Perusahaan dibidang playwood (kayu lapis) terbesar di Kalimantan Tengah mengalami kesulitan finansial akibatnya 1.076 karyawan akan diPHK

(SPN News) Kota Waringin Barat, Perusahaan dibidang playwood (kayu lapis) terbesar di Kalimantan Tengah mengalami kesulitan finansial akibat ekonomi yang terus memburuk selama 3 tahun terakhir. Dampaknya perusahaan yang beroperasi di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) ini terpaksa menutup operasional perusahaan dan merumahkan (PHK) 1.076 karyawannya.

PT Korindo Aria Bima Sari (KABS) sudah beroperasi selama 38 tahun. Perusahaan ini berdiri sejak 1980 dan harus menanggung imbas ekonomi Indonesia yang terus memburuk dalam tiga tahun terakhir. “Dengan berat hati kami harus menutup produksi playwood (kayu lapis) dan merumahkan ribuan karyawan. Karena jika terus dipaksa beroperasi dampaknya akan berbahaya bagi perusahaan dan juga karyawan,” ujar Kepala Personalia PT KABS, Reza didampingi General Manager Jang Ho Wook saat jumpa pers di Pangkalan Bun, (13/10/2018).

Ia mengungkapkan, per 21 Oktober 2018, pabrik playwood ini akan berhenti beroperasi. Terkait hak hak karyawan akan dipenuhi semua, sesuai aturan perundang undangan yang berlaku. Undang-Undang ketenagakerjaan menetapkan, jika tutup perusahaan dengan alasan mengalami kerugian selama lebih dari dua tahun, maka perusahan bisa membayarkan 1x uang pesangon, 1x uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak 15% .

Baca juga:  PENDIDIKAN ORGANISASI DASAR TAHAP III PT KADU JAYA PERKASA

Meskipun keuangan perusahaan kurang baik, sebagai penghargaan kepada karyawan yang bekerja dengan waktu cukup lama, PT KABS menekankan akan membayar 2x uang pesangon serta penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak 15 % pesangonnya.
“Alhamdulillah tidak ada gejolak di dalam, karena semua karyawan menyadari kondisi perusahaan. Dan perusahaan juga memastikan pada akhir Oktober dan paling lama awal November semua hak karyawan akan dibayar,” ungkapnya.

Reza menambahkan, pihak perusahaan sudah menghitung dana yang akan disiapkan untuk memberi pesangon ribuan karyawan tersebut setelah mendapat persetujuan dari manajemen pusat. “Setelah kita hitung, uang pesangon dan ganti rugi yang harus disiapkan sebesar Rp 98 Miliar dan Gaji terakhir harus disiapkan Rp 8 Miliar. Rata rata karyawan di PT KABS sudah bekerja 20 tahunan, dan mereka rata rata akan menerima uang pesangon Rp 90Juta-Rp 100 juta,” terang dia.

Terkait PHK massal ini memang berdampak pada ekonomi dan sosial di Kabupaten Kobar. Namun kemungkinan besar tidak begitu begejolak, sebab mayoritas karyawan PT KABS sudah berumur 40 tahun ke atas. Sedangkan yang berumur 30 tahun ke bawah hanya sekitar 10%. “70% dari total 1.076 karyawan sudah berumur 40 tahun, 20% berumur 30-40 tahun dan 10% lagi di bawah 30 tahun, dan jika dilihat mayoritas sudah punya usaha masing masing.”

Baca juga:  WORK SHOP KOMITE PEREMPUAN SPN JAWA BARAT

Untuk diketahui, PT KABS selama ini mengekspor produksi kayu lapis ke Timur Tengah dan Eropa sejak tahun 1980. Karena penurunan penjualan di luar negeri, bisnis kayu lapis Indonesia telah memasuki masa krisis sejak lima tahun terakhir. Selain menurunya pembeli, bahan baku kayu juga harganya terus naik karena imbas dari melonjaknya nilai dollar terhadap rupiah.

PT KABS menyatakan, ada kemungkinan akan ada pengoperasian pabrik kembali sambil menunggu perbaikan ekonomi Indonesia dan juga adanya permintaan kayu lapis dari luar negeri. “Jika ditanya kemungkinan Korindo akan beroperasi lagi, kita belum bisa jawab. Yang jelas ada, tapi semua yang menentukan manajemen di pusat,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja PT Korindo Aria Bimasari, Suharyanto mengatakan, semua karyawan menerima dengan baik keputusan manajemen untuk menutup operasional perusahaan asal hak-haknya bisa dibayar dalam waktu yang cepat dan sesuai aturan UU Ketenagakerjaan.

“Dan perusahaan menjamin hak hak mereka akan terbayarkan pada 30 dan 31 Oktober atau paling lama awal November sudah beres. Oleh karena itu karywan semua legowo dan ikuti aturan,” ujar Aria.

Shanto dikutip dari sindonews.com/Editor