Serbuan produk keramik China membuat industri keramik Indonesia terpuruk.
(SPN News) Jakarta, Industri keramik Indonesia kian terpuruk. Sejumlah pelaku usaha mulai menghentikan produksinya. Saat ini, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) mencatat, hampir sepuluh pelaku industri keramik Tanah Air mulai menghentikan proses produksi mereka. Padahal, jumlah produsen industri ini hanya ada 46. Kehadiran keramik impor asal China ditengarai menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Pemerintah China itu disebut terus menggenjot pelaku industri dalam negeri mereka untuk berekspansi ke negara lain, termasuk Indonesia.”2018 diduga akan lebih banyak lagi barang masuk dari China karena ada hal-hal yang berkait bea masuk impor keramik dari China,” kata Ketua Umum ASAKI Elisa Sinaga di Jakarta, Rabu (28/2/2018). Elisa menyebut, kebutuhan keramik dalam negeri China hanya separuh dari produksi mereka. Sementara produksi keramik mereka mencapai 8 juta meter persegi setiap tahunnya.
Adanya kerja sama yang tertuang di dalam Asean China Free Trade Agreement, justru kian berpotensi menggerus produsen lokal. Bayangkan saja, saat bea masuk impor keramik China masih 20 % saja, pertumbuhan impornya mencapai 22 % setiap tahun.”Awal tahun ini kita kena. (Bea) impor China turun dari 20 persen jadi 5 persen. Itu pun akan mempengharuhi pasar kita,” kata Elisa.
Faktor lain yaitu tingginya harga gas industri yang dipatok pemerintah. Meski pada 2014 lalu, harga gas dunia sempat turun, tidak demikian dengan harga gas di dalam negeri. Asal tahu saja, harga gas industri saat ini sekitar 8,03 dollar AS per MMBTU di Jawa Timur. Sementara di Jawa Barat harga gas mencapai 9,15 per MMBTU, bahkan mencapai 9,8 dollar AS per MMBTU di Sumatera Utara.
Di sisi lain, China telah menggunakan batu bara sebagai bahan bakar untuk produksi keramik mereka. Dimana harga batu bara hanya sepertiga harga gas.
Shanto dikutip dari Kompas.com/Editor