Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Ombudsman Republik Indonesia mempertanyakan akuntabilitas perusahaan saat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng mendorong Kementerian Ketenagakerjaan ran Dinas Ketenagakerjaan di Provinsi, Kabupaten, Kota untuk memastikan ada tidaknya proses audit terhadap perusahaan.

Robert menjelaskan, audit terhadap perusahaan dilakukan oleh kantor akuntan publik. Hasil dari audit tersebut kemudian menjadi materi atau bahan pertimbangan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberi sikap jika perusahaan tersebut melakukan PHK.

“Pertanyaannya sekarang adalah, apakah pemerintah mencermati hasil audit dari kantor akuntan publik? Kalau pemerintah mencermati itu, sesungguhnya pemerintah bisa membaca tren data atau perkembangan yang ada sehingga bisa mengantisipasi,” ujar Robert saat konferensi pers virtual, (1/12).

Baca juga:  UPAH PADAT KARYA ADALAH ILEGAL

Robert berujar, pada Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja, tidak diatur tentang konsekuensi perusahaan yang melakukan PHK tanpa penetapan lembaga penyelesaian industrial. Namun demikian, fakta tersebut seharusnya tidak diartikan sebagai kebebasan perusahaan melakukan PHK.

Robert berharap pengawas ketenagakerjaan dapat mencermati data-data terkait dengan perkembangan yang berbasis pada hasil audit dari akuntan publik, untuk memitigasi kemungkinan-kemungkinan PHK akan terjadi termasuk risiko PHK.

“Jadi PHK itu bukan sesuatu yang mendadak, umumnya itu dia terjadi dalam satu proses, dan proses itu umumnya terjadi bisa terlihat pada hasil audit perusahaan,” ungkapnya.

“Pemda itu harus aware terhadap jangan kemudian kagetan ketika hal itu (PHK),” sambungnya.

Baca juga:  M SYAHID MENGGUGAT PT POU CHEN INDONESIA DENGAN PENINJAUAN KEMBALI

SN 09/Editor