Gambar Ilustrasi
Presiden Jokowi menghapus aturan insentif direksi BPJS Kesehatan
(SPN News) Jakarta, Presiden Joko Widodo menghapus aturan mengenai insentif untuk direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan dan BPJamsostek. Pasal 9 ayat 2 dan 3 Peraturan Presiden No 110/2013 terkait Gaji dan Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya serta Insentif dicabut. Sebagai gantinya, Jokowi menelurkan beleid baru, yakni Perpres 20 No 25/2020 soal Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 29 Perpres terkait menyebut Lembaran Negara RI Tahun 2013 Nomor 254 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam aturan baru tersebut, Jokowi melibatkan menteri terkait untuk mengesahkan laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan BPJS Kesehatan dan BPJamsostek. Dalam hal ini Menteri Kesehatan mengawasi BPJS Kesehatan, serta Menteri Ketenagakerjaan mengawasi BPJamsostek.
“Menteri setelah mengesahkan laporan sebagaimana dimaksud, menyampaikan laporan pengesahan atas laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahun BPJS (BPJS Kesehatan dan BPJamsostek), serta rekomendasi besaran insentif dewan pengawas dan direksi kepada Presiden,” tulis Pasal 26 ayat 4.
Berdasarkan rekomendasi itu, Jokowi kemudian dapat menyetujui besaran insentif. Adapun, tata cara pengesahan laporan pengelolaan program dan laporan keuangan, termasuk rekomendasi besaran insentif selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri.
Sementara, dalam aturan lawas, penetapan target kinerja dilakukan langsung oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk. “Besaran insentif sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk,” tulis Pasal 9 ayat 3.
Sebelumnya, DPR menyoroti besaran insentif yang dikantongi direksi BPJS Kesehatan di tengah kenaikan iuran peserta pada awal tahun ini. Wakil Ketua Komisi IX DPR Dewi Asmara bilang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) BPJS Kesehatan 2019, terdapat anggaran insentif kepada direksi sebesar Rp32,88 miliar.
Apabila dibagi ke delapan anggota direksi, maka setiap anggota direksi mendapatkan insentif sebesar Rp4,11 miliar. “Dengan kata lain, seluruh direksi menikmati insentif Rp342,56 juta per bulan,” tutur Dewi.
Tak hanya itu, BPJS Kesehatan juga disebut-sebut mengalokasikan dana insentif kepada dewan pengawas sebesar Rp2,55 miliar. Dengan demikian, satu dewan pengawas akan mendapatkan insentif sebesar Rp211,14 juta per bulan.
“Dengan kata lain, kalau kami berbicara mengenai suatu badan yang rugi, mbok ya ada hati juga untuk mengadakan penghematan,” imbuh dia.
Namun, Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf membantah pernyataan yang diungkapkan oleh Komisi IX DPR. Menurutnya, anggota direksi dan dewan pengawas belum pernah menerima insentif sejak 2014 lalu.
“Terkait kalkulasi salah satu anggota Komisi IX DPR RI hari ini tentang insentif yang diterima direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan, kenyataannya sampai saat ini belum pernah ada pemberian insentif untuk direksi maupun dewan pengawas BPJS Kesehatan seperti yang disampaikan oleh anggota dewan tersebut,” ungkap Iqbal.
Penetapan insentif, lanjut Iqbal, ditetapkan dalam regulasi, yaitu Undang-undang No 24/2011 tentang BPJS dan Peraturan Presiden No 110/2013 tentang Gaji atau Upah dan Manfaat Tambahan Lainnya serta Insentif bagi Anggota Dewas dan Anggota Direksi BPJS.
“Namun sampai dengan saat ini belum diatur tata cara pemberian insentif tersebut,” jelas dia.
Sementara, gaji direksi dan dewan pengawas diklaim tetap mengikuti aturan yang ditetapkan dan bersifat wajar. Hanya saja, Iqbal tak menyebut secara spesifik nominal gaji yang diterima direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan.
SN 09/Editor