(SPN News) ​Persoalan upah hingga saat ini masih menjadi permasalahan di dunia ketenagakerjaan. Tarik ulur kepentingan penetapan besaran upah antara buruh dan pengusaha, masih terus terjadi. Bahkan hukum ekonomi politik menyatakan bahwa konflik kepentingan antara buruh dan pengusaha dalam hal penentuan upah, akan terus terjadi hingga salah satu pihak saling menyisihkan. Ini didasari oleh logika ekonomi kedua pihak yang saling bertentangan. Satu sisi buruh ingin secara terus menerus meningkatkan kualitas upah untuk menjamin kehidupannya, sementara disisi yang lainnya pengusaha justru ingin menekan upah serendah mungkin agar dapat mencapai akumulasi keuntungan sebesar-besarnya. Jadi sebenarnya sampai kapan pun permasalahan upah ini akan terjadi sehingga harus ada pihak dalam hal ini pemerintah yang mengatur tentang permasalahan upah ini. Pemerintah harus netral dalam menentukan kebijakan ini, tidak boleh karena alasan investasi akhirnya kepentingan buruh dikorbankan.

Baca juga:  RAKERCAB II DPC SPN JAKARTA UTARA

Dalam prakteknya  dalam menentukan nilai upah selama ini buruh cenderung “tidak berdaya” terhadap pengusaha. Hal ini terjadi karena posisi tawar buruh yang relatif lemah dihadapan pengusaha. Posisi buruh yang lemah ini seringkali membuat buruh pasrah terhadap kenyataan yang ada dan mereka bersedia menerima upah yang rendah asalkan mereka dapat bertahan dalam mengarungi kehidupannya. Karena itu sering kali upah minimum itu menjadi upah maksimal yang mereka terima, tidak perduli mereka bekerja seperti apa, selama apa, hal-hal tersebut akhirnya hilang dalam perundingan dengan pengusaha karena posisi tawar mereka yang lemah.

Upah layak sebenarnya tidak semata-mata ditentukan oleh regulasi negara atau aturan tentang Pengupahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun juga ditentukan oleh faktor- faktor yang terjadi pada saat itu, seperti tekanan politik, ekonomi dan sosial budaya. Karena itu buruh harusnya membangun kolektivitas yang kuat melalui serikat pekerja/serikat buruh agar dapat memperjuangkan upah yang layak bagi mereka. Dengan kolektivitas yang kuat buruh akan memiliki nilai tawar yang kuat, serikat pekerja/serikat buruh apabila dapat menggerakkan seluruh anggotanya maka akan menjadi sesuatu hal yang diperhitungkan oleh pengusaha. Oleh karena itu sudah seharusnya pekerja/buruh membangun serikat pekerja/serikat buruh yang kuat demi terciptanya kesejahteraan bagi kaum pekerja/buruh.

Baca juga:  ANGGOTA KOMISI IX DPR RI NYATAKAN RUU CIPTA KERJA TIDAK BOLEH RUGIKAN PEKERJA

Shanto dari berbagai sumber/Coed