Ilustrasi

Pengamat ekonomi Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan angka kasus harian covid-19 pasca lebaran punya dampak berantai secara ekonomi dan bisnis. Dia mencontohkan yang utama adalah meningkatnya risiko diberlakukan pengetatan mobilitas.

(SPNEWS) Jakarta, Pengamat ekonomi Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan angka kasus harian covid-19 pasca lebaran punya dampak berantai secara ekonomi dan bisnis. Dia mencontohkan yang utama adalah meningkatnya risiko diberlakukan pengetatan mobilitas.

“Ini tentu akan menurunkan lagi minat konsumen berbelanja,” ujar Bhima (14/6/2021).

Bukan hanya itu saja, dari logistik pun ikut tersendat. Dia mencontohkan saat dilakukan penyekatan jalan seperti yang terjadi di Jembatan Suramadu beberapa waktu lalu.

Padahal saat ini tren pemulihan tengah berlangsung, ditunjukkan dengan PMI manufaktur yang berada di level 55,3 pada Mei 2021 dan indeks kepercayaan konsumen di angka 104,4 di periode yang sama. “Momentum pemulihan jangan sampai mundur lagi, karena ongkos yang diperlukan baik dari sisi kebijakan, anggaran maupun optimisme dunia usaha menjadi lebih mahal,” katanya.

Baca juga:  DIALOG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MOROWALI

Ancaman berikutnya pada anggaran pemerintah yang sudah alami pelebaran defisit tajam ke level 5-6% pada saat pandemi. Nanti angkanya bisa kembali naik. “Biaya untuk stimulus kesehatan dan perlindungan sosial akan membengkak,” tambahnya.

Sebelumnya Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin meminta pemerintah untuk meningkatkan efisiensi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dengan menyisir anggaran-anggaran yang tidak mendesak. Tujuannya agar dapat dioptimalkan dalam strategi penanganan pandemi, baik kesehatan maupun pemulihan ekonomi.

“Jika efisiensi yang dilakukan Kemenkeu saja mencapai sekitar Rp1,25 triliun, tentu jika diakumulasikan dengan K/L lain maka jumlahnya bisa lebih besar lagi. Bahkan, BPKP menyebutkan dalam rapat yang lalu sudah mampu mengefisiensi pengeluaran negara di 2020 hingga mencapai Rp48,35 triliun. Artinya, kita bisa lebih mengoptimalkan lagi kualitas belanja negara dengan menemukan alternatif penerimaan negara yang dapat memperkuat performa APBN ke depan,” ungkap Puteri di Jakarta.

Baca juga:  MOGOK KERJA RIBUAN BURUH KAWASAN IMIP MOROWALI

Lebih lanjut, Puteri juga mendorong Kementerian Keuangan untuk dapat mengoptimalkan belanja pengadaan barang dan jasa dengan melibatkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Kemarin, Kepala LKPP sendiri menyampaikan bahwa nilai belanja pengadaan di tingkat K/L yang melibatkan UMKM hanya sekitar 11%. Nilai ini masih sangat rendah sekali, apalagi jika mengingat belanja pemerintah juga memiliki andil yang besar dalam mendorong pergerakan ekonomi. Harapannya, belanja pengadaan ini menjadi penyelamat atas daya tahan UMKM yang masih lemah,” tambah Puteri.

SN 09/Editor