuk kembali memulihkan kondisi fisik dan kesehatan ibu pasca melahirkan. Waktu untuk memberikan ASI secara eksklusif pun tidak terpenuhi. Maka banyak sekali Ibu bekerja yang gagal memberikan ASI secara Eksklusif dan lebih memilih Susu Formula sebagai pengganti ASI. Padahal nutrisi ASI tidak akan pernah tergantikan dengan susu formula semahal dan seterkenal manapun. Kekebalan tubuh Sang Bayi ASI dan Formula tentunya berbeda. Bonding atau Ikatan Kasih sayang pun sangat terpengaruh dengan sedikitnya waktu yang tersisa dari cuti melahirkan. Sehingga dari banyak hal tersebut di atas tadi, tentunya akan mempengaruhi tingkat stress dan berdampak pada produktivitas sang ibu yang bekerja.

Baca juga:  MASSA AKSI AB3 SALING BAKU HANTAM, BERBUNTUT PANJANG DI POLRESTA TANGERANG

Maka sudah sepatutnya kita mulai memperhatikan lingkungan sekitar kita, apakah ada ibu hamil yang sudah waktunya untuk cuti tetapi belum mengambil cuti? Sebaiknya, kita mengingatkan secara halus untuk segera mengambil waktu cuti demi kesehatannya dan calon buah hatinya. Kemudian yang tidak kalah penting yaitu mengurangi akar pemasalahannya, mendorong pada pemerintah untuk menambah jumlah waktu cuti hamil dan melahirkan dan merevisi Pasal 82 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Serta mendukung Serikat Pekerja dan afiliasinya dalam kampanye 14 MINGGU CUTI MELAHIRKAN.

INTAN INDRIA DEWI/Editor