Gambar Ilustrasi
Konfrensi pers ITUC-AP yang meminta agar RUU Cipta Kerja segera dicabut
(SPN News) Jakarta, Konfederasi Serikat Buruh Internasional-Asia Pasifik (ITUC-AP) mendesak Presiden Joko Widodo segera mencabut Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja karena dinilai mengancam kesejahteraan buruh. Sekretaris Jenderal ITUC-AP Shoya Yoshida menilai perumusan Omnibus Law tersebut tidak transparan. Selain itu, pemerintah juga tidak melibatkan para serikat pekerja.
“ITUC-AP mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mencabut RUU Omnibus yang diusulkan dan menyerukan konsultasi terbuka dan konstruktif dengan mitra sosial dalam menyusun RUU yang diusulkan tersebut,” kata Shoya dalam jumpa pers di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Rabu (11/3).
Shoya mengatakan pihaknya telah memantau perkembangan Omnibus Law Cipta Kerja sejak Jokowi mengumumkannya pada Oktober 2019. Menurutnya, ada enam masalah dari RUU tersebut yang menjadi sorotan ITUC-AP.
Pertama, RUU Omnibus Law Cipta Kerja dinilai melemahkan upah minimum. Sebab RUU ini menghapus upah minimum tingkat kota/kabupaten dan menyerahkan penentuan kepada gubernur.
Hal tersebut, kata Shoya, melanggar Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum yang mengatur mekanisme penetapan upah minimum melalui mekanisme tripartit.
Kedua, ITUC-AP juga menyoroti penghapusan pesangon. Shoya menyebut aturan ini bakal mempermudah perusahaan memecat pekerja.
“Ini akan mempermudah perekrutan dan pemecatan buruh/pekerja bagi pengusaha, dan pada saat yang sama merampas kesejahteraan yang signifikan dari buruh/pekerja,” tutur Shoya.
Selain itu, ITUC-AP juga mengkritisi penghapusan batasan perekrutan pegawai kontrak dan pegawai alih daya (outsourcing). Omnibus Law Cipta Kerja akan memberi jalan bagi perusahaan untuk mengontrak pekerja seumur hidup tanpa kejelasan status kepegawaian.
Shoya dan koleganya juga mengkritik penghapusan batas maksimum jam kerka per hari. Terkahir, ITUC-AP juga menyoroti bagaimana RUU Omnibus Law Cipta Kerja menghapus keharusan perusahaan berkomunikasi dengan serikat kerja sebelum melakukan pemecatan.
“Mengurangi standar ketenagakerjaan hanya akan mendorong penyebaran pekerjaan berupah rendah, pekerjaan rentan dan menghambat suatu negara dalam mengembangkan pekerjaan dengan keterampilan tinggi yang lebih stabil,” ucapnya.
ITUC-AP menaungi dua serikat buruh di Indonesia, yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
SN 09/Editor