Permohonan uji materi mantan pekerja bank, yang mempersoalkan pasal perhitungan pesangon dianggap bukan sebagai persoalan konstitusionalitas norma
(SPN News) Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai permohonan pengujian Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang diajukan oleh Indryana, dkk (5 orang), tidak beralasan menurut hukum. Menurut pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, permasalahan yang dipersoalkan bukanlah permasalahan konstitusionalitas norma, melainkan penerapan norma.
Dalam permohonannya, Indryana, dkk tidak dapat menerima perhitungan pembayaran uang pesangon akibat pekerja memasuki usia pensiun. Sebab, kata “diperhitungkan” dianggap multitafsir. Seharusnya menurut para Pemohon, kata tersebut diartikan “dikalkulasikan secara keseluruhan dan proporsional dengan iuran program pensiun dari pekerja”. Karena selama ini, kelima mantan pekerja bank tersebut, hanya memperoleh manfaat pensiun sesudah dikurangi uang pesangon.
Menurut Arief, kata “diperhitungkan” yang dipersoalkan oleh para Pemohon sesungguhnya telas jelas. Ia merujuk pada penjelasan pasal tersebut, yang telah memberikan teknis perhitungan uang pesangon yang iurannya dibayar oleh pengusaha. “Mahkamah berpendapat, yang terjadi sesungguhnya adalah persoalan implementasi norma Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan Penjelasan Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan,” ujar Arief, Senin (23/7).
Ia menduga, sesungguhnya hal tersebut telah diakui bahwa persoalan sesungguhnya adalah penerapan norma sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam permohonan mantan pekerja perbankan itu. “Bahwa para Pemohon sendiri sejak awal telah memahami, bahwa permasalahan hukum yang dihadapi para Pemohon bukan karena multitafsir ketentuan a quo namun karena tidak dilaksanakannya ketentuan tersebut oleh perusahaan,” tegas Arief.
“Mengadili, menolak permohonan para Pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan yang diregister dengan perkara No. 46/PUU-XVI/2018. Walau ditolak, namun MK menegaskan kepada pihak-pihak yang berkenaan langsung dengan aturan itu, wajib untuk menerapkan norma yang terkandung dalam Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan sesuai dengan penjelasan pasal tersebut. (Haf)
Shanto dikutip dari buruhonline.com/Editor